Gauri menepati janjinya kemarin, ia membuat nasi goreng buatannya untuk Affandra.
Tak mudah kali ini, karena pukul empat dini hari, dirinya sudah bangun oleh rasa mual.
Namun memang tak sampai muntah. Hanya berefek malas mengonsumsi apa-apa.
Air mineral masih bisa masuk, dibandingkan jenis makanan lain yang sifatnya berat.
Termasuk nasi goreng dimasak sendiri.
Sama sekali tak disantap. Seleranya sudah hilang, hanya dengan melihat saja.
Namun untuk cita rasa, dijamin lezat. Sangat layak dimakan oleh sang mantan suami. Ia mengikuti resep yang sudah dicatatnya.
Pasti akan disuguhkan masakan terbaiknya.
Terakhir dibuatkan makanan beberapa bulan lalu, rasanya sudah lumayan lama, sehingga tidak ingat kapan hari dan tanggalnya.
Gauri tentu senang akan permintaan sang mantan suami. Selama bisa dikerjakan, maka pantang menolak keinginan pria itu.
Bahkan, masih dapat tergiang-giang di benak bagaimana kalimat pria itu lontarkan dengan nada lembut disukainya, walau suara Affandra termasuk yang cukup berat dan bass.
Ting tong!
Ting tong!
Ting tong!
Gauri harus menghentikan kegiatan menyisir rambut karena telinga menangkap bunyi bel pintu rumah yang berbunyi. Jelas terdengar ke kamarnya karena jarak cukup dekat.
Saat Gauri ingin keluar memastikan siapa bertamu, ponselnya giliran berdering.
Nada yang dipasang khusus untuk nomor sang mantan suami, jadi penanda jelas jika si penelepon adalah Affanda Weltz.
Gauri mendadak tegang.
Dan akan selalu seperti ini reaksinya, ketika harus berinteraksi dengan sang mantan suami, baik langsung atau lewat panggilan.
Tentu tak mungkin diabaikan telepon pria itu.
"Selamat pagi, Pak Affa."
"Pagi, Gauri."
"Apa kamu sudah bangun? Saya di depan pintu rumahmu sekarang. Saya ingin masuk."
Gauri rasanya sudah memasang telinganya begitu baik untuk mendengar apa pun yang dikatakan oleh sang mantan suami.
Namun, masih sulit dipercayai ucapan pria itu. Tak mungkin Affandra datang menemuinya.
Dan mustahil kesalahan pada kedua indera pendengarannya yang memahami makna dari kata–kata diucapkan oleh mantan suaminya.
"Gauri?"
"Iya, Pak Affa?" Dijawab dengan spontan.
"Saya ingin masuk ke rumah kamu, Gauri."
"Baik, saya akan bukakan pintu untuk Bapak."
Telepon diakhiri. Dan kedua kaki pun sudah siap melenggang keluar dari kamar.
Namun hantaman ingatan jika tengah dipakai kaus lumayan ketat yang bisa memerlihatkan perutnya dalam ukuran besar, maka Gauri memutuskan menggantinya lebih dulu.
Dikenakan cepat kemeja kerja longgarnya.
Tak sampai semenit sudah selesai.
Baru kemudian, keluar kamar dan berjalan sedikit cepat ke pintu utama kediamannya.
Detakan jantung mengencang karena tak akan lama lagi berhadapan dengan Affandra.
Dan ketika benar-benar sudah melihat pria itu lewat netranya secara langsung, maka kian gila debaran di dalam dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Untuk Mantan Suami
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Pasca bercerai dari Affandra Weltz, Gauri Chandrata mendapati dirinya mengandung bayi sang mantan suami. Tak akan mudah melewati kehamilan hanya seorang diri, namun ia sudah bertekad untuk melahirka...