"Kamar Ibu Aida berada di ujung, Pak.""Kamar nomor 201."
Sembari berjalan semakin cepat, semua yang dikatakan Bima didengar dengan jelas.
Mata menyaksikan satu demi satu nomor terpasang di pintu. Baru dilihat sampai 198.
Akan kian dekat ke tempat tujuan.
Langkah kaki tambah dipercepat. Tinggal beberapa meter lagi dijangkau kamar hotel yang digunakan oleh sang ibu.
"Benar ini, Pak."
Hanya satu anggukan ditunjukkan pada Bima.
Sang ajudan langsung mengetuk pintu. Dan ia berdiri tepat di depan kamar. Memandang lurus dengan fokus yang intens.
Tak sampai semenit, sosok sang ibu pun telah masuk dalam radar penglihatannya.
Disaksikan nyata raut kekagetan pada wajah orangtuanya. Pasti jelas tidak menyangka akan kedatangannya ke hotel.
Walau mimik keterkejutan masih dengan jelas ditampakkan, sang ibu tetap menyambutnya lewat pelukan hangat seperti biasa dilakukan.
Lalu, ia dibawa masuk ke dalam kamar.
"Baru saja Mama akan memberitahumu jika Mama berada di Jakarta sekarang."
"Saya ingin bicara, Ma." Affandra langsung saja to the point mengutarakan tujuan.
"Kita bisa bicara sambil makan di res–"
"Saya tidak bisa, Ma." Affandra menolak keras dengan nada tegas tak terbantah.
"Apa yang mau kamu bicarakan dengan Mama, Nak? Masalah perjodohan?"
"Sudah berapa kali Mama katakan jika itulah cara agar kamu bisa menjadi legislator? Apa sulit untuk kamu menerima saran Mama?"
"Kenapa Mama datang ke Jakarta? Saya tidak punya acara dengan anggota partai, sampai bulan ini." Affandra bertanya balik.
"Mama tidak punya acara di Jakarta, Mama akan terbang ke Bali untuk hadir di acara pernikahan Gauri dan Hemmy."
"Bukannya Mama sudah bilang kemarin saat meneleponmu, Nak? Tidak ingat, Affa?"
Affandra bungkam. Tak beri jawaban.
Dadanya semakin memanas. Emosi tambah meninggi. Dan mungkin akan terus meningkat karena harus bicara dengan ibunya lebih lama. Mereka belum ke poin utama bahasan.
"Kamu akan datang juga, Nak?"
"Luangkan waktumu untuk datang ke acara pernikahan adikmu, Affa."
"Saya akan datang sebagai pengantin pria dan menikah lagi dengan Gauri bagaimana?"
Ekspresi sang ibu belum berubah. Dikira akan menampakkan kekagetan. Namun malahan tetap pertahankan senyum palsu di wajah.
Bukan ketulusan terpancar, tapi kemisteriusan yang membuatnya merasa semakin ngeri.
"Jangan bercanda, Nak. Itu tidak lucu."
Sang ibu menunjukkan pertentangan antara ucapan dan reaksi. Tawa terlolos dengan keras. Ia tentu merasa semakin terusik.
"Saya tidak bercanda, Ma. Saya ingin menjadi pengantin prianya. Saya yang akan menikahi Gauri lagi, bukan Hemmy," tegas Affandra.
"Tidak peduli dia mengandung anak siapa."
"Saya tidak akan masalah membesarkan anak dari Hemmy. Asalkan saya yang dapat menikah dengan Gauri kembali."
Full versi part ini ada di karyakarsa. Link di bio.
Bisa dibeli juga dalam bentuk pdf, pemesanan via WA 081717254225. Only 40k untuk full versi cerita (50 bab) + 10 ekstra part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Untuk Mantan Suami
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Pasca bercerai dari Affandra Weltz, Gauri Chandrata mendapati dirinya mengandung bayi sang mantan suami. Tak akan mudah melewati kehamilan hanya seorang diri, namun ia sudah bertekad untuk melahirka...