[Season 2] Chapter 22.
"All my love is gone and the hate has grown."
....
"Dedek nda puna ayah!"
Baru saja dia kembali menapaki rumah dengan tas gendong yang melekat apik di punggungnya yang kecil. Sepatu dan balutan kaus kaki yang menutupi kaki-kaki mungil juga masih terpasang tapi sambutan kurang baik dia berikan disertai rengutan bibir lucu kedepan.
Jungkook yang sebelumnya menata isi toples-toples racikan bumbu masakan di atas lemari pantri itu hanya melirik lalu tak peduli kembali dengan aktivitasnya. Sudah terlalu biasa jika bayinya akan memberikan protes dengan pernyataan seperti itu.
"Dari kemarin yang dibilang itu lagi itu lagi. Sudah buna bilang juga dari dulu dedek punya ayah. Ayah dedek ada tahu."
"Mana ayah dedek, una?" kedua bola mata menipis garang. Pipi menggembung dan kalimat tuntutan itu betul-betul bukan hanya sekadar pertanyaan yang mengharapkan jawaban kosong tetapi Junghyung sungguh ingin tahu di mana sosok yang tak pernah ia temui sejak napas pertamanya menghirup dunia baru setelah dekapan hangat sang buna 'didalam'.
Tahun kemarin mungkin masih bisa diberi pengertian, tetapi semakin usianya beranjak Junghyung mulai mencari dan mengerti bahwa peran dari sebuah keluarga tak hanya cukup dengan buna atau para bibi dan paman saja. Melainkan juga satu lagi kekosongan yang ditinggal oleh yang namanya ayah. Dia tak punya.
"Ada. Ayah dedek ada. Tapi sekarang ayah dedek di tempat yang jauh sekali. Kapan-kapan kita temui ayah atau ayah saja yang temui kita kemari." lepas meninggalkan kegiatannya, Jungkook berjongkok membantu melepas tas dipunggung dan dua sepatu yang melekat dimasing-masing kaki anaknya. "Ada atau tidaknya ayah sama sekali tidak membawa pengaruh apapun 'nak. Kamu punya buna, punya kakak, punya temen-temen banyak, paman-paman di sini juga suka bawa kamu main. Ayah kita lupakan saja."
"Ayah ada nda una?"
"Ada. Tapi ayah tidak butuh kita dan kita tidak butuh ayah." Jungkook mengulas senyum dan memegang satu bahu mungil anaknya yang penuh harap. "Dengar buna, dedek betulan mau bertemu ayah?"
"Mau una!" dia semangat.
"Kalau paman Jimin jadi ayah dedek mau tidak? Kita minta paman Jimin tinggal bersama kita di sini jadi ayahnya dedek."
"Paman Minmin?"
"Iya, mau tinggal bersama paman Jimin?"
"Paman Minmin butan ayah," serunya menekan. Dia tahu sosok ayah yang ia cari bukanlah lelaki yang biasa bertandang ke rumah hanya untuk mengisi waktu agar ia dan buna tidak kesepian karena terus mengurung diri.
"Jadi ayah kalau buna minta paman tinggal di sini. Panggilnya nanti bukan paman lagi tapi ayah."
"Oke," ringan dia mengangguk dengan kedipan mata yang juga ikut turun. Lalu setelah itu dia berbalik pergi melayap kedalam isi rumah meninggalkan si buna yang diam dengan barang-barangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Im) Perfect Ways to Kill My Wife [TAEKOOK•AU]
Fanfiction"𝑰𝒇 𝒘𝒆 𝒂𝒓𝒆 𝒓𝒆𝒃𝒐𝒓𝒏 𝒔𝒐𝒎𝒆𝒅𝒂𝒚, 𝒍𝒆𝒕 𝒅𝒆𝒔𝒕𝒊𝒏𝒚 𝒘𝒆𝒂𝒗𝒆 𝒐𝒖𝒓 𝒑𝒂𝒕𝒉𝒔 𝒃𝒂𝒄𝒌 𝒕𝒐𝒈𝒆𝒕𝒉𝒆𝒓. 𝑩𝒖𝒕 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒕𝒊𝒎𝒆, 𝒍𝒆𝒕 𝒐𝒖𝒓 𝒔𝒐𝒖𝒍𝒔 𝒊𝒏𝒕𝒆𝒓𝒕𝒘𝒊𝒏𝒆 𝒂𝒏𝒅 𝒓𝒆𝒎𝒂𝒊𝒏 𝒕𝒐𝒈𝒆𝒕𝒉𝒆𝒓 𝒖𝒏𝒕𝒊𝒍 𝒕𝒉...