Part 45

11K 631 12
                                    

"Saya akan sampai di Jakarta besok sore."

"Jangan lakukan provokasi apa pun, sebelum saya di sana, Hem."

Sang adik tiri di seberang telepon hanya berdeham sebagai balasan.

"Jangan gegabah bertindak, kita harus waspada." Berusaha diberikan pengertian dengan lebih tegas, agar Hemmy bisa memahami.

"Setiap tindakanmu, harus kamu pikirkan matang-matang."

"Mereka bukan lawan yang mudah." Affandra menekankan kata-katanya.

Lagi-lagi, hanya balasan singkat yang didapatkan.

"Saya telepon lagi besok."

Tanpa perlu mendengar respons Hemmy Weltz, panggilan pun diakhiri.

Beberapa detik kemudian, pintu kamar dibuka dari luar.

Gauri yang datang.

"Pak Affa sudah selesai mandi?"

Affandra bangun dari kursi, lalu mendekati sang istri yang juga tengah berjalan ke arahnya.

Tentu, ia lebih cepat dapat menjangkau Gauri karena bisa melangkah cepat dibanding wanita itu. Tak ada beban perut besar harus dibawanya.

Affandra takjub dengan sang istri, pasti tidak gampang beraktivitas dengan kehamilan sudah masuk tiga puluh dua minggu.

Entah berapa berat calon bayinya di dalam sana yang membuat sang istri harus berjalan dengan pelan dan juga hati-hati.

Pengorbanan wanita saat mengandung tidak main-main. Gauri begitu hebat. Ia bangga dengan istrinya itu. Dan akan selalu dihargai.

"Pak Affa pasti sudah mandi, ya? Bapak wangi sabun bayi."

Sembari mengangguk, diluncurkan kedua tangan melingkari tubuh Gauri.

Tak bisa erat memeluk, tapi senang perut buncit wanita itu menyentuhnya. Merasakan kehadiran calon anaknya di antara mereka berdua.

Salah satu tangan sudah diluncurkan ke perut sang istri, membelai dengan lembut.

"Apa kamu berharap saya belum mandi?"

"Dan kamu ingin mandi bersama saya?" Affandra tergelitik untuk menggoda.

"Saya bisa mandi lagi, andai benar kamu mau kita mandi berdua, Sayang."

Dilihat pipi Gauri memerah. Wanita itu juga sedikit menunduk untuk beberapa saat.

Lalu, menengadah kembali menatapnya.

"Saya sudah mandi juga tadi, Pak Affa."

"Sudah mandi? Coba saya periksa dulu."

Gauri tersentak seperkian detik, saat mulut sang suami menuju ke lehernya. Menempel di sana, seperti tengah mengendus sesuatu.

Tak lama memang, tapi cukup memberikan pengaruh besar pada jantungnya yang jadi berdetak lebih kencang dibanding tadi.

Satu bulan lebih tidak berjumpa dengan sang suami, menerima sentuhan intim dari pria itu pun terasa sangat menggugupkan untuknya.

Mereka bahkan belum berciuman ataupun terlibat aktivitas di ranjang yang lebih panas.

"Iya, benar, kamu sudah mandi, Sayang."

Gauri diam, tak memberikan tanggapan atas celotehan Affandra. Namun, ia lekas menutup mata saat keningnya dicium dengan lembut.

Sudah pasti debaran di dada mengencang lagi dan lagi. Tak mampu dikontrol degupan untuk kembali pada setelan normal detakan.

"Aroma sabun bayi."

"Bukan sabun bayi, Pak Affa."

"Saya pakai baby lotion." Gauri bicara dengan kedua pipi yang terasa masih panas.

Sementara, Affandra hanya bisa tertawa geli akan kebodohan dalam menebak. Ia cukup payah untuk hal-hal mudah yang seperti ini.

"Pak Affa ...,"

"Hmm?" Dehaman keluar bersamaan dengan kedua tangan kian erat merengkuh.

"Bapak diminta ke meja makan sama Mama."

"Pasta yang Bapak minta sudah selesai."

"Sudah selesai dibuat?"

Gauri mengangguk mantap. "Iya, Pak Affa."

"Oke, Sayang. Ayo, kita makan."

Affandra lekas menggandeng sang istri ke arah pintu guna keluar dari ruang tidur.

Merangkul pun dengan mesra pada bagian pinggang Gauri. Berjalan dengan pelan-pelan untuk menyamai langkah wanita itu.

Mereka sampai di tempat tujuan, tidak lama kemudian. Sang ibu sudah menunggu.

Dilirikkan mata ke atas meja, tersaji beberapa piring berisikan beragam jenis makanan yang diminta. Semua dibuatkan oleh ibunya.

"Terima kasih, Ma."

"Apa ada yang kamu inginkan lagi, Nak?"

Full versi part ini ada di karyakarsa. Link di bio.

Bisa dibeli juga dalam bentuk pdf, pemesanan via WA 081717254225. Only 40k untuk full versi cerita (50 bab) + 10 ekstra part.

 

Pewaris Untuk Mantan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang