29.

611 46 0
                                    

Dia mengulurkan tangannya, dan mengangkat wajahku agar tidak menunduk.

"Hon.. jangan menangis, tersenyumlah.. senyumu indah aku suka.." dengan suara lemah nya.

"Aku mencintaimu hon.." kataku dengan lirih, dan mencoba tersenyum.

Namun bagaimana bisa aku melakukan itu dengan sengaja, hatiku sudah remuk melihatnya seperti ini.

Dokter sudah menyarankan agar cepat melakukan operasi tapi lisa menolaknya setelah tau resiko terbesarnya, alasannya dia takut berakhir di ruang operasi dan tidak bisa melihat anak istrinya.

Tidak melakukan operasipun menjadikan lisa hanya hiasan ranjang rumah sakit saja, kondisinya belum stabil masih sangat lemah.

"Aku sudah siap honey.. kamu juga harus siap, teruslah menjadi kuat untuk anak anak kita.." suara lisa sudah begitu lemah, berbagai alat sudah menempel ditubuhnya dengan iringan suara monitor yang nyaring ditelinga ku.

Aku memandangi wajah pucat lisa, betapa aku merasa hidup ini tidak adil. Banyak orang jahat diluar sana, kenapa tidak mereka saja yang sakit..? Kenapa harus istriku..? Kenapa harus lisa ku..? Kenapa harus orang sebaik dia..? Apa yang salah dengan dunia ini..?

"Hidup ini tidak adil.." kataku yang mulai tidak kuat menahan isakanku, aku menangis sampai tubuhku benar benar terguncang.

Lelehan air mata mengalir begitu saja, membasahi pipi ini, mengutuki akan kondisi istriku yang takidirnya tidak bisa aku ubah begitu saja.

"Kemarilah..." dia merentangkan tangannya untuk memelukku.

Aku bergerak mendekat dan memeluknya, merasakan pekukan hangat yang selalu dia berikan padaku.

Mengingat masa masa sulit kita saat remaja, dimana banyak sekali cobaan untuk kita.
Bahu yang kuat, tempat ku bersandar..
Pelukan yang erat yang merengkuh jiwa yang rapuh ketika tidak ada yang bisa kujadikan sandaran. Dia selalu mencintaiku ketika yang lain membuang dan mendorong ku ke jurang.
Iya dia lalisa ku yang selalu menemani masa masa sulit dan gelap ku ketika remaja sampai sekarang.

"Hidup itu memang tidak adil, honey... tapi bukankah sekarang kamu orang yang kuat.. hm?" Dia terus mengusap lembut punggung dan menciumi keningku.

"Aku kuat karna ada kamu.." kataku dengan terisak sampai tersengal sengal.

"Aku tidak mau, kalau kamu tidak ada..!"

"Bukan kita yang menentukan takdir dihidup ini. Kita hanya bisa menjalani dengan kepala tegak, bahu kokoh dan jiwa yang kuat. Masih ingat..? Apa yang selalu aku katakan padamu selama ini..?" Katanya dan aku mengangguk cepat.

"Harus kuat, harus cerdas, jangan mau diinjak injak dan selalu baik pada siapapun.." tangisanku masih tidak terkontrol, mengingat begitu banyak hal yang sudah dia ajarkan padaku, meskipun kita sama sama perempuan tapi dia lebih dominan dalam menjaga dan memberi nasehat padaku, sehingga membuatku kuat dalam menjalani hidupku yang dulu begitu sulit.

"Istriku yang cantik.. mommy dari anak anakku. Kamu sudah bukan jennie kim yang dulu, kamu adalah orang yang kuat, pembisnis hebat dan pintar. Kamu harus berdiri dalam pendirianmu sendiri, mekalukan hal atas kemauanmu dan pilihanmu bukan paksaan orang lain. Aku akan selalu ada.." dia menjeda ucapannya lalu menunjuk dadaku.

"Ada disini bersamamu.." katanya yang membuatku semakin merasakan perih dihatiku.

"Berjanji padaku, setelah ini kau akan sembuh dan kembali padaku dan anak anak, kita akan bermain dirumah.." pelukanku semakin erat, diantara selang dan kabel kabel yang menempel padanya, isakanku sudah terlalu pilu untuk digambarkan dengan kata kata.

Thank you, I Love You (Sorry, I Love You season 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang