Setelah menaruh kopernya di dalam kamar, Gauri pun meluncur ke ruangan tidur utama ditempati mertuanya.
Bermaksud akan diajak Ibu Aida makan siang. Ia sudah menemukan restoran bagus dekat resort mereka.
Hanya perlu berjalan selama lima menit untuk sampai di sana. Rating di internet bagus, Gauri pun yakin restoran bintang lima itu pasti memiliki makanan-makanan enak.
Tinggal menunggu keputusan sang ibu mertua, jika mau pergi ke sana, maka mereka akan berangkat.
Andai tidak, akan dipesan makanan yang disediakan di resort saja. Gauri sudah menyiapkan opsi cadangan.
Tok!
Tok!
Tok!
Ketukan tiga kali yang wajib dilakukan, sebelum masuk ke ruangan tidur sang mertua.
Akan ditunggu semenit dulu untuk menanti pintu dibuka dari dalam oleh Ibu Aida.
Namun, hampir dua menit berdiri, tak ada reaksi.
Gauri tentu mulai cemas. Belum bisa terbebas dari belenggu ingatan tentang kejadian seminggu lalu, saat trauma sang ibu mertua kambuh.
Gauri memutuskan segera masuk dengan degupan jantung yang kencang. Untung pintu tak terkunci.
"Mama?" Gauri memanggil sopan. Arah berjalan ke ruang dimana ranjang tidur berada.
Tidak ada siapa-siapa di atas kasur.
Gauri jelas semakin panik. Asumsi negatif pun mulai muncul di dalam benaknya.
Setiap sudut ditelusuri. Tentu, dengan langkah kaki yang pelan karena perut kian membesar. Sudah pasti bebannya berat.
Seminggu belakangan, frekuensi pergerakan dari calon bayinya pun semakin meningkat setiap harinya, datang juga secara tiba-tiba.
Menendang-nendang lumayan keras, seakan bermain begitu aktif di dalam perutnya.
Gauri hanya sesekali merasa sakit. Dan ia pun menikmati setiap pergerakan yang calon bayinya tunjukkan.
"Nak?"
Kepalanya menoleh cepat ke asal suara sang mertua terdengar, yakni balkon kamar resort.
Dan benar, Ibu Aida ada di sana.
Pantas saja ranjang kosong. Walau tadi, ia sempat mengira mertuanya di kamar mandi.
Gauri memutar langkah. Menuju balkon guna mendekat ke arah mertuanya.
Bergabung lantas bersama Ibu Aida dalam satu sofa yang berukuran besar, jadi muat untuk mereka berdua. Ia pun disambut oleh senyuman hangat mertuanya.
Hatinya merasa tambah senang. Layaknya seorang anak yang mendapatkan kasih tulus seorang ibu, apalagi selama ini dirindukan.
Satu bulan tinggal dengan sang mertua, jadi momentum berharga setiap hari baginya. Tak ada kebersamaan mereka lalui yang tidak membekas di hati, semuanya berkesan.
"Mama lagi apa?"
Gauri melihat sang mertua merajut, tapi tak tahu apa yang akan dibuat. Ia pun jadi penasaran.
"Kaus kaki dan sarung tangan untuk cucu Mama."
"Anak kamu, Nak."
Gauri kian semringah tersenyum. Tentu, akan dipakai nanti rajutan buatan sang mertua ke buah hatinya jika sudah lahir. Walau masih dua bulan lagi melahirkan.
"Pasti akan bagus." Gauri mengeluarkan pujian.
Sang ibu mertua menambah senyuman.
"Akan muat sampai cucu Mama tiga bulan."
Gauri mengangguk-angguk semangat. "Pasti lucu nanti dipakai sama anak cowok Pak Affa."
Ibu Aida pun tertawa.
"Mama, apa nanti saat saya melahirkan, Mama bisa menemani saya?" Gauri tiba-tiba terpikir saja soal ini.
"Saya pasti akan menemani kamu, Nak."
"Benar, Ma?" Gauri semakin semangat.
Full versi part ini ada di karyakarsa. Link di bio.
Bisa dibeli juga dalam bentuk pdf, pemesanan via WA 081717254225. Only 40k untuk full versi cerita (50 bab) + 10 ekstra part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Untuk Mantan Suami
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Pasca bercerai dari Affandra Weltz, Gauri Chandrata mendapati dirinya mengandung bayi sang mantan suami. Tak akan mudah melewati kehamilan hanya seorang diri, namun ia sudah bertekad untuk melahirka...