Waktu sudah menunjukkan dini hari,
Vern sangat prihatin dengan kondisi rekannya itu yang hanya murung dan tak bersuara setelah ia menyelesaikan makan malamnya. Wanita itu hanya diam duduk di kursi meja makan, dengan tatap yang kosong."Ayo kita tidur, sudah larut." Hendak membawa Catharina menuju kamarnya, tapi aktifitasnya terhenti ketikan melihat ada memar di pergelangan tangan Catharina.
"Kenapa tangannya?" Tanya Vern keheranan membolak-balikkan tangan Catharina.
"Tidak apa, hanya kesenggol pintu." Jawabnya melepaskan pengangan laki-laki lalu menyembunyikan tangannya kedalam gardiganya.
"Tadi sebelum kamu pulang kerja tidak ada luka itu. Sini biar kakak periksa." Laki-laki itu membolak-balik tubuhnya kemudian berkata, "Tubuhmu lebam-lebam apakah ini karena Steffan? Jawab kata kakak." Paksa Vern megang tangan Catharina.
"Kak sakit, please you leave in here." Kata Catharina marah menjauh dari Vern.
"Apakah Steffan menyakiti mu? Sangat jarang laki-laki itu datang menemui mu sendirian." Ujarnya tegas mendekati Catharina.
"Pergi dari sini Vern, sudah cukup kalian menganggu ketenangan hidup ku. Pergi aku muak dengan semuanya." Teriak Catharina masuk kamar.
"Kalian maksud mu apa? Aku hanya bertanya kau kenapa tidak lebih." Masuk kamar melihat wanita itu yang berdiri diam di depan nakas di samping tempat tidur membelakanginya.
"Memilih pergi atau tidak?" Catharina mengajukan pistol ke kepalanya sendiri.
"Dek jangan macam-macam. Turun kan senjata itu sekarang." Vern kaget setengah mati melihat perilaku rekannya itu.
"Pergi Vern!! Sekali lagi jikalau kau tidak pergi__" Menarik pelatuknya, kemudian berkata "aku akhiri hidupku malam ini juga. Aku capek." Ujarnya nada sayu, menunduk, menangis masih betah di posisinya.
"Dek, dengar kakak baik-baik kita cari jalan keluarnya, jangan gegabah oke? Ada kakak disini." Mendekati Catharina pelan, menenangkannya.
"Percuma hidupku sudah hancur karena kalian." Masih tetap di posisinya.
"Mengakhiri hidup, bukanlah solusi yang tetap Rin." Mengendap-endap agar bisa mendapatkan senjata api yang di genggam Catharina.
"Atau kau aku tembak?" Membalikan tubuhnya, dan lansung menempelkan ujung mulut pistol ke kepala Vern.
"Jika itu mau mu, silahkan." Melihat Catharina membulatkan mata kaget, terdiam melihat pistol.
"Hiks .. Hiks." Akhirnya suara isak tangis wanita itu pecah, seketika tubuhnya terduduk lemas di lantai dan menjatuhkan benda berbahaya tersebut.
"Dek? Dengar kakak, kamu nggak sendirian ada kakak disini yang selalu bersama kamu. Kenapa? Hei liat kakak? Apakah ada orang yang menyakiti mu selama ini selain orang yang kakak tau?" Memeluk Catharina erat, meneteskan air mata, mengelus punggungnya, agar ia mendapatkan ketenangan.
"Hiks hiks, help me!!" Megang lengan Vern dengan kondisi yang sudah hancur.
"HELP MEEE!!" Teriak Catharina memukuli Vern lalu menghempaskan tubuh laki-laki itu ketakutan meringkuk mengacak rambut.
"Iya apa? Kakak bantu. Tubuhmu lebam-lebam apakah steffa menyakiti mu. Cerita sama kakak sekarang!" Berbicara tegas.
"Help me hiks hiks." Ketakutan.
Perilaku yang Catharina lakukan sebelum bukalan perkara asing bagi Vern selama sakit ialah yang merewat wanita itu.
Ntah iba atau bagaimana dari dulu hingga sekarang hanya dia sendirilah yang tau cara menghadapi sikap mantan kekasihnya ini, jika dia dalam kondisi seperti ini jangan ditinggal sendirian.
"Apakah sudah tenang? Minum dulu. Ada kakak disini." Mendekatinya kemudian memberikan minum ke adiknya itu yang kini sudah di tuntun duduk di atas tempat tidur dan Catharina melakukan printahnya tadi tanpa menolak.
"Steffan? Bunuh dia untuk ku!!" Lanjut wanita itu, melihat Vern meneteskan air mata.
"Bunuh?" Kata Vern keheranan mengerukan dahinya.
"Dia orang jahat!" Kata Catharina.
"Baik akan kakak lakukan, lebih baik kita istirahat karena sudah mau pagi." Membaringkan Catharina pelan, lalu menyelimutinya. Hanya anggukan kepala yang Vern dapatkan sebagai jawaban dari adiknya itu.
☘️☘️☘️
Di tempat lain setelah Steffan sampai di kediaman Ren. Laki-laki itu bergegas masuk kedalam hunian wanita blasteran Korea Indonesia itu. Dapat di pastikan di waktu seperti ini pemiliknya sudah memasuki zone dunia mimpi.
Ketika berhasil masuk Steffan lansung menuju kamar mandi, dan betapa herannya ia disaat hendak membuang tisu bekas ketong sampah ia melihat bendah pipi yang sedikit asing untuknya, tapi ia tau kegunaan benda tersebut yaitu alat tes kehamilan. Tanpa berpikir panjang ia langsung mengambil benda tersebut.
Sepersekian detik detak jantungnya berdegup kencang, napasnya seakan tak sanggup menghirup oksigen. Hasil yang suguhkan adalah awal kebahagiaan atau mala petaka. Pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut kejadian malam ini memenuhi benaknya.
"Punya siapa ini?" Kata Steffan dengan nada kecil, menatapi pipih yang memperlihatkan garis dua. Kemudian dia keluar dari ruangan tersebut, tak lupa membawa benda tersebut.
Ntah mengapa air matanya menetes disaat meratapi tubuh belahan jiwanya yang tertidur pulas di tempat tidur itu. Ntah air mata seperti apa yang ia keluarkan kali ini. Harapan terbesar yang ia punya, ialah semoga testpack ini bukan milik Ren.
Pagi harinya, Steffan terbangun ketika ia mendengarkan seseorang yang muntah-muntah di kamar mandi, dan melihat Ren tak ada di sampingnya. Ia pun langsung bergegas memasuki kamar mandi dan melihat wanita itu, kemudian berkata.
"Apakah kau baik-baik saja sayang?" Sembari memegang rambut wanita itu agar tidak menutupi wajahnya.
Ren menggeleng sebagai jawaban, karena ia masih merasa mual. Ketika selesai ia langsung berkumur-kumur.
"Ini tisu." Steffan memberikannya, dan wanita itu menerimanya, lalu mengering mulut dan wajahnya dengan tisu pemberian Steffan.
"Akan ku buatkan kau sarapan yang berkuah, agar mualmu berkurang sayang. Ayo kita keluar dulu." Membawa Ren keluar toilet.
"Duduk di sini dulu, dan minum." Memberikan minum di saat wanita itu sudah duduk di kursi meja makan.
Ren hanya diam mengikuti alur, ia masih merasa pusing dan lemah karena kehabisan tenaga, sembari memegangi perutnya, dan melihat gerak gerik Steffan yang tengah sibuk mengeluarkan bahan-bahan makanan untuk di masak.
"Aku akan membuat sup ayam kesukaan mu. Tapi sebelum ini siap, makan yogurt dulu ya." Meletakan yogurt yang bungkusnya sudah di buka di depan Ren, beserta sendok.
"Selamat menikmati sayang." Lanjutnya tak lupa mencium puncak kepala wanita itu dan memeluknya sejenak.
"Yah, terimakasih banyak. Maaf sudah merepotkan mu." Kata Ren memakan susu fragmentasi itu dengan lahap.
Steffan tersenyum melihat tingkah istirnya itu, kemudian ia langsung memasak menu sarapan mereka hari ini.
______
🥰🥰🥰🛵🛵🛵🛵

KAMU SEDANG MEMBACA
MIWA AND WINE [END]
Любовные романыNOTE: WINE AND MIWA "Segelas WINE yang di hidangkan, tidak akan habis jika tuanya tidak meminumnya, begitu juga dengan MIWA, kami tidak akan datang jika benalunya tidak menemui inangnya." #Rank 1 di agen #Rank 1 di emosional #Rank 2 di Andrea #Rank...