"Bu Eva sudah luang, Bu Gauri bisa masuk."
Gauri langsung bangun dari kursinya karena mendengar pemberitahun sang rekan kerja. Ia pun tak perlu lama menunggu lagi.
"Makasih, Mbak Gina."
Setelah itu, Gauri langsung saja berjalan cepat menuju ke ruangan HRD, yang ada di depannya. Langkah kaki terburu-buru.
Efek dari rasa ingin tahu besar yang tengah menyerangnya. Jadi, ia ingin mendapatkan jawaban pasti. Dan sang HRD tentu kuncinya.
"Selamat pagi, Bu Gauri."
"Selamat pagi, Bu Eva."
Walau merasa lumayan susah mengangkat kedua sudut bibir, tak mungkin tidak ikut tersenyum. Apalagi, Bu Eva bersikap sopan.
Dengan pangkat jabatan lebih tinggi darinya, wanita empat puluhan tahunan itu harusnya tak terlalu ramah kepada dirinya.
Tentu saja karena faktor ia pernah menikah dengan pemimpin utama perusahaan, mereka menaruh rasa hormat yang berlebihan.
Harusnya sudah tak perlu begitu, terlebih lagi dirinya tidak lagi berstatuskan istri Affandra.
Sebenarnya, Gauri ingin resign setelah resmi bercerai agar tak perlu untuk bersinggungan dengan Affandra dan para staf di perusahaan.
Sayang, ia sudah ketahuan hamil lebih dulu. Tidak mungkin dilepaskan pekerjaannya yang memiliki gaji dua digit. Bagaimana pun, akan butuh biaya besar untuk calon bayinya kelak.
Sebelum menikah dengan Affandra, Gauri pun sudah bekerja di perusahaan keluarga Weltz hampir tiga tahun. Jadi harusnya, ia tak mengorbankan karier begitu saja.
"Bu Gauri ingin bicara dengan saya?"
"Saya mau bertanya tentang posisi saya, Bu." Gauri mengawali maksud dengan sopan.
"Saya adalah akuntan. Di kontrak kerja pun begitu. Tugas saya melakukan audit. Bahkan sudah dari beberapa tahun yang lalu."
"Kenapa saya tiba-tiba dipindahkan ke posisi sekretaris Bapak Pimpinan? Itu bukan bidang saya, Bu Eva." Gauri kian serius bertanya.
"Karena Bapak Affandra yang menyuruh, Bu."
"Saya sebagai HRD, cuma menuruti semua perintah yang diberikan Bapak Pimpinan."
"Bapak Pimpinan pasti punya alasan kenapa memindahkan Bu Gauri ke posisi itu."
Harusnya ia bertanya langsung pada Affandra apa motif sang mantan suami melakukannya?
Jika bertanya, maka dirinya harus bertemu langsung dengan pria itu. Menemui di ruang kerja pimpinan utama perusahaan.
Padahal, Gauri sudah ingin menjauhi mantan suaminya itu demi menghindari peluang dari peristiwa buruk bisa menimpa janinnya.
Ya, Gauri memercayai perkataan adik tiri sang mantan suami. Ia mulai waspada. Apalagi, Ibu Aida tak pernah menyukai dirinya.
Kemungkinan akan mencelakainya dan juga calon bayinya, sangat besar bisa terjadi.
Tak akan ada yang bisa melindungi jiwa murni di dalam rahimnya, selain ia seorang.
"Bu Gauri? Apa Bu Gauri melamun?"
Sontak pertanyaan dari Bu Eva, membuatnya lekas kembali ke dunia nyata seharusnya. Tak terbelenggu oleh pemikiran sendiri yang telah menyebabkan fokusnya jadi hilang.
"Maafkan saya, Bu Eva."
"Tidak apa, Bu Gauri."
"Saya ingin menjelaskan beberapa hal soal pemindahan posisi Bu Gauri sebagai sekretaris baru Bapak Pimpinan."
Gauri mengangguk pelan mengiyakan. Ia lalu menerima dokumen diberikan Bu Eva.
"Semua sudah tertulis di sini, Bu Gauri. Jika ada yang kurang jelas, tanyakan pada saya."
"Baik, Bu Eva."
"Untuk gaji, Bu Gauri akan mendapatkan kenaikan sampai lima puluh juta. Ditambah dengan tunjangan lain di luar gaji."
Mata Gauri jelas membeliak. Nominal yang disebutkan tentu lebih besar, dibandingkan pesangon bulanan sebagai akuntan selama tiga tahun ini diperolehnya di perusahaan.
Apa pendapatan sebagai sekretaris pribadi seorang pimpinan utama perusahaan itu besar? Masih tak bisa rasanya tidak terkejut.
"Bu Gauri setuju dengan sistem gaji ini?"
"Saya setuju." Gauri menjawab cepat. Tidak perlu memikirkan ulang. Ia menerima.
"Bu Gauri tandatangani kontrak baru ini, ya. Mulai besok Bu Gauri resmi pindah posisi."
Dengan niatan semakin mantap, lekas saja dibubuhkan tanda tangan pada tablet yang dibawa oleh Bu Eva sebagai legalitas resmi.
"Baik, terima kasih, Bu Gauri."
Pertemuan di antara mereka artinya berakhir. Pemindahan posisinya pun sudah final.
Gauri lekas saja bangun dari kursi. Berjalan cukup cepat keluar dari ruangan Bu Eva.
Melangkah menuju lift, akan kembali ke lantai enam. Pekerjaan yang masih tersisa harus dapat dituntaskannya juga hari ini.
Dan ketika menyadari jika ada seseorang di dalam, saat pintu lift membuka, maka Gauri lebih menaikkan pandangan ke atas untuk bisa melihat semakin jelas sosok itu.
Ternyata, Affandra Weltz.
Mereka saling bersitatap dengan cepat.
Sudah pasti jantung Gauri menjadi berdegup kencang menyaksikan senyum sang mantan suami, walau tercetak tak cukup lebar.
"Tidak ikut?"
Gauri memahami cepat, maka dengan lekas pula masuk ke lift. Berdiri tak cukup dekat. Memberi jarak beberapa meter di antara dirinya dan sang mantan suami.
"Lantai enam?"
"Iya, Pak Affa." Gauri menjawab sopan. Layaknya cara bersikap seorang bawahan yang baik.
Percakapan lanjutan tidak ada. Gauri pun merasa kembali deja vu akan suasana hening seperti ini yang membelenggu mereka.
"Sudah kamu tandatangani kontrak, Gauri?"
Segera dapat mengerti kembali arah dari pembicaraan yang dimaksudkan Affandra lewat pertanyaan diajukan padanya.
Kepala dianggukan penuh hormat. "Sudah saya tandatangani kontraknya, Pak."
"Kenapa Bapak memindahkan saya ke posisi sekretaris Bapak?" Gauri punya kesempatan bertanya, maka akan digunakannya.
"Saya membutuhkan kamu."
Jawaban tak memuaskan, namun Gauri pun menahan diri bertanya lebih lanjut.
"Setelah saya selesai rapat, tolong datang ke ruangan saya, Gauri. Saya butuh bantuan kamu."
"Baik, Pak Affa."
Walau masih ingin memandangi senyuman Affandra, Gauri memutuskan mengakhiri kontak mata. Memindahkan atensi ke pintu lift guna menunggu membuka untuknya.
"Terima kasih, sudah menerima tawaran saya."
Gauri tak menyangka Affandra akan bicara seperti ini. Lebih tidak menduga jika tangannya diraih dan digenggam.
Tangan kiri yang menganggur, dibawa ke perutnya. Ingin sang jabang bayi merasakan kehangatan hatinya karena berkontak fisik dengan Affandra.
Sebatas, jemari-jemari mereka bertaut, dirinya sudah merasa cukup bahagia.
Bahkan, terharu. Mata berkaca-kaca. Hormon kehamilan membuat secara signifikan perubahan suasana hatinya.
....................
Maunya up nanti malam, eh tadi siang kepencet. Ya udah sekarang up aja.
Vote sama komen yok yang banyak, ntar malam up lagi kalau vote udah lebih dari 40.
Kita lihat yok si Bapak bucin dengan physical touch andalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Untuk Mantan Suami
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Pasca bercerai dari Affandra Weltz, Gauri Chandrata mendapati dirinya mengandung bayi sang mantan suami. Tak akan mudah melewati kehamilan hanya seorang diri, namun ia sudah bertekad untuk melahirka...