42.

489 43 3
                                    

"Bos!" Rengkuh Harper saat ia baru tiba untuk menjenguk Musa.

Air matanya jatuh, dan menampilkan gestur wajah kesedihan yang lebay. Musa gegas mendorongnya jauh, walaupun pria itu masih merengek.

"Maafkan saya baru bisa menjenguk hari ini," kilahnya menciumi punggung tangan Musa, sementara Musa segera menarik lengannya kembali sebab terasa hangat, basah dan menjijikan dari air mata dan air liur Harper yang terus saja menangis sambil menganga.

"Jauhkan liur lo itu karena najisnya sudah seperti anjing," pekik Musa memegangi lengannya, lalu menyekanya dengan tisu.

Mendadak Harper terlihat girang dan tertawa sambil merengkuh kembali Bosnya, "Bos sudah bisa mengumpat itu berarti Bos sudah sehat!"

"Semenjak dia baru saja bangun pun, dia sudah bisa mengumpat asal lo tahu," sambar Liam dengan kekehan. 

"Benarkah? Bos memang kuat!" Jempol Harper melekuk jelas disana.

"Dia memang kuat," lanjut Liam.

"Rasa-rasanya saya ingin sekali menjejali mulut Lucky dengan tanah, memutar lehernya hingga patah dan menendangnya pada lubang kotoran!"

"Satu lagi! Menembak kepalanya hingga pecah!" Sambung Harper menggerutu dengan satu tangan terkepal.

"Ngomong-ngomong tentang dia, gue ingin kalian mencari tahu sesuatu." Musa beranjak dari tidurnya menjadi duduk tegap.

Jere mendekat sambil memasukan lengannya ke saku celana, sementara Harper lebih mendekatkan telinganya pada posisi Musa.

"Tempo hari, Lucky sempat menyinggung masalah kebakaran rumahnya. Ia menuduh gue yang membakarnya, dia juga menuduh gue atas peristiwa bunuh diri Larosa."

"Cari tahu penyebab pasti atas dua insiden itu, gue hanya tidak mau seumur hidup Lucky salah paham pada gue," lanjutnya.

"Iya, Bos. Karena setahu saya, memang Larosa sedih saat ditolak oleh bos berkali-kali. Tapi melihat dia adalah perempuan yang kuat, sepertinya tidak mungkin dia mengakhiri hidupnya karena itu." Harper mengusap dagunya secara berkala.

"Dan tentang kebakaran itu terjadi setelah dia melaporkan kita ke polisi, jadi saat peristiwa itu Bos sudah melarikan diri ke Singapore." Jere menambahkan argumen Harper.

"Intinya cari tahu semua itu, " tegas Musa yang kemudian mendapat jawaban anggukan serempak dari kedua bawahannya.

"Sebenarnya hidup seperti apa yang lo jalani sehingga masalah rumit selalu saja melingkari lo," gumam Liam sambil terduduk menatap Kakaknya dari tepi sofa.

"Pada saat itu lo masih terlalu kecil untuk mengerti kehidupan orang dewasa," jawab Musa.

"Bukankah sekarang gue sudah cukup dewasa untuk mengetahui semuanya?" Tanya Liam menautkan kedua tangannya sendiri.

"Gue bandar judi, Bos para gangster, sekaligus rentenir." Musa menjawab dengan bibir terlihat ringan saat mengatakan profesi ilegal itu.

"Dan terkadang juga gue membunuh orang yang tidak sanggup membayar hutang, atau yang berkhianat."

Liam dengan ekspresi menegang itu berupaya menjawab, "l_lo apa? Judi? Membunuh?"

Harper menepuk bahu pria itu dengan kekehan, "tapi belakangaan ini dia melepaskan semua profesi yang selama ini sudah membuatnya sekaya sekarang sebab permintaan Nona Sephia."

Liam menelaah manik mata Musa.

"Serigala liar dengan jiwa monster itu kini sudah menciut menjadi manusia biasa, dan hanya sekedar bussines man," lanjut Harper sambil menyuapinya dengan buah apel ke dalam mulut Liam yang menganga.

Kisah Seusai Pisah  (BAGIAN II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang