15 | Sanctuary

104 14 11
                                    

Wajah mengukir sebuah senyuman, ketika berhasil membuat wanita itu tertawa. Tak ada yang bisa membuatnya sebahagia seperti hari ini. Baginya apa yang telah dia lakukan didunia hanya untuk membuat wanita tercintanya itu bahagia, dan nama wanita itu adalah [Name] Metzger yang sedang berdiri dihadapannya dengan satu tangkai ice cream di tangan. Di sore hari di pertengahan bulan April mereka menghabiskan waktu bersama di taman yang indah ini, bahkan mata hari yang sedang terbenam dihadapannya kalah akan kecantikan wanita itu. Jantungnya sampai dibuat berdebar kencang, dia adalah pria dewasa yang sudah lama menyimpan rasa suka tapi nyalinya selalu menciut jika ingin mengucapkan rasa suka. Padahal dia harus bergerak cepat agar wanita itu tidak di ambil orang. Tapi apalah dikata yang hanya bisa dia lakukan hanya ini berpura-pura menjadi sahabat agar perasaanya itu tidak ketahuan.

Tangan menggapai sudut bibir yang tanpa sengaja meninggalkan jejak ice cream disana, [Name] tertawa kecil atas tingkah cerobohnya. Sungguh dia ingin melakukan hal yang jauh lebih banyak seperti menggenggam tangan, memeluknya dan mengucapkan banyak kata cinta. Tetap saja dia pengecut tidak berani melakukannya sama sekali. Angin bertiup menerpa wajah, rambut yang indah itu terbang terkena angin semakin menambah kecantikkannya, membuat pipinya merona merah, dia dengan berusaha keras untuk mengalih pandangannya ke arah lain tak mau membuat wanita itu sadar bahwa telah membuat hatinya bergetar.

Setelah kedua mata biru mengembalikan tatapannya dia merasa heran karena mata wanita itu sedang tidak melihat ke arahnya, dia mengikuti kemana mata itu mengarah dan terlihat disana tepat di ujung sana di atas rumput hijau ada seorang pria dengan rambut gelap bergaya undercut yang sepertinya pernah ia lihat sebelumnya, dia ingin memfokuskan pandangan namun sayangnya wajah pria itu tampak tidak jelas seakan blur. Mata itu kembali menatap [Name] yang masih setia melihat kesana, seketika hatinya merasa tak suka karena tatapan itu sangat berbeda tidak seperti ketika wanita itu menatapnya. Pelan namun pasti dia melihat [Name] mengukir senyuman. Kenapa? Apa yang membuatnya bisa tersenyum ke arah sana?

Kemudian tangannya dengan cepat menahan ketika [Name] mulai berjalan ke arah pria itu. Apa maksudnya? Kenapa [Name] tiba-tiba berjalan kesana, sedangkan orang yang paling ia kenal berada tepat disampingnya. Jujur dia tak suka. Dia ingin marah, lalu [Name] melihat ke arah dirinya dengan tatapan tak suka.

"Lepas!" katanya dengan membentak.

Dirinya semakin tidak mengerti, meskipun [Name] kini mulai memberontak dia masih belum mau melepaskan genggaman tersebut. Dia kembali melihat ke arah sana wajah pria itu masih belum terlihat dengan jelas dan juga dia masih berdiam, tapi seakan berusaha menarik [Name] darinya. Dengan hentakan keras genggaman itu akhirnya terlepas juga, dan sekarang wanita itu mulai berlari, menghampiri pria itu. Namun kenapa suaranya tidak keluar padahal dia yakin sekali bahwa sudah berteriak dengan kencang memanggil nama perempuan itu.

Kedua kakinya pun tidak bisa bergerak, bahkan sekujur tubuhnya tidak bisa bergerak. Dengan tidak adanya suara semakin membuatnya tak berdaya dan [Name] sudah sampai dengan langsung menghambur didalam pelukan pria itu, barulah sekarang dia bisa melihat siapa pria itu, ternyata dia adalah Levi Ackerman.

Benar sekali, wajah pria itu sudah terlihat sempurna dan dia ingat pria itu siapa. Tampak Levi juga memeluk [Name] dengan erat seakan takut jika wanita itu pergi. Tak ada yang bisa ia lakukan selain berteriak mencoba memanggil wanita itu tapi apalah daya semua yang ia lakukan percuma. Terasa matanya mulai berair, dia menangis. Seharusnya dia bisa bergerak dengan cepat dan mengatakan perasaan itu tapi dia terlambat, [Name] sudah bersama Levi, dan Erwin hanya menjadi pria terbodoh.

"Tidak.. [Name].."

"[Name]... Aku disini.. Jangan kesana"

"[Name].. Aku mencintaimu.."

NO REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang