"Garis dua."
"Garis dua."
"Pregnant."
Tak hanya mata Gauri saja yang semakin membesar membaca tulisan tersebut, tapi juga keseimbangan tubuh terganggu.
Dirinya spontan terhuyung. Nyaris jatuh jika saja tidak ada dinding di belakangnya.
Namun tetap saja, Gauri memerosot ke lantai. Kedua kaki rasanya terlalu lemah untuk tetap berdiri. Terlebih, peningnya kian memburuk.
Perasaan begitu berkecamuk akan hasil yang didapatkan. Batinnya juga terguncang dengan kenyataan bahwa dirinya positif hamil.
Mengandung anak mantan suaminya.
Gauri masih bertanya-tanya kenapa bisa terjadi? Padahal, ia terakhir tidur dengan Affandra, sebelum mereka berpisah. Sudah beberapa bulan lalu.
Gauri sungguh tak habis kira dengan rencana semesta yang membuatnya berbadan dua, setelah menyandang status janda.
Kenapa tidak saat masih menikah saja?
Pasti dengan ada bayi di antaranya dan Affandra, dapat mengikat mereka seumur hidup dalam pernikahan.
Tok!
Tok!
"Gauri? Kamu kenapa lama di dalam?"
"Sudah selesai belum tesnya?"
"Ayo cepat keluar, Gauri. Nggak usah pakai testpack, aku langsung aja periksa kamu."
Celotehan Kenanga di luar sana didengar.
Harusnya, ia segera bangun dan bukakan pintu kamar mandi agar sang sahabat bisa masuk, namun kaki masih sulit digerakkan.
Matanya semakin berair karena sudah tak dapat menahan gejolak perasaan yang mengacaukan suasana hatinya.
Tok!
Tok!
"Gauri, ayo keluar!"
"Kamu di dalam nggak pingsan, 'kan? Aku panik di sini. Ayo dong, kasih aku kabar."
"Aku masih aman, Kena." Gauri menjawab dengan suara cukup lantang agar didengar.
Kalo ini, dirinya berusaha menapakkan kaki di lantai lebih kuat. Setidaknya harus dipakai berjalan ke arah pintu dan membuka kunci agar Kenanga bisa masuk ke dalam.
Walau hanya empat langkah, terasa lumayan susah untuknya lakukan, ditengah tubuh kian lemas dan hantaman pusing di kepala.
Syukurnya, bisa dibuka kunci.
Kemudian, ia memerosot lagi ke lantai. Mata semakin buram oleh banyaknya cairan yang keluar dari kedua netranya. Isakan juga lolos.
"Astaga, Gauri!"
"Kenapa kamu bisa jatuh?"
Bukannya diterima bantuan sang sahabat untuk bangun, malah ditarik Kenanga agar bisa dipeluk kawan baiknya itu.
Tangisan Gauri benar-benar pecah.
Perasaannya kalut. Otak bekerja ricuh dalam memikirkan bagaimana nasib dirinya dan kehamilan kedepan, tanpa ada suami.
Past akani berat melakoni peran ini sendirian.
Sungguh belum sanggup untuk dibayangkan bagaimana akan menghadapi kehidupannya dengan tanggung jawab besar menjaga calon bayi, di dalam rahimnya. Apakah ia bisa?
Lalu, bagaimana dengan lingkungannya? Ia pasti akan menerima banyak cemoohan karena mengandung tanpa ada pasangan.
"Udah mendingan perasaanmu, Gauri?"
Setelah menangis selama beberapa menit, tak membuat batinnya membaik. Namun, ia ingin segera mengatasi masalah ini.
Tentu, artinya harus dikuatkan diri lagi.
Atas pertanyaan sang sahabat, ditunjukkan anggukan pelan seraya berusaha menahan lelehan air mata keluar lebih banyak.
"Hasil semua testpack yang kamu gunakan positif? Kamu benaran hamil, Gauri?"
Kepala digerakannya kembali ke atas-bawah, sebagai balasan pertanyaan Kenanga. Tidak akan menjelaskan dengan kata-kata. Ia belum sanggup untuk bicara banyak sekarang.
"Aku sudah duga. Perubahan fisik kamu kentara, apalagi di bagian panggul."
"Ayo, bangun dulu. Kita lakukan pemeriksaan buat tahu udah berapa usia kehamilanmu."
Kali ini, diterima uluran tangan Kenanga. Ia masih lumayan kesusahan bangun karena pening yang masih mendera, tapi akhirnya berhasil berjalan keluar kamar mandi.
Kenanga pun menggandengnya.
Mereka bersama-sama menuju ke ranjang pasien. Letaknya tak jauh, sehingga bisa segera dijangkau oleh mereka berdua.
Kenanga adalah dokter kandungan. Sudah hampir dua tahun membuka klinik. Jadi akan aman ia diperiksa sahabatnya sendiri.
Didudukkan dirinya atas kasur dengan cukup hati-hati. Kenanga tahu bagaimana prosedur yang baik untuk ia ikuti pertama kali.
"Aku penasaran. Aku boleh nanya?"
Gauri mengganguk pelan.
"Hmm, sesudah kamu pisah sama Kak Affa, kamu belum tidur dengan pria lain, 'kan?"
Kembali, kepala dianggukan oleh Gauri.
"Jadi, kamu hamil anak kakak sepupuku?"
"Iya." Dijawab dengan suara lemah.
"Kak Affa pasti nggak tahu, 'kan?"
"Nggak. Aku belum kasih tahu."
"Aku nggak niat juga untuk kasih tahu Pak Affa. Biar aku saja yang tahu kehamilan ini."
"Apa kamu bisa jaga rahasia ini? Tolong jangan beri tahu siapa pun soal kehamilan aku ini." Gauri meminta sungguh-sungguh.
"Kenapa begitu, Gauri? Kak Affa pasti bakal senang kalau tahu dia mau punya anak."
"Dia sudah dituntut kakek punya cucu."
Gauri menggeleng pelan. "Aku belum siap untuk memberi tahu Pak Affa."
"Entahlah, aku rasa Pak Affa juga nggak mau punya anak dariku." Gauri mempertegas.
"Aku minta tolong rahasiakan kehamilan aku ini, Kena. Aku yang akan urus bayiku sendiri, tanpa Pak Affa."
................
Mau part 2, yok komen yuk.
Kita tunggu Pak Affandra muncul.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Untuk Mantan Suami
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Pasca bercerai dari Affandra Weltz, Gauri Chandrata mendapati dirinya mengandung bayi sang mantan suami. Tak akan mudah melewati kehamilan hanya seorang diri, namun ia sudah bertekad untuk melahirka...