39.

441 30 1
                                    

Selamat malmingan!!
.
.

"Dia tak ada dimana pun!"

"Sekolah dan di rumah, sejak pagi dia tidak pernah tiba di rumah!" Martin membentaknya cukup keras.

Wajah Musa kini serupa bak elang dengan tatapan tajam dan paruh runcing,  jantungnya berpacu sebab geram meradang, "fuck! Siapa yang berani mempermainkan ku!" 

Tangannya mengepal hebat hingga sanggup meretakan layar ipadnya, kali ini ia benar-benar mengamuk.

"Pak Martin harap tenang, kami pun tidak tahu keberadaan Nona Sephia. Mari duduk dulu, Bos akan mencari solusinya." Jere bersusah payah memutar otak untuk merangkai kata agar bisa membenahi situasi itu. 

Sementara Musa sibuk mencari riwayat pesan yang dikirim dari pembunuh Yovie, ia yakin pasti dia yang menculik Sephianya. 

"Dimana lo sembunyikan Sephia!" Kecamnya dengan keras saat panggilan sudah tersambung pada pria misterius itu.

Di seberang sana, hanya terdengar kekehan yang mengejek, "tumben sekali Bos menghubungi orang hina seperti gue."

"Gue tidak mau berbasa-basi!"

"Sepertinya Sephia tidak sepenting itu bagi lo, Bos. Sampai lo sendiri baru menyadari sekarang bahwa wanita lo hilang sedari pagi"

"Jawab atau gue akan benar-benar mengamuk!"

"Beginikah cara lo untuk membujuk? Rasa-rasanya gue semakin ingin lebih menyakitinya."

"Lo bermain dengan orang yang salah_"

"Bos, Harper telah melacak keberadaannya dari nomor telepon ini," senggol Jere.

"Kita bahas masalah kita hanya berdua, gue sudah mempersiapkan segalanya jika lo membawa rombongan."

"Shut up, bitch! Its fucking noisy like the sound hell!" Pekiknya menutup sambungan sepihak.

Martin memburu posisi Musa dengan resah, "dimana? Dimana Sephia!"

Musa membiarkan kala pria tua itu mengangkat kerah mantelnya dengan kuat tanda kemarahan, hingga beberapa kali pun mengancamnya, Musa tetap diam berusaha menahan semua amarahnya.

"Saya akan bereskan semuanya, Om."

"Setiap berhubungan dengan kamu, Sephia selalu celaka! Tulang punggung retak, hampir mati, dan cacat permanen. Tidak kah kamu kasihan melihatnya?" Martin berkaca-berkaca sebab merasa kasihan dengan putrinya yang malang.

Musa menghirup nafas dengan kasar, dalam keadaan seperti ini pria tua itu masih saja mengungkit masa lalu. Bukankah harusnya dia fokus saja menemukan anaknya? Bila terus seperti ini, kelamaan Musa tak tahan ingin menendang tulang keringnya lalu mematahkan rahangnya agar tidak bisa berbicara sekalian. 

"Om, saat ini saya hanya ingin menemukan Sephia. Tenanglah!" Musa meremas pelipisnya sambil berusaha menghubungi seseorang.

"Halo, Nak."

"Pah, aku butuh bantuan."

******

Di sebuah dermaga terbengkalai, dalam kesunyian dengan musik latar belakang ombak yang tenang. Sephia masih membeku terbius situasi yang sedang terjadi pada dirinya, dengan kedua tangan dan kakinya diikat erat menggunakan tali tambang. Tubuhnya juga diikat pada motor yang sudah menghadap pada laut, begitu dekatnya hingga jika dia bergerak sedikit saja akan langsung tercebur dan tenggelam ke bawah sana. Ia baru terbangun ketika tadi pria misterius itu membiusnya sampai pingsan, dan begitu terkejut ketika ia menatap hamparan laut sunyi nan mengerikan.

Kisah Seusai Pisah  (BAGIAN II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang