𝟚𝟙

3.5K 484 23
                                    

─── ⋆⋅⚘⋅⋆ ───

before u begin to read this work, can i ask you a minute of prayer for people in Gaza and Congo? these past few days were truly devastating for all of us. let's pray for their safety especially women and children victims there. it's not about religion. it's about humanity.

─── ⋆⋅⚘⋅⋆ ───

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The Archer


𝐂arbatine Brie tenggelam dalam bulir keabu-abuan itu. Menyusuri tiap jengkal ruang semi terbuka yang lengang. Saking lengangnya hanya ditemani derai ombak dan semilir angin sejuk, ia hampir bisa mendengar deru napasnya sendiri. Hari ini adalah perdana di mana The Favourites akan melangsungkan aksi penyelundupan. Tepat setelah ia mendengar derit pintu beranda samping dibuka oleh Achilles pagi buta, ia menyelinap keluar dari pondok.

Achilles dan Patroclus langsung menghilang tak berjejak dari pandangan Brie ketika ia membuka pintu itu. Berita bagus karena ia jadi bisa melesat ke tempat berkumpul. Radar pendengarannya mendeteksi langkah berat itu beriringan melawan arah dari tempat yang Brie tuju.

Brie menjadi orang yang pertama sampai di goa karang ini, mentari masih sayup-sayup muncul dari cakrawala. Langit terlihat cerah dan itu pertanda baik untuknya. Seolah semesta ikut mendukungnya untuk kelancaran aksi hari ini.

Jemu menunggu seorang diri, Brie akhirnya memutuskan untuk berdiri di hadapan bangkai kapal yang terparkir gagah. Wadah kayu yang berisi kain kotor masih ia tenteng di tangan, selagi kakinya melangkah menerjang ombak dan masuk ke bangunan kayu tersebut. Brie masuk ke bagian lambung kapal lewat bolong besar yang hampir menyerupai pintu masuk. Ia yakin harusnya tak ada celah besar begini, tetapi mungkin itulah alasannya benda ini dijuluki bangkai.

Aroma lembap bak kayu basah sekaligus udara asin langsung tercium. Netra Brie menyapu semua bagian ruang kayu yang cukup besar itu. Dirinya merasa kecil terperangkap dalam ruang gelap yang hanya disusupi cahaya-cahaya mungil fajar. Mungkin kalau sudah diisi puluhan pendayung, ruangan ini akan jauh lebih sesak.

Ia tak pernah menyangka dapat menginjakkan kaki di sebuah kapal perang kuno yang bukan replika. Brie pernah mengunjungi sebuah exhibition yang memajang replikaan kapal bersejarah, cuma rasanya sungguh berbeda dari yang ia rasakan sekarang.

Kembali melangkah, ia mengintip lewat lubang-lubang yang digunakan sebagai tempat dayung. Lubang itu berderet saling berseberangan dengan papan untuk duduk di bawahnya. Brie baru sadar setelah masuk ke dalamnya, ternyata daripada disebut Pentecontor kapal ini termasuk jenis Trireme. Terdapat dua tingkat lain di atas kepala Brie ketika ia mendongak. Tingkat terbawah yang kurang nyaman untuk para pendayung ini biasanya disebut thalamitai. Masih tertengadah, Brie mendapati papan berongga agak besar di mana ia dapat melihat tingkat kedua kapal. Bagian di mana para pendayung bisa duduk lebih leluasa di bagian tengah adalah zygitai. Lalu, celah berongganya menembus lagi hingga ke bagian teratas kapal.

The Bride Who Never WasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang