Part 44

11.1K 716 27
                                    

"Kamu minta saya beli bunga yang akan dikasih ke Mama?"

"Bukan untuk kamu, hmm?"

Gauri menyengir kian lebar seraya menggeleng pelan.

Tangan masih berkutat membantu sang suami mengancingkan kemeja.

"Kamu juga menyuruh saya beli setelan baru untuk acara makan dengan Mama?"

Gauri merespons cepat dengan anggukan-anggukan mantap. Masih dipusatkan tatapan pada netra Affandra yang juga menatapnya lekat.

Dan belum bisa disudahi tawa menyaksikan ekspresi keheranan suaminya.

Tentu, ada kaitan dengan permintaan yang satu jam lalu ajukan pada Affandra, yakni membeli buket bunga mawar besar. Lalu, menyuruh pria itu membeli pakaian baru.

Semua pun dilakukan oleh suaminya.

"Saya ganti uang Pak Affa, ya."

"Tidak masalah dengan uang yang saya keluarkan, Gauri."

"Saya hanya tidak berpikir kamu minta saya beli bunga dan setelan untuk acara makan siang bersama Mama."

"Saya pikir kita akan pergi keluar berkencan."

Gauri harus kembali tertawa."Maaf, Pak Affa."

"Hari ini, Bapak kencan sama Mama, ya."

Sang suami yang mengangguk-angguk kali ini, tanpa mengeluarkan sepatah kata guna mengomentari jawaban dilontarkannya.

Raut wajah sudah pasrah-pasrah saja.

Gauri gemas melihatnya. Lalu, mendaratkan kecupan kilat di pipi kanan suaminya.

"Pak Affa ganteng banget."

Pujian manis pun menyusul dari mulut Gauri. Kemeja digunakan Affandra dirapikan, walau tak terlihat kusut. Telah selesai pula dikancingkan.

Senyum Affandra mulai terbit.

"Nah, ayo sekarang Bapak ke mobil, Mama pasti sudah menunggu."

"Kamu tidak akan pergi bersama saya dan Mama?"

Gauri menggeleng kecil. "Ini acara makan siang khusus buat Pak Affa sama Mama."

"Nanti malam baru Bapak kencan sama saya."

"Di sana, Sayang?"

Diikuti arah pandang sang suami yang tertuju ke ranjang.

Seketika, ia tersipu. Kedua pipi pasti memerah. Kepala sedikit mendongak.

Apalagi, sang suami sudah melingkarkan tangan-tangan kokoh di tubuhnya.

"Bapak mau minta jatah?"

Gauri telah menengadah agar bisa memandang Affandra.

"Sudah satu bulan saya tidak menyentuh kamu, Sayang."

"Tapi, ada Mama, Pak Affa."

"Kita perlu mencari resort lain?"

Wajah Gauri kian memanas.

"Saya nggak bisa meninggalkan Mama. Saya masih waswas trauma Mama akan kambuh."

Dikira sang suami akan protes atas penolakannya, Affandra justru tertawa.

"Baiklah, nanti malam kamu tidur dengan Mama. Temani Mama."

"Bapak nggak jadi minta jatah?" Gauri bertanya malu-malu.

"Masih bisa saya tahan."

Kemudian, menempelkan bibir hingga beberapa menit di keningnya.

"Yakin tidak mau ikut?"

"Saya mau tidur siang, Pak Affa."

Affandra mengalah. Tak akan memaksa Gauri ikut dengannya jika wanita itu memberikan ruang untuknya pergi hanya bersama sang ibu.

"Saya tidak akan lama keluar."

Dijauhkan diri perlahan. Melepas tak rela rengkuhan karena masih ingin mendekap.

Berjalan perlahan keluar kamar sembari membawa buket bunga yang dibelinya.

"Dada, Pak Affa. Dadaaa."

"Selamat makan siang dengan Mama."

"Dadaaa, Pak Affa!"

Affandra tidak bisa berhenti tertawa melihat Gauri terus melambai-lambaikan tangan dengan semangat seperti anak kecil.

Dan tentu cukup berat rasanya berjalan semakin menjauh dari sang istri, disaat kerinduan terhadap Gauri belum terobati.

Apalagi, tak ada dua belas jam bertemu.

Namun, ia harus membagi juga waktunya pada sang ibu. Pergi makan berdua tak akan lama seharusnya, cukup dua jam.

Sekembali nanti ke resort, akan dihabiskan hingga malam kebersamaan dengan sang istri, sebelum besok siang terbang ke Jakarta.

"Gauri tidak apa kita tinggalkan, Nak?"

Affandra disambut pertanyaan oleh sang ibu, ketika baru saja masuk ke dalam mobil dan duduk tepat di sebelah orangtuanya.

Reaksi cepatnya adalah gelengan pelan.

"Dia ingin beristirahat di resort."

Sang ibu tak bertanya lebih lanjut. Tentu, ia artikan pembahasan mereka sudah selesai.

Affandra lalu menyerahkan buket bunga yang dibawa pada ibunya. Tanpa berkata apa-apa.

Dirinya cukup bingung harus melontarkan kalimat yang bagaimana atas pemberiannya.

Dan untung, sang ibu tak menolak.

"Ulang tahun Mama masih jauh, Affa."

"Gauri yang menitipkan untuk Mama."

"Saya paham Mama lebih suka bunga bank dibanding bunga sungguhan." Affandra pun menambahkan kalimat balasan yang terpikir spontan di kepalanya, hendak bercanda.

Tawa sang ibu pun terlepas.

Full versi part ini ada di karyakarsa. Link di bio.

Bisa dibeli juga dalam bentuk pdf, pemesanan via WA 081717254225. Only 40k untuk full versi cerita (50 bab) + 10 ekstra part.

 

Pewaris Untuk Mantan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang