14.

907 65 12
                                    

Selamat hari Selasa!!!

Inspirasi lagi ngalir banget, voted dan komennya ditunggu yaa!!

happy read
.
.
.

"Ternyata kamu sembunyi disini," gumam Sephia ketika melihat Musa duduk sendirian di dalam bus, sementara semua orang mengikuti kegiatan rekreasi.

Musa meneguk kopinya, "aku akan terlihat seperti Papa muda jika bersanding dengan kerumunan Ibu-ibu itu."

"Kamu sendiri ngapain disini?"

"Istirahat sebentar, boleh kan?" jawab Sephia menyindir.

"Lakukan aja."

"Jadi boleh aku tanya apa alasan sebenarnya kamu bersedia menemani Raline?"

"Kamu jangan geer, Sephia." Musa memperingati dengan menatap Sephia seksama.

Sementara itu, Sephia duduk di samping Musa merogoh sesuatu dalam saku blazernya.

"Mau?" Sephia menawarkan sebuah marshmellow yang berada di genggamannya.

Pria itu mengambilnya satu dan langsung melahapnya dalam satu suapan, "semenjak kita bertemu lagi, sepertinya kita belum sempat membicarakan tentang kita."

"Ya kamu benar," aku Sephia.

"Jadi bagaimana perasaan kamu ketika kita bertemu lagi?" Musa membuka pembicaraan mereka.

"Kamu tahu? bahkan ketika posisi ku adalah seorang penjahat yang meninggalkan kekasihnya lalu menipunya seolah dia sudah mati. Nyatanya selama bertahun-tahun itu aku berharap kamu menemukan aku."

"Saat kita bertemu lagi, aku tidak terkejut. Karena aku tahu hari itu akan tiba," lanjut Sephia

"Jadi sekarang kamu menyalahkan aku yang terlambat menemukan kamu?" dahi pria itu berkerut tipis merasa disalahkan.

"Bukan, aku hanya ingin memperlihatkan betapa serakahnya aku."

"Kamu sendiri? gimana perasaan kamu saat melihat orang yang sudah mati berdiri dengan sehat di depan kamu?"

"Bingung, marah, kesal. Rasanya seperti aku ditipu oleh satu dunia, hanya aku yang tidak tahu. Aku merasa sangat emosi sampai hampir menyakiti Papa."

"Tapi rasa itu hilang tertimbun oleh rasa yang lebih besar...rasa rindu."

"Aku bahkan sudah menyiapkan jawaban jika sewaktu-waktu kamu minta penjelasan, tapi sepertinya kamu sudah tidak membutuhkan itu lagi," ucap Sephia terseyum tipis.

"Ya, aku sudah tidak membutuhkannya. Aku tahu semua ini rencana orang tua kita, semua sudah berlalu."

"Maaf..." lirih suara itu terdengar haru dari mulut Sephia memancarkan penyesalan.

"Harusnya aku gak ninggalin kamu," tambahnya lagi.

"Aku mengerti, dengan kondisi aku saat itu yang memburuk dan tak terkendali. Aku mengerti kamu akan takut dan trauma, aku tidak sepenuhnya menyalahkan kamu," sanggah Musa mengusap kedua bahu Sephia.

"Kamu gak benci sama aku?"

Musa menggeleng.

"Kamu gak marah?"

Musa menggeleng kedua kalinya, kemudian fokusnya terbagi pada alat dengar yang menyumbat kedua telinga Sephia dan menyentuhnya hati-hati.

"Kamu sudah banyak menderita," ujar Musa.

"Aku sudah mulai terbiasa kok," kekehnya sambil mencoba mengikat rambutnya, namun ia kesusahan sebab blazernya terlalu ketat sehingga mempersempit ruang gerak dirinya.

Kisah Seusai Pisah  (BAGIAN II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang