EP. 23

106 16 1
                                    

🎬¡!🎬

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎬¡!🎬

Garvin duduk diam di kursi ruangan, tatapannya memandang kosong pada sosok yang tengah berbaring, sosok yang masih enggan membuka mata lalu menyapanya, yang masih enggan bangkit lalu memeluknya.

Zayn, masih setia tidur dalam damai. Garvin tak kesal atau marah, justru sebab Tuhan masih mengizinkan Zayn bernapas saja itu sudah lebih dari cukup.

"Zayn, apa pernah kau menyesali takdir?"

Garvin tau betul jika Zayn tak mungkin menjawab, ia tersenyum tipis dengan tangan yang terulur lembut mengusap surai hitam Zayn.

"Aku harap kau mau kembali bersama lagi," lama Garvin memperhatikan wajah damai itu hingga sepersekian detik ia teringat pada seseorang.

Entah bagaimana bisa Garvin baru sadar jika mereka begitu mirip.

◻️◽▫️

"Abang ..., ini Bang Ganta ngambeknya sampe berapa periode sih? Lama-lama Raken dobrak ni pintu."

Arsa menggeleng maklum mendengar keluhan Adik bungsunya itu. Dia no komen justru senang mendengar Adiknya mengeluh, setidaknya dia tidak berangsur-angsur sedih mengingat kalimat negatif yang Ganta lontarkan padanya.

"Cape? Yaudah, kamu tidur aja sana, biar Abang sendiri disini."

Raken menggeleng pelan, "laper ..."

Gumaman lirih itu ditangkap dengan jelas oleh pendengaran Arsa. Tatapan matanya berubah sendu memandang Raken yang tengah menunduk.

Sebenarnya ini adalah jam makan siang, tentu dengan hati riang mereka siap turun untuk segera menyantap makanan. Tapi karena Ganta masih ngambek dan enggan memunculkan diri, rasanya tidak enak jika mereka menikmati makanan dengan member yang kurang, jadi mereka pun memutuskan untuk turun memberitahukan Garvin bahwa mereka ingin melewatkan makan siang.

Kemudian setelah melewati cekcok yang singkat mereka kini berakhir lesehan didepan pintu kamar Raken.

"Ganta, maafin Abang, dong, tolong buka pintunya, kita bicarain baik-baik ...."

Terhitung sudah puluhan kali Arsa mengatakan kalimat permintaan maaf itu, tapi hingga saat ini tetap mengudara tanpa jawab. Hening masih terus mengisi suasana dan pertanyaan Arsa— belum mendapat sahutan.

"Ganta ...."

Selagi Arsa terus mengetuk pintu Raken hanya bisa diam membeku, menatap kenop yang ia harap segera berputar, Raken hanya ingin melihat wajah Ganta. Sungguh, kalaupun setelah itu Ganta akan membencinya untuk seumur hidup, tak apa, Raken rasa ia pantas mendapatkannya.

"Ken, dibilangin masuk aja duluan sana, biar Abang yang urus ini," kata Arsa melipat tangan di dada.

Raken kembali menggeleng lalu semakin menempelkan diri ke Abang sulungnya, kemudian menyandarkan kepala sembari menutup mata.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang