38 : Elisa's Transmigration

43.8K 2K 26
                                    

Elisa sudah bangun dari tidurnya, namun ia sedikit merasa berat di area pinggangnya. Lantas, Elisa menoleh ia sudah mendapati Edwards yang tertidur pulas di sampingnya.

Tak lupa, dengan tangan yang tengah memeluk pinggang Elisa. Elisa menghela nafas, sesaat kemudian tersenyum.

Elisa semakin merapatkan dirinya, lalu ia elus lembut rambut Edwards. Sembari terus mengamati wajah Edwards yang semakin hari semakin tampan. Menurut Elisa.

Edwards yang merasakan sentuhan itu, perlahan membuka matanya. "Sayang?" Ucapnya.

Elisa tersenyum menatap wajah Edwards. "Pulang jam berapa semalam hm?" Tanyanya lembut.

"Jam 2 pagi," rengeknya manja, lalu menenggelamkan kepalanya di dada Elisa.

Elisa terkekeh pelan, "Utututu, Bayi gede pasti cape yaa?" Ucap Elisa.

Disela-sela pelukan itu, Edwards mengangguk.

"Gapapa sayang, itung-itung latihan. Kan katanya, kamu mau jadi suami aku kan?" Ucap Elisa yang hanya di angguki Edwards.

"Nah, makanya harus rajin biar aku betah sama kamu." Ucap Elisa dengan sedikit candaan.

Edwards yang mendengar itu hanya mengangguk, karena memang dirinya begitu mengantuk sekarang.

Elisa sedikit menundukkan kepalanya,

Cup!

Ia kecup lembut kening Edwards. "Udah bobo lagi aja." Ucapnya.

Setelah mendengar itu Edwards semakin mengeratkan pelukannya. Terlelap dalam dekapan hangat Elisa.

****

Farezta menatap datar kedua keluarga yang tengah berkumpul di salah satu ruangan mansion nya.

"Iya itu benar sekali." Ucap ayahnya Farezta.

"Lebih cepat lebih baik, kan?" Balas seseorang pria di depan ayahnya.

Farezta mengepalkan tangannya erat. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah seberang.

Dimana disana, terdapat Camelia--sang tunangan juga keluarga besarnya.

Farezta menatap wajah Camelia yang terlihat begitu bahagia dengan semua ini.

Camelia memang begitu bahagia tapi lain hal nya dengan Farezta. Farezta tak suka ini. Farezta tak menginginkan ini.

"Baiklah. Kira-kira menurutmu kapan baiknya untuk kita melaksanakan pernikahan ini?" Ucap ayah Farezta kepada ayah Camelia.

"Bagaimana jika bulan depan?" Balasnya.

Ayah Farezta mengangguk, kemudian menatap Camelia. "Tentu saja kenapa tidak? Saya merasa beruntung memiliki Camelia sebagai menantu saya. Itu sebuah keberuntungan." Ucap ayah Farezta dengan terus memuji Camelia.

Camelia yang merasa malu hanya menundukkan kepalanya. Sungguh, ia benar-benar merasa malu sekarang.

Tidak sama dengan Farezta. Pria itu justru merasa sangat jengkel. Ia tak setuju dengan pernikahan ini. Karena memang sedari awal, Camelia bukanlah wanita yang ia cintai.

Wanita yang ia cintai, hanya ada satu. Yakni, Elisabeth. Hanya Elisabeth.

"Ayah! Saya tidak setuju!" Ucap Farezta dengan keberanian nya. Pria itu berdiri dari duduknya menatap wajah sang ayah yang tampak begitu marah setelah ia mengucapkan kata ini.

BRAKK

"Jangan main-main Rezta!" Bentak Ayahnya.

"Bukankah sedari awal sudah saya tegaskan ayah? Bahwa saya tidak setuju dengan pertunangan maupun pernikahan ini!" Ucap Farezta.

"Farezta!" Tegur ibunya.

"Diam Bun! Izinkan saya meluapkan apa yang selama ini saya pendam." Ucap Farezta kepada sang ibu.

"Ayah. Selama ini, saya selalu diam. Melihat, memperhatikan, kalian semua. Kalian bertidak sesuka hati. Seolah saya tidak berhak atas apapun disini. Saya tegaskan, ayah, bunda, paman, bibi saya dengan lantang menolak perjodohan ini."

"Say---"

PLAKK

"Diam bajingan!" Bentak ayahnya.

Farezta terkekeh mengejek ayahnya. Pria itu mengangkat wajahnya menatap sang ayah tanpa rasa takut sedikitpun.

"Ayah. Kemarin-kemarin saya memang tidak melawan, maupun membantah. Karena saya pikir, ayah lah yang akan berubah serta sadar sendiri atas apa yang ayah lakukan. Tapi ternyata?" Farezta tertawa pelan.

"Ayah menginginkan perjodohan ini terjadi bukankah hanya karena harta? Ah lebih tepatnya saham. Ayah takut, jika tidak menerima perjodohan konyol ini ayah akan jatuh miskin, begitu?"

Dada ayah Farezta naik turun. Yang menandakan emosinya sedang tidak stabil. Mata nya memerah menatap wajah Farezta dengan tatapan kemarahan yang begitu membara.

Tapi meski begitu, Farezta sama sekali tidak takut. Ia sudah tak peduli dengan apa yang terjadi. Hingga Farezta mengataka.
"Satu hal yang perlu ayah tau. Sampai mati pun, tak akan saya terima perjodohan ini. Tidak akan." ucap Farezta tegas. Dengan mata nya yang memandang dalam mata sang ayah.

PLAKK

Sekali lagi, sekali lagi dirinya di tampar dengan kencang oleh sang ayah.

"KELUAR DARI RUMAH INI! KAU BUKAN ANAK KU LAGI!" ucap ayahnya dengan lantang.

Sembari memegangi pipi yang habis di tampar oleh ayahnya, Farezta mengangguk kan kepalanya. "Tentu." Ucap Farezta.

Farezta berjalan melewati ayah nya lalu ketika ia sudah berdiri tepat di samping Camelia. Ia menoleh, menatap wajah Camelia yang menatap dirinya dengan tatapan kecewa.

Farezta menunduk. "Maaf," ucapnya penuh sesal.

Camelia menganggukkan kepalanya. Dengan menahan tangisan Camelia berucap dengan sangat pelan. "Jadi, aku gagal ya Rez?"

Farezta tak menjawab. Pria itu kembali mengucapkan kata maaf. "Maaf Camelia." Ucapnya kemudian berlalu pergi meninggalkan Camelia juga seluruh orang-orang yang ada disana.

Camelia yang melihat kepergian Farezta lantas terduduk lalu menangis pelan. Sesekali gadis itu menepuk-nepuk dada nya yang terasa begitu sesak.

Ibu Farezta menatap sendu Camelia. Ia berjalan mendekati Camelia lalu ia peluk erat tubuh rapuh gadis malang ini.

Camelia membalas pelukan ibunda Farezta lalu berucap pelan. "Bunda, Lia kalah bunda. Lia, kalah."

Rawrr

****

Bersambung....

Maaf teman aku sudah lama sekali tidak updatee😔buat yg nanya aku kenapaa sehat engga, aku sehat kok guys alhamdulillah. Cuma ya sedikit sibuk saja karena menjelang ujian sekolah di tambah ujian LSP😔

Terima kasih buat yang nunggu Elisaa. Kalian jangan khawatir ya, in sya Allah cerita Elisa akan aku tulis sampe tamat kok mwhehehe.

Jangan lupa vote dan komen yaa!!

Spam komen kalian aku tunggu rawrrrr

See you next chapterr!!<3

💐💐💐

Publish : 15.11.2023

Elisa's Transmigration Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang