"Lima sore? Ya, ampun." Gauri meninggikan suara karena kaget melihat deretan angka di ponselnya yang menunjukkan waktu saat ini.Mata sudah jelas membeliak lebar.
Gauri berencana hanya tidur siang selama satu jam karena badan dan pikirannya lelah, ia terlelap hampir dua jam lebih lama.
Gauri lantas teringat keberadaan Affandra. Netra melirik ke sisi kasur di sebelahnya.
Tak ada sosok sang suami. Menandakan jika Affandra sudah meninggalkan apartemen.
"Kenapa dia nggak pamitan?" Gauri kembali sensitif dan matanya jadi berkaca-kaca.
Kemudian, diperiksa handphone guna dicek adakah pesan masuk dari Affandra.
Ternyata, lebin dari lima pesan.
Satu per satu dibaca dengan saksama agar tak sampai salah dalam mengartikan.
Semua merujuk pada satu kesimpulan yakni Affandra sudah kembali ke Indonesia.
Sementara, dirinya akan tetap menjalankan rencana yang sudah dibuat oleh sang suami.
"Ibu Aida." Gauri langsung teringat dengan sang mertua, maka dari itu nama tergumam.
Otak memerintahkannya untuk segera keluar kamar dan memastikan keberadaan ibu dari sang suami. Tapi, ia tak mungkin saja pergi dengan kondisi yang masih acak-acakan.
Gauri memutuskan mandi kilat. Hanya sekitar lima menit. Rekor tercepat sejauh ini.
Diganti segera pula pakaian. Baju kaus santai dan celana panjang katun yang tak ketat pada bagian panggul agar perut tidak terjepit.
Rambut diikat kuda secara rapi. Wajah tanpa polesan krim sama sekali, tapi tetap segar.
"Rileks sejenak," ujar Gauri seraya duduk di tepian kasur dengan posisi paling nyaman.
Napas diatur berulang. Dalam upaya untuk meraih ketenangan lebih banyak. Harus bisa disingkirkan ketegangan membelenggu.
Selama lima menit dilakukan meditasi singkat karena tak bisa dibuang banyak waktu lagi.
Mesti segera keluar dan menemui sang ibu mertua, sekalipun belum siap hatinya.
Mungkin efek terlalu memikirkan keras akan bagaimana tinggal selama dua bulan dengan Ibu Aida, membuatnya kian gugup.
Tok!
Tok!
Tok!
Napas Gauri sempat tercekat, ketika ketukan pintu yang sedang didengar, tidak salah kedua telinganya dalam menangkap.
Benar-benar sedang terjadi, bukan delusi.
Degupan jantung mengencang kembali. Dan penerapan ketenangan hasil meditasi seperti tak bisa diberlakukan sekarang.
Tok!
Tok!
Tok!
Gauri memilih segera bangkit dari posisinya. Berjalan cukup cepat ke arah pintu.
Tiga detik kemudian, sudah dibuka dengan lebar sehingga menampakkan jelas sosok sang ibu mertua yang memakai celemek.
"Selamat sore, Ibu Aida." Gauri pun menyapa lebih dulu dengan penuh hormat.
Pandangan tak berani diarahkan pada wajah ibu mertuanya. Sedikit ditunjukkan kepala.
"Saya kira kamu belum bangun."
Gauri mengembuskan napas spontan, ketika merasa lega akan jawaban sang ibu mertua.
Nadanya biasa, tak dingin ataupun sinis. Dan masih belum berani ia menatap tepat pada sepasang netra mertuanya itu.
Gauri takut saja sikap Ibu Aida akan berubah. Walau terakhir bertemu, saat prosesi upacara pernikahan di Bali, mertuanya bersikap baik.
Dan tentu baru seminggu berlalu.
"Saya sudah bangun dari tadi. Maaf, saya belum keluar dari kamar sejak siang."
"Saya baru selesai mandi, Ibu Aida." Gauri menambahkan sebagai pelengkap.
"Ikut saya, Gauri."
Full versi part ini ada di karyakarsa. Link di bio.
Bisa dibeli juga dalam bentuk pdf, pemesanan via WA 081717254225. Only 40k untuk full versi cerita (50 bab) + 10 ekstra part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Untuk Mantan Suami
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Pasca bercerai dari Affandra Weltz, Gauri Chandrata mendapati dirinya mengandung bayi sang mantan suami. Tak akan mudah melewati kehamilan hanya seorang diri, namun ia sudah bertekad untuk melahirka...