Jemari - 29

2.7K 258 2
                                    

Hai semuanya!!!👋👋👋
Selamat membaca!!!

***

"Eh? Buku apa ini? Hufffttt~" Ujar Christy sembari meniup buku yang sudah berdebu itu.

"Eh?"

"My Diary, Shani Indira..." Gumam Christy sembari membaca tulisan yang tepat berada di cover depan buku itu.

"Diary mami? Kok udah berdebu banget?" Ucap Christy sembari membuka buka itu.

"Perasaan ini kutuangkan ke dalam buku ini dan akan berakhir saat kisahku berakhir pula. Shani Indira - 2005." Gumam Christy sembari membaca halaman pertama buku itu.

"Aku baca aja deh buku ini, siapa tahu aku bisa ingat sesuatu dari baca buku ini."

"Melihatmu adalah suatu keberuntungan, memilikimu adalah sebuah keajaiban. - 29 Desember 2005."

"Halaman pertama ini bukan pembuka karena sejatinya pembuka itu berisi hal-hal normal yang tidak berat kepada satu emosi atau perasaan saja. Ini adalah kesialan, dimana kecerobohanku hampir saja merenggut nyawaku dan nyawa malaikat kecil yang sudah aku lahirkan 2 minggu yang lalu. Maka dari itu, semua perasaanku setelah ini kutuangkan ke dalam buku ini."

"Maksudnya malaikat kecil itu aku ya?" Gumam Christy, lalu ia melanjutkan bacaannya tadi.

"Diary ini tepat aku tulis pada malam hari setelah aku sadarkan diri dari koma yang aku alami selama 2 minggu pasca aku melahirkan secara prematur karena kandunganku masih berusia 8 bulan dan operasi sesar dilakukan untuk mengeluarkan bayi yang aku kandung. Operasi ini dilakukan karena aku mengalami pendarahan akibat kecerobohanku sendiri."

"Pagi harinya setelah aku sadar aku tak dapat menemukan satu orangpun yang menemaniku. Suamiku, Gracio dan anakku, Chika yang bahkan aku butuhkan kehadirannya pun tak menemaniku."

"Aku berusaha bergerak untuk mencari keberadaan anak yang baru aku lahirkan itu, namun efek koma yang aku alami menyebabkan kakiku lemah untuk berjalan bahkan berdiri tegak pun sulit. Namun karena semangatku untuk mencari tahu keadaan anak yang baru aku lahirkan maka aku memutuskan untuk terus bergerak walau kakiku tak bisa aku gunakan."

"Saat mencapai pintu ruangan itu, aku melihat Cio sedang menggendong anakku, Chika. Saat melihat itu aku mengira aku sudah mendapatkan pertolongan. Namun harapanku dipupuskan seketika. Cio mengembalikan tubuhku ke atas brankar milikku dan bersikap dingin padaku seakan-akan aku telah membuat kesalahan yang sangat fatal."

"Walaupun begitu aku bersyukur mendengar kabar darinya bahwa anakku baik-baik saja dan sedang mendapatkan perawatan intensif sebagaimana mestinya yang didapatkan oleh bayi prematur."

"Kenapa papi jadi gitu ya sama mami? Kan mami ngga ada salah apa-apa tuh." Kesal Christy kala membaca buku itu.

"Lagi-lagi dia meninggalkanku sendiri dan membawa Chika pergi dari hadapanku. Untungnya ada suster yang membantuku untuk melihat sang buah hati yang baru saja aku lahirkan. Ia membawaku tepat ke ruangan inkubasi bayi."

"Hatiku sedih dan merasa tersayat bahwa keadaannya masih sangat memprihatinkan. Tubuhnya sangat mungil dan hanya sebesar botol sirup. Rasa bersalahku membuatku merutuki diriku sendiri. Tak henti-hentinya air mata mengalir dengan batin yang berperang dengan pikiranku."

"Sumpah mi... Ini ngga murni kesalahanmu, ini murni karena takdir." Gumam Christy.

"Walaupun begitu, sungguh! Dia adalah bayi tercantik yang aku lihat, wajahnya cantik layaknya bidadari dan menggemaskan layaknya bayi pada umumnya. Bahkan wajahnya saat lahir tak kalah cantiknya saat Chika lahir ke dunia ini atau mungkin sebanding, atau dia lebih cantik daripada Chika saat lahir. Entahlah, ini subjektif."

Jemari ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang