20.

849 43 3
                                    

Yuhuuu ada orang?? masih ada yang nungguin Musa dan Sephia? maaf ya update kali ini agak lama. Biasa, urusan manusia wkwk. Chapter yang mulai gelap nih, siapkan diri kalian untuk kecanduan baca. Love you❤️

happy read
.
.
.

Dua pasang mata itu berpandang sama menyerbu pada para pekerja yang tampak sibuk mengisi lahan kosong, dengan bangunan megah yang nantinya akan menjadi cabang restoran Musa. Sephia menyenderkan kepalanya pada bahu Musa kala pria itu menjelaskan progres hidupnya, sambil memindai ini dan itu.

"Siang, Boss," sapa Jere mematut senyum pada atasannya itu.

"Sayang, ini kenalkan. Sekretaris ku, Jere." Musa mencoba menghubungkan keduanya.

"Oww, hai! aku Sephia," sapanya ramah.

Jere membungkukkan tubuhnya tanda hormat, "senang berkenalan dengan Nona."

Sephia mengibaskan tangannya, "Jangan panggil aku seperti itu, panggil aja Sephia."

"Nggak! dia memang harus memanggil kamu seperti itu, sebelum nantinya berubah menjadi Nyonya Mahesa," sanggah Musa sambil menarik pinggang Sephia tanpa ragu.

"Terdengar aneh," kekeh Sephia.

"Tidak akan aneh jika sudah terbiasa."

"Jadi bagaimana progres pembangunan ini, Jere?" tanya Musa pada Jere.

"Saya menambahkan setidaknya sepuluh pekerja, atas perintah Bos yang ingin mempercepat peresmian. Dan masalah aplikas_"

"Kita bicarakan yang itu nanti," potong Musa saat Jere berupaya membahas mengenai bisnis ilegal mereka.

"Sisanya aman, Bos."

"Yaris?"

"Saya sudah menyuruh anak buah saya untuk mengurusnya, menempel padanya memperhatikan setiap gerak-gerik. Tapi tidak ada yang salah, Bos."

"Terus awasi," jawab Musa.

"Siapa Yaris?" tanya Sephia.

"Salah satu pekerja, kami memberi dia pekerjaan karena kasihan padanya. Dia seorang imigran gelap yang menjadi gelandangan di Kamboja, tapi aku harus tetap menyelidikinya, " jelas Musa, dan dijawab anggukan oleh gadisnya.

"Bos mau saya menemani berkeliling melihat-lihat?"

"Mau!!!" sahut Sephia cepat dan bersemangat.

"Hati-hati banyak paku," sambar Musa menyentuh pundak Sephia agar dia tetap tenang.

"Kalau begitu mari lewat sini," ucap Jere memandu.

"Aku yang jalan duluan!" tegas Musa memperingati sebab Sephianya terlihat sangat ceroboh.

Sepanjang jalan menyusuri tiap-tiap ruangan yang belum rampung itu, dengan kaitan tangan Musa dan Sephia yang tak pernah terlepas.

"Nanti kalo ini sudah jadi, aku tidak usah bolak-balik ke Kamboja lagi. Akan disini bersama kamu," celoteh Musa dengan senyuman mesra.

"Terus, yang mengurus di Kamboja?"

"Ada tangan kanan ku," jawabnya singkat.

"Bos, lihat!" seru Jere sedikit berlari untuk cepat menggapai Musa setelah mendapatkan pesan dari anak buahnya.

"Ada apa?" Mereka berdua sedikit menepi, meninggalkan Sephia yang sedang asyik memainkan kameranya.

Alis itu berkerut dan tercampur dengan kemarahan kala melihat rekaman dari kamera yang Jere pasang di sebuah pulpen tempat meja kasir Yaris, memperlihatkan anak itu yang sedang mengobrol dengan seseorang melalui ponselnya. Terdengar sangat jelas sampai memekik di telinga Musa, saat Yaris meminta waktu lebih lama untuk memata-matai bisnis Musa sebab ia belum menemukan celah untuk berhasil naik ke Platinum room dan memastikan usaha apa yang Musa jalani disana sehingga membuatnya sukses.

Kisah Seusai Pisah  (BAGIAN II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang