Chapter 33.
"God, grant me the chance to rewrite the stars."
⚠️Warning! The storyline in this chapter touches on sensitive content. If any discomfort arises, please leave comments and corrections.
Tags: addressing the justice of God. Suicidal thoughts.
...
Sudah seminggu berlalu sejak kepergian Junghyung sore itu. Betul, hidup terus berjalan, waktu terus berputar, dan napas yang masih harus dihembuskan tak akan mempedulikan betapa ia masih sedih, merasa ditinggalkan bahkan tak mau meneruskan perjalan meski akhirnya harus dipaksakan.
Jungkook kembali menginjakan rumah sendirian. Kosong menyambutnya. Kesepian jadi temannya. Dingin sudah setia mulai bekerja diri menyelimuti. Ada hela yang panjang sebagai jeda yang lama sebelum kedua langkah yang sungguh terasa berat melangkah masuk kedalam hunian bernaung di mana Jungkook tak mau memanggilnya lagi dengan sebutan rumah. Ini bukan rumah. Tempat diinjaknya ini bukanlah rumah. Tidak pantas memberi label sehangat itu disaat sumber hangat dirinya punya saja tak ada. Rumah adalah di mana Junghyung berada di sana. Rumah sesungguhnya adalah Junghyung. Junghyung tidak ada— ke mana Jungkook harus pulang?
Sudahkah Engkau puas wahai Tuhan?
Pertanyaan itu terlempar ditengah kegelapan ditengah malam. Melawan rasa takut. Melawan dingin. Melawan akal sehat pula. Di ruang tv tanpa ditemani setitik penerang karena lampu rumah sengaja dibiarkan padam bak menggambarkan isi hatinya sekarang. Tidak ada harapan yang terlihat, tak ada cahaya yang tersisa, tidak ada apapun selain ruang hampa yang tak tahu menahu lagi harus menampung apa saat segalanya tak lagi berharga.
Lutut dilipat, punggung bersandar pada kaki sofa. Jungkook melamun memperhitungkan kejutan seperti apa lagi kiranya Tuhan persiapkan guna mengobrak-abrik titian langkahnya didepan. Sakit seperti apa lagi ia harus cicipi? Pertanggung jawaban dosa yang bagaimana lagi ia hadapi? Kehilangan macam mana lagi yang harus ia lepaskan? Ambil! Rampas semua bahkan jika yang direnggut adalah nyawanya. Jungkook tak akan merasa masalah. Malah Jungkook akan berterima kasih ia bisa diundang untuk pulang, dan janjikan pertemuan abadi dengan orang tuanya dan juga Jungie ia sayangi.
Sungguh ini tak jauh bak didalam penjara yang merantai. Hari-hari ia ditekan, mimpi buruk terus menerus datang tanpa bosan, sesak dalam dada tak akan bisa disembuhkan, robekan luka ditinggalkan dijamin tidak akan hilang sampai pertemuan diharapkan Tuhan janji akan berikan.
Semangat melanjutkan hidup sudah tidak ada. Apa lagi yang ingin dituju? Apa yang ingin dikejar? Kebahagiaan-kebahagian katanya Tuhan persiapkan, nasehat temannya seringkali singgungkan, semua itu tidak bisa alasan dirinya untuk tetap kuat bertahan.
Orang tidak akan mengerti sampai mereka merasakan ada diposisi yang sama. Patah hati ditinggal buah hati, tidak ada obatnya selain ikut mati.
Solusi tidak waras- sebut saja ini kegilaan dan terang-terangan melampaui takdir Tuhan memaksa ingin pulang sebelum jemputan. Tapi dalam kasus takdir ia miliki apakah orang-orang tetap menaruh hati pada kehidupan fana ini setelah bombardir rasa sakit yang tidak terhitung berapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Im) Perfect Ways to Kill My Wife [TAEKOOK•AU]
Fanfiction"𝑰𝒇 𝒘𝒆 𝒂𝒓𝒆 𝒓𝒆𝒃𝒐𝒓𝒏 𝒔𝒐𝒎𝒆𝒅𝒂𝒚, 𝒍𝒆𝒕 𝒅𝒆𝒔𝒕𝒊𝒏𝒚 𝒘𝒆𝒂𝒗𝒆 𝒐𝒖𝒓 𝒑𝒂𝒕𝒉𝒔 𝒃𝒂𝒄𝒌 𝒕𝒐𝒈𝒆𝒕𝒉𝒆𝒓. 𝑩𝒖𝒕 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒕𝒊𝒎𝒆, 𝒍𝒆𝒕 𝒐𝒖𝒓 𝒔𝒐𝒖𝒍𝒔 𝒊𝒏𝒕𝒆𝒓𝒕𝒘𝒊𝒏𝒆 𝒂𝒏𝒅 𝒓𝒆𝒎𝒂𝒊𝒏 𝒕𝒐𝒈𝒆𝒕𝒉𝒆𝒓 𝒖𝒏𝒕𝒊𝒍 𝒕𝒉...