43.

442 36 1
                                    


Sudah beberapa menit semenjak mobil sudah meninggalkan area restoran, menjumpai rasa kekosongan walaupun di dalamnya terdapat tiga nyawa. Musa hening menatap deret rerumputan malam yang gemulai dari dalam mobil, pun Sephia yang masih tersedu-sedu memikirkan hal memalukan tadi. Pastilah saat ini para teman kuliahnya sedang membicarakan dirinya, dan membenci dirinya sebab menghancurkan acara yang semula hangat itu berubah tragis karena seorang pria yang apinya sedang berkobar mengamuk karena cemburu.

"Jadi....kita akan kemana, Bos?" Suara Jere mengakhiri keheningan sambil menatap wajah sayu Bos nya melalui spion.

"Apartemen gue," jawab Musa.

"Tidak, antarkan aku dulu pulang," sanggah Sephia dengan suara parau menarik ingus beberapa kali.

"Gue bilang ke apartemen! Kita masih harus bicara," Tegas Musa ketika dirasa Jere lebih menuruti Sephia.

Jere kembali memutar stir nya membalik arah menuju apartemen Musa.

"Apa yang harus dibicarakan lagi? Hari ini aku sudah cukup malu karena kamu," pekik Sephia.

"Jadi kamu malu?"

Sephia membisu dengan tangis yang ia tahan agar jangan sampai terisak.

"Dan kamu!  berhenti menangis karena itu membuat aku semakin terlihat keji." Musa memutar bahu nya sarkas pada Sephia dengan sesekali menunjuk-nunjuk.

Sephia gemetar hatinya, sembari mencengkram erat sisi pakaian, "you are toxic!"

"Yes i am!  I'm a fucking toxic! Tapi aku gak sendirian karena kamu pun begitu!"

Dahinya menegas, "aku? Toxic? Dari segi mana aku seperti mu?"

Musa berdecih, sebelah bibirnya menyungging memperlihatkan deret gigi mulus nan putih, " tadinya aku tidak mau membahas ini, tapi jika kamu mendesak aku akan menjelaskan tiap-tiap sifat toxic kamu itu dari dulu hingga sekarang!"

"Perempuan baik mana yang pura-pura mati agar dapat meninggalkan pacarnya dengan tentram, lalu berpacaran dengan adik mantannya sendiri! Perempuan baik mana yang terus saja mendesak pacarnya berubah seperti malaikat yang sempurna! Perempuan baik mana yang setiap ada masalah dalam hubungan selalu meminta putus!"

"Cukup_" potong Sephia.

"Kamu membuat ku meninggalkan dunia ku, meninggalkan semua orang-orang yang sudah berjuang dengan ku dari Nol sehingga aku menjadi miskin seperti sekarang. Kamu selalu saja menekan ku untuk sempurna, dan ketika aku pun melakukan satu kesalahan, HANYA SATU, Sephia. Kamu seolah merugi dan lekas ingin meninggalkan ku!" 

Rinai matanya kembali mengembun atas kalimat Musa, "berhenti aku bilang."

"Ya kamu, yang sekiranya ada sepuluh kali meminta putus hanya karena aku yang tidak sesuai ekspektasi mu. Seperti sekarang pun kamu kecewa pada ku hanya karena aku tidak bisa melihat kamu menyentuh, disentuh, atau bersentuhan dengan laki-laki lain, kamu berharap aku diam, Sephia?" Sarkas sekali ucapan Musa dengan tatapan tajam dan membesar yang tak pernah berpaling dari mata Sephia.

"Mungkin aku memang bisa berubah dari segi apa pun, tapi perihal cemburu, aku tidak bisa, Sephia," pungkasnya mengacak rambutnya sendiri sebab frustasi.

"Aku tidak melakukan hal tercela disana! Aku hanya menari!" Jawaban yang diiringi dengan isakan itu berhasil membuat amuk Musa semakin meluap.

"Kamu bilang apa?" Musa menekan kedua pundak Sephia tak peduli jika gadis itu kesakitan.

"Hanya menari? Hanya kamu bilang? Lalu bagaimana jika tadi aku tidak disana? Apakah kalimat hanya menari dengan lengan keparat itu yang melingkar di pinggang mu sambil meliuk-liukan badan akan berubah menjadi adegan mesra di ranjang_"

Kisah Seusai Pisah  (BAGIAN II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang