07

1.1K 79 10
                                    

  Hai semua, part kali ini kayaknya akan one shoot ya. Semoga suka
.
.
.

Sepulangnya dari restoran itu, Sephia membawa motornya begitu pelan sebab terus saja memikirkan salah dan benar atas apa yang dilakukannya. Ia merasa bersalah telah menyembunyikan rahasia besar pada Liam, apakah seharusnya dia menceritakannya pada Liam? bahwa mantan yang selama ini begitu susah ia lupakan sehingga ia menutup hati selama bertahun-tahun itu adalah Kakak kandungnya.

Namun ditengah perdebatan dengan otaknya, ia begitu kaget sebab lampu motornya tak sengaja menerpa wajah seseorang yang ia kenal, dia sedang berjongkok di depan pintu rumahnya. Padahal saat itu udara malam sedang dingin, pria itu bangkit dengan wajah yang begitu lusuh dan sorot mata yang pilu.

"Musa?"

Sephia memarkirkan motornya asal, bersamaan dengan Musa yang bangkit dari posisi jongkoknya.

"Kamu ngapain disini? kalo Papa ku melihat bagaimana?"

"Tidak akan, dia pulang setiap jam sepuluh bukan?"

Alis Sephia berkerut terkejut, namun pandangan keduanya seperti mematut rindu tak sampai yang kini terobati.

"Bicara apa kamu? kamu menyelidiki kehidupan aku?" tanya Sephia berusaha untuk tidak menjadi lemah di hadapan Musa yang sebelumnya sudah acuh padanya.

"Ya, aku selidiki semuanya."

"Gak sopan! untuk apa kamu kesini? pulang saja pada istri mu yang sempurna itu," pekik Sephia dengan malas sambil berusaha membuka pintu rumah.

Namun Musa malah mengekorinya untuk masuk secar paksa dan mengunci pintu itu, "bicarakan saja di sini, di luar tidak aman."

"Kalau kamu tahu tidak aman, lebih baik kamu pergi."

"Sephia, aku mau membahas tentang kita."

"Terlambat, Musa. Sudah aku bilang tempo hari bahwa kemarin adalah hari terakhir aku membahas tentang kita. Toh juga sepertinya kamu tidak begitu peduli lagi."

"Aku bilang waktunya belum tepat, Sephia."

"Lalu sekarang ini adalah waktu yang tepat?"

"Sebenarnya masih belum tepat, tapi mau bagaimana lagi, Sephia. Aku melihat kamu dilamar oleh adik kandung ku, kamu pikir aku akan diam aja?"

"Omong kosong," kekeh Sephia.

"Apa kabar Sephia?"

"Apakah hidup mu baik-baik saja selama ini?" rinai mata Musa terlihat berkaca-kaca menahan agar tidak menetes.

"Hidup tanpa aku apakah lebih baik, Sephia?"

"Aku rindu." Suara paraunya begitu terdengar memilukan.

"Bukankah hidup kamu baik-baik saja? aku lihat hidup kamu begitu sempurna," sindir Sephia.

"Tahu apa kamu, Sephia?"

"Aku merindukan kamu, sangat..." Musa menatap Sephia nanar, menunggu untuk gadis itu juga menjawab.

"Jadi hanya aku yang rindu?" tanyanya lagi.

Sephia memeluk tubuh Musa yang kini terlihat lebih tinggi dan kekar, kulitnya tak seputih dulu, namun terlihat lebih maskulin. Ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang itu yang terbalut jas, lalu ia merasakan sebuah tangan ikut melingkar di pinggangnya dengan erat.

"Hidup dalam penyesalan dan kerinduan adalah sebuah keputusasaan paling tulus dalam hidup ku."

"Hidup ku gak baik-baik saja, Sa. Gak pernah baik." Luruh lumpuh pertahanan Sephia agar terlihat tegar, nyatanya memang ia pun sangat merindukan Musa.

Kisah Seusai Pisah  (BAGIAN II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang