Keputusan Bercerai

111K 2.8K 18
                                    

Brak!

Gauri jelas amat kaget mendengar bantingan pada pintu kamar, sehingga langsung bangun dari posisi berbaring tidurnya yang nyaman.

Bahkan, ingin segera turun dari ranjang, tapi ia sudah lebih dulu didorong ke belakang dan membuatnya terjatuh telentang di kasur.

Gauri lantas ditindih oleh si pelaku.

Benar, suaminya. Affandra Weltz.

Kedatangan dari pria itu saja, sangat tidak ia sangka. Apalagi, tindakan cukup kasar yang tak pernah dilakukan sebelumnya.

Affandra juga menatapnya penuh amarah.

Selama satu tahun menikah, pria itu selalu bersikap sopan dan menghormatinya. Tentu senantiasa memandangnya lembut.

Sekalipun, tak mencintainya.

Namun kali ini tampak berbeda. Sorot mata membara oleh kemarahan.

"Jelaskan semua pada saya, Gauri."

"Gugatan perceraian?"

"Saya ingin kita berpisah karena saya merasa pernikahan kita hambar, Pak Affa."

"Walau karena wasiat, saya rasa kita tidak perlu terus terikat dalam pernikahan ini."

"Setidaknya kita sudah menjalankan wasiat dari Kakek saya. Bukan berarti kita harus terus menikah, disaat kita semakin merasa tidak ada kecocokan di antara kita."

"Terutama, cinta untuk pernikahan kita."

Gauri tak cukup yakin dengan penjelasan diberikan. Ia pun masih belum mengungkapkan seluruh alasan atas keputusan diambilnya.

Akan ditunggu reaksi sang suami dulu.

Namun, Affandra yang irit bicara, pasti tidak akan mau panjang berkomentar.

Ya, minimal setuju dengan rencananya, maka sudah menjadi jawaban yang cukup.

Posisi mereka belum berubah, padahal Gauri mulai terbebani dengan bobot tubuh sang suami yang ditekankan padanya.

Hampir beberapa menit lamanya hanya saling menatap tanpa ada percakapan lanjutan, tak menenangkan bagi hati Gauri.

Ia butuh tanggapan Affandra segera.

Tentu, dirinya harus bicara lagi lebih dulu untuk memancing agar pria itu menyerukan pendapat dan mengambil keputusan.

"Bapak setuju kita bercerai, 'kan? Saya rasa ini jalan yang terbaik kita lakukan, Pak."

Biarlah dirinya terkesan menuntut, asalkan bisa mendapatkan jawaban secara pasti. Dengan begitu, bisa diambil segera langkah selanjutnya untuk hubungan mereka.

"Baiklah, kalau itu mau kamu, Gauri."

Selesai menjawab, Affandra pun menjauh darinya. Benar-benar melangkah tanpa satu detik pun berhenti untuk bicara lagi.

Entah kenapa, Gauri ingin memeluk pria itu, mungkin yang terakhir kali malam ini.

Sudah diputuskan mulai besok, dirinya akan meninggalkan apartemen mewah Affandra. Apalagi, proses perceraian sudah sampai di pengadilan dan menunggu sidang saja.

Gauri merealisasikan keinginan. Dikejarnya Affandra sampai bisa mendekap pria itu.

Tentu berhasil, setelah berjalan cukup cepat. Langsung direngkuhnya erat Affandra dari belakang sembari menahan tangis.

Pria itu langsung berhenti berjalan.

"Kenapa, Gauri?"

"Ingin memeluk Bapak sebentar." Tidak akan berdusta mengutarakan maksud agar tak jadi kesalahpahaman di antara mereka.

"Makasih sudah menikahi saya, Pak. Selama satu tahun ini, Bapak sudah selalu sangat baik pada saya sebagai suami."

"Maaf kalau saya suka merepotkan Bapak."

Ya, dengan jarak usia mereka yang hampir sepuluh tahun, sosok Affandra begitu hangat dan menyayanginya dengan tulus.

Namun hanya sebatas itu, tak akan sampai bisa mencintainya. Hati Affandra tertutup untuknya, sekalipun coba diraihnya.

"Maaf, kalau saya belum bisa jadi istri yang baik buat Bapak," lanjut Gauri dengan kian lirih, saat mereka berdiri berhadap-hadapan.

Tatapan Affandra menatapnya lembut. Dan itu membuatnya tambah berkaca-kaca.

Namun, sungguh tidak akan mau menangis. Hanya memerlihatkan kelemahannya saja.

"Saya tidak pernah menuntut kamu menjadi istri yang sempurna. Saya bisa menerima kamu apa adanya, jika itulah alasan kamu ingin bercerai dari saya, Gauri."

"Saya tidak tahu kenapa kamu minta berpisah tapi jika kamu lebih bahagia, baiklah."

"Mungkin kamu ingin bersama pria lain."

Gauri diam dalam dekapan hangat Affandra.

Tak berani untuk bicara karena hanya akan membuatnya melepaskan tangis. Hati sudah perih. Dadanya sesak akan hantaman rasa bersalah kepada Affandra atas tindakannya.

Namun, tidak mungkin dibatalkan.

"Malam ini, saya ingin bersama kamu, Gauri."

"Kamu masih mau melakukan tugas kamu sebagai istri? Saya boleh menyentuhmu?"

Gauri cukup terkesiap akan permintaan dari sang suami. Apalagi, sudah sebulan lebih mereka berdua tidak tidur bersama.

Gauri bahkan sempat kurang yakin jika sang suami akan membutuhkannya di ranjang lagi. Walau, mereka tak ada masalah tentang ini.

Affandra sibuk dengan perjalan bisnis di luar negeri belakangan ini, mereka pun tidak bertemu berminggu-minggu.

Sebenarnya alasan tersebut yang kuat mendorongnya berpisah, walau tak akan secara gamblang dikatakan ke Affandra.

"Saya akan melakukan tugas saya sebagai istri, Bapak."

Tak lama perlu menunggu reaksi sang suami atas kesetujuannya, ia pun mendapatkan ciuman menuntut dan dibawa ke ranjang.

Mereka akan bercinta untuk terakhir kalinya.

..........

Pewaris Untuk Mantan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang