"Aku telat tiga puluh menit," gumam Gauri dengan tingkat rasa cemas meningkat.Namun, tak ada yang bisa dilakukan selain hanya melihat ke layar ponselnya. Mungkin saja akan ada telepon atau pesan dari sang mantan suami tanyakan keterlambatannya.
Sampai detik ini, belum ada satu pun.
Gauri sebenarnya juga berharap Affandra akan menghubungi dirinya dan meminta membatalkan acara makan bersama.
Pasti, dirinya setuju-setuju saja.
Terlebih, ia tak siap bertemu dengan mantan suaminya, setelah siang tadi yang terakhir, masih sangat mengejutkan untuknya.
Setelah tiga bulan tak bertemu, lalu tidak saling berkomunikasi intens, maka makan malam bersama adalah hal yang aneh.
Mengingat, sikap Affandra mulai tak tertebak. Bisa bersikap dingin, lalu berubah kembali menjadi sosok lembut yang dikenalinya.
"Mbak, sudah sampai."
"Sudah, ya, Mas?" Gauri cukup gelagapan karena ia sibuk dengan pemikiran sendiri.
Namun, berusaha segera turun dari taksi online agar tak membuat antrian di belakang.
Langsung masuk ke dalam restoran, tepatnya bagian resepsionis untuk menanyakan ruang yang dipesan Affandra ada di mana.
Ternyata ada di lantai dua. Berada di sudut.
Setelah mengucapkan terima kasih, Gauri segera naik lift menuju ke tempat tujuan.
Semenit dibutuhkan untuk sampai.
Ruangan VIP reservasi Affandra ada di ujung, ia perlu berjalan beberapa meter kedepan.
Dan setibanya di depan pintu, Gauri diam dulu. Tak lekas masuk karena ingin memberi ketenangan sejenak pada batinnya.
Terlalu gugup bertemu langsung dengan sang mantan suami lagi, sehingga debaran jantung kian kencang. Rasanya tak akan bisa normal.
Mengulur waktu sama saja akan menambah durasi keterlambatannya, maka ia harus cepat masuk ke dalam supaya Affandra tak semakin menunggu lebih lama lagi.
Diketuk pintu tiga kali, baru dibuka pintu.
Mata langsung menemukan sosok mantan suaminya yang duduk di kursi. Penampilan pria itu memukau dengan kemeja hitam tanpa embel-embel dasi ataupun jas membalut.
Affandra jelas sadar akan kedatangannya.
"Maaf, saya telat, Pak." Gauri berucap lirih sembari melangkah mendekati meja makan.
Kedua tangan memegangi perutnya, bukan karena sakit. Namun sebagai gerakan yang refleks untuk melindungi janinnya.
Lebih tepat menyembunyikan.
Memang konyol, mengingat ia memilih jenis kaus longgar yang tak akan sampai membuat perutnya terlihat oleh mata Affandra.
"Tidak apa."
"Bapak dari jam berapa di sini?" Gauri ingin tahu sang mantan suami tiba di restoran.
"Setengah jam yang lalu."
Gauri sudah mendapatkan jawaban, tak akan ditanyakan apa-apa. Itu artinya membiarkan keheningan dimulai karena tidak ada obrolan.
Sudah pasti memperpanjang ketegangan yang membelenggu diri. Dengan beragam pula pemikiran negatif muncul di kepala.
Tentu, mengusik kenyamanan hatinya juga.
Teringat dengan ucapan Affandra tadi siang yang mengatakan jika mereka berdua akan membahas masalah sifatnya pribadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Untuk Mantan Suami
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Pasca bercerai dari Affandra Weltz, Gauri Chandrata mendapati dirinya mengandung bayi sang mantan suami. Tak akan mudah melewati kehamilan hanya seorang diri, namun ia sudah bertekad untuk melahirka...