"Mama tidak mau mencicipi kuenya? Boleh aku habiskan semua, Ma."
"Habiskan saja, Nak."
"Mama sudah kenyang. Lagi pula, kamu harus makan yang banyak."
"Baik, Ma. Makasih."
Setelah dari rumah sakit, mereka makan di restoran. Kebetulan ada beragam cakes yang menggugah seleranya. Beberapa dibeli.
Ada tiga buah. Dan sudah dimakan dua.
"Saat Mama hamil Affa, Mama tidak suka makanan manis. Beda denganmu, Nak."
"Makanan apa yang Mama suka waktu itu?"
"Makanan yang agak pedas dan gurih."
"Makanan yang pedas, ya? Tapi, Pak Affa nggak bisa sama makanan yang pedas, Ma."
"Ah, maksudnya Mas Affa." Gauri meralat panggilan yang keliru dilontarkan.
"Affa payah sejak kecil, Nak. Tidak bisa makan yang terlalu pedas. Dulu bahkan menangis saat ditantang Hemmy makan cabai."
Sang mertua tertawa, ia pun ikut.
Senang rasanya bisa menyaksikan Ibu Aida bercerita dengan ceria. Senyum yang terus mengembang di wajah sang mertua.
Hari ini, ditemani Ibu Aida pergi ke rumah sakit untuk terapi. Hanya berdua, dengan Ibu Aida yang membawa mobil.
Untuk hasil dari sesi terapi, dokter bilang jika mental mertuanya jauh lebih membaik dari sebelumnya. Ia bersyukur akan hal ini.
Trauma berat dialami Ibu Aida, diyakininya pasti akan bisa hilang. Walau prosesnya akan panjang dan memakan waktu tak cepat.
Luka batin yang begitu mendalam karena masa lalu menyakitkan, memang perlu ekstra usaha untuk disembuhkan.
Mertuanya hebat bisa bertahan sejauh ini, dengan segala cobaan yang pasti tak mudah.
Gauri begitu mengagumi ketegaran Ibu Aida.
Dulu saat pernikahan pertamanya dengan Affandra, pikiran dipenuhi penilaian yang negatif tentang sang mertua karena tidak bisa menerimanya sebagai menantu.
Namun kini, setelah hampir dua bulan tinggal bersama Ibu Aida, Gauri merasakan nyata kasih tulus ditunjukkan mertuanya.
Perhatian yang besar setiap harinya tiada henti. Ia juga dimanjakan dengan beberapa kali dibelikan pakaian dan perhiasan.
Tiga hari lalu, bahkan sebuah apartemen mewah dipesan sang mertua atas namanya.
Saat di Phuket, ia juga diberikan black card oleh Ibu Aida yang saldonya dalam bentuk valas dan berjumlah ratusan ribu dollar.
Gauri tak terlalu berharap menikmati harta keluarga Weltz, tapi menolak sama saja tak menghargai hadiah-hadiah Ibu Aida.
Enggan ditimbulkan konflik apa pun dengan mertuanya, hanya karena merasa sungkan menerima pemberian yang berlebihan.
"Besok kita pergi ke mana bagusnya, Nak?"
Gauri memfokuskan seketika pandangan ke sang mertua yang tengah menyetir.
Di usia enam puluh satu, sang mertua masih sangat cekatan dan energik mengemudi.
Sayang, ia belum memiliki lisensi menyetir internasional, sehingga tak bisa bergantian dengan Ibu Aida mengemudi.
"Kita akan jalan-jalan, Ma?"
Pertanyaannya mendapat segera respons anggukan dari Ibu Aida. Tapi tak menoleh padanya karena berkonsentrasi mengemudi.
Gauri lantas memikirkan cepat tempat yang sekiranya bagus dikunjungi, selain mall dan restoran kelas atas yang sudah beberapa kali mereka berdua pernah datangi.
"Universal studio, Ma?"
"Ke sana, Nak? Mama tidak mau kamu naik wahana-wahana yang menyeramkan dan ekstrem ada di sana."
"Tidak cocok wanita yang sedang hamil."
Gauri tertawa pelan. Merasakan sikap sang ibu mertua yang kian protektif dari jawaban dilontarkan. Ia tidak akan bisa membantah.
"Aku pikirkan dulu kita pergi kemana, Ma. Aku belum tahu enaknya jalan-jalan kemana."
"Iya, Nak. Pikirkan saja dulu."
"Gauri ...,"
"Ada apa, Ma?" Disahuti segera panggilan sang ibu mertua. Atensi masih ke Ibu Aida.
Senyuman mertuanya mendadak hilang. Ia pun dibuat seketika tidak enak hati.
Firasat juga mulai buruk.
"Mama akan sedikit mengebut, kamu harus berpegangan dengan erat, Nak."
"Baik, Ma." Dituruti cepat perintah Ibu Aida.
Duduk lebih rileks menyandar di jok mobil.
Tangan kanan memegang handle pintu cukup erat. Yang lainnya ditaruh di perutnya.
Kecepatan kendaraan memang bertambah, tapi masih dalam batasan yang bagi Gauri tidak menimbulkan ketegangan.
Tak mengebut seperti balasan di sirkuit.
Namun, ia tetap memilih bersikap waspada. Terutama menjaga calon bayinya agar tetap aman dari benturan sekiranya bisa terjadi.
"Jalang itu sungguh mengikuti kita, Nak."
"Jalang? Siapa, Ma?" Gauri pun bergidik.
"Nana Dermawan."
Full versi part ini ada di karyakarsa. Link di bio.
Bisa dibeli juga dalam bentuk pdf, pemesanan via WA 081717254225. Only 40k untuk full versi cerita (50 bab) + 10 ekstra part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Untuk Mantan Suami
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Pasca bercerai dari Affandra Weltz, Gauri Chandrata mendapati dirinya mengandung bayi sang mantan suami. Tak akan mudah melewati kehamilan hanya seorang diri, namun ia sudah bertekad untuk melahirka...