05

1.2K 80 2
                                    

Jangan lupa voted dan comment untuk mendukung cerita ini tetap lanjut dan membuat aku semngat ya, love you all ❤️
.
.
.

Sephia merasakan kepalanya saat ini begitu pening, memijat-mijat pelipisnya berulangkali pun tak ada khasiatnya. Ditambah suara teriakan dan tangisan dari beberapa anak didiknya yang gaduh, membuat satu titik berkedut ngilu di puncak kepalanya. Ia kemudian melepas sebelah earpeace nya, menurutnya mungkin mendengar dengan satu telinga sudah cukup.

"Oke, anak-anak. Silahkan kumpulkan hasil gambar kalian ke meja sekarang ya! Coba Miss Mau melihat apa yang kalian gambar." Sephia menguatkan tubuhnya agar kembali pulih.

Gegas, para anak itu berkerumun dalam sekejap di mejanya. Adu kecepatan untuk menjadi yang pertama memperlihatkan hasil gambarnya kepada guru mereka.

"Baris ya," seru Sephia dengan mengatur posisi para anak itu agar tertib.

"Miss, Riko menggambar kuda di langit!" tawa seorang bocah mengejek gambar temannya.

"Ini burung! sudah berapa kali aku bilang ini burung!" Anak bernama Riko itu terduduk memegang lututnya sambil menangis.

"Gambar burung tidak seperti itu! gambar mu jelek!"

"Tidak apa-apa, namanya belajar ya. Mirip tidak mirip tidak jadi masalah, yang penting usahanya," jawab Sephia berusaha menenangkan anak laki-laki itu.

"Anak laki-laki tidak boleh menangis, harus kuat ya!" Sephia memeluknya erat.

"Dia cengeng, Miss!" Raline ikut meledeknya.

"Sssttt. Tidak boleh begitu, harusnya jika ada teman yang bersedih itu kita hibur." Sephia merangkul Raline agar mendekat pada Riko untuk mengajarkan ia cara berteman dengan membantu menghiburnya.

*****

"Sa? Lo disini?" tanya Liam menepuk pundak Kakaknya yang sedang memakan beberapa makanan berat di kantin sekolah Raline.

"Hmmm."

"Ngapain?"

"Jemput Raline, siapa lagi."

"Tumben Lo peduli sama adik tiri Lo," sindir Liam ikut bergabung di mejanya, sementara Musa tak merespon apapun.

"Gue mau jemput pacar gue, Sephia." Liam bercerita tanpa ada yang bertanya.

"Oh." Suara piring dan sendok yang saling bertabrakan terdengar lebih nyaring.

"Gimana menurut Lo pacar gue? cantik kan?" tanya Liam menyombong.

"Kebetulan Lo bahas itu, gue pengen tanya."

"Tanya aja."

"Lo yakin sama Sephia? maksud gue, Lo yakin mencintai Sephia? secara gue tau banget Lo. Selera cewek Lo bukan gadis mungil yang polos." Sengatan antara dua pasang mata yang saling beradu itu mengisyaratkan bahwa pembahasan mereka serius.

"Itu poinnya, ketika Lo tahu sebrengsek apa gue dulu. Terus tiba-tiba gue kembali ke jalan yang benar hanya Karena gadis mungil dan polos itu, Lo harusnya seneng dan dukung gue."

Kisah Seusai Pisah  (BAGIAN II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang