[Season 2] Chapter 21.
Why don't we rewrite the stars?
Changing the world to be ours
...
Kedua langkah kaki itu terangkat tegas menginjak area rumput pemakaman yang dibuat berjejer sangat rapi ini. Rumputnya segar, hijau, dan bersih terawat membuat sejuk mata. Tapi tentu saja tidak akan sesejuk isi perasaan mengingat bahwa di sinilah yang tersayang harus diistirahatkan.
Lelaki ini terus berjalan semakin kedalam hingga ia melewati baris demi baris batu nisan untuk sampai pada dua pemakaman yang sengaja dibuat berbeda ukuran. Satu berukuran besar untuk orang dewasa dan satu yang disamping sengaja dibuat kecil mengingat bagaimana ukuran tubuhnya saat dinyatakan mati. Terlalu dini. Sangat kecil. Dia adalah seorang bayi.
Taehyung memberikan satu persatu bunga mawar merah untuk masing-masing dua nisan itu. Bunga yang ia banyak beri ejekan adalah bunga paling disukai oleh orang yang disayang. Tidak apa katanya meninggalkan sakit dari tajamnya duri, dapat mencium bau harumnya dan kelopak besarnya yang mewah sudah menjadi alasan ketertarikannya yang berat pada si merah ini.
Si merah yang serupa menggambarkan pasangan yang ditakdirkan untuk menikah dengannya namun tragis harus menyakitinya sampai titik napas terakhir.
Pasangannya indah, wangi, dan mengagumkan serupa mawar. Namun pasangan ini jugalah yang membawa dia pada kebinasaan. Tragis. Namun seperti inilah hidup berjalan.
Taehyung— lelaki itu menghela napas membaca dua nama yang hampir serupa dengan marga yang sama. Mereka dinyatakan mati ditanggal yang sama namun terpaut dua jam saja setelah si bayi tiada orang tuanya menyusul dia kemudian. Barangkali Taehyung mengira— selepas puas menumpahkan pesan terakhir dalam surat yang telah lama dibaca namun masih Taehyung ingat setiap bait hurufnya, Jungkook langsung menyerah dan betul-betul memilih untuk menyusul Junghyung saja.
Ahn Junghyung. Nama itu terukir di atas batu yang keras.
Kelahirannya adalah hadiah besar dan sangat ditunggu. Jatuh tepat pada bulan kelahiran sang ayah yang sejak awal sudah di kata bahwa Junghyung adalah hadiah, bentuk kasih sayang yang ingin diserahkan untuk memperingati hari ulang tahun ayahnya yang menginjak angka 32 kala itu.
Tapi bagaimana hadiah indah ini malah jadi hadiah paling perih untuk ketiganya. Untuk Junghyung, untuk Jungkook dan juga untuk Taehyung sendiri yang sampai sekarang masih diliput oleh kesedihan yang tidak pernah mau reda dan menghilang.
"Jungie, kamu pasti sudah besar ya sekarang. Sudah bisa apa kamu diusia dua tahun ini hum? Ayah menebak-nebak mungkin kamu sedang di fase cerewetmu, kamu pandai bicara, dan kamu juga senang membuat ayah dan buna pusing. Tapi ayah lebih senang dan bersyukur jika hari-hari harus diisi oleh pusingnya rumah dan kamu dari pada terus merasa dibiarkan kosong seperti ini."
Satu tangan itu terulur mengusak kepala nisan merasakan bahwa ini adalah elusan pada pucuk rambut anaknya.
"Jauh sebelum kamu diketahui keberadaannya. Percayalah ayah sudah menaruh sayang padamu 'nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Im) Perfect Ways to Kill My Wife [TAEKOOK•AU]
Fanfiction"𝑰𝒇 𝒘𝒆 𝒂𝒓𝒆 𝒓𝒆𝒃𝒐𝒓𝒏 𝒔𝒐𝒎𝒆𝒅𝒂𝒚, 𝒍𝒆𝒕 𝒅𝒆𝒔𝒕𝒊𝒏𝒚 𝒘𝒆𝒂𝒗𝒆 𝒐𝒖𝒓 𝒑𝒂𝒕𝒉𝒔 𝒃𝒂𝒄𝒌 𝒕𝒐𝒈𝒆𝒕𝒉𝒆𝒓. 𝑩𝒖𝒕 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒕𝒊𝒎𝒆, 𝒍𝒆𝒕 𝒐𝒖𝒓 𝒔𝒐𝒖𝒍𝒔 𝒊𝒏𝒕𝒆𝒓𝒕𝒘𝒊𝒏𝒆 𝒂𝒏𝒅 𝒓𝒆𝒎𝒂𝒊𝒏 𝒕𝒐𝒈𝒆𝒕𝒉𝒆𝒓 𝒖𝒏𝒕𝒊𝒍 𝒕𝒉...