9 | Honesty

81 13 2
                                    

Suara mesin pembakar roti menandakan bahwa rotinya telah matang, pria berambut pirang mengambilnya dengan hati-hati dan meletakkannya keatas piring lalu memoleskan selai kacang, kopi yang sudah selesai diseduh juga menguap melambungkan asap tinggi, dengan satu tangan lainnya memegang handphone, jari besar dan panjang itu dengan mudah mengetik pesan lalu mengirimkan pada orang ya jauh disana.

Ia menyeruput kopi menghangatkan perut di cuaca dingin pagi ini. Pesan yang dikirim oleh Marie satu jam yang lalu Erwin buka kembali, hari pertama kemoterapi gadis kecil bernama Alexa. Kalimat [Name] kemarin terulang di kepalanya, dengan mata menatap pada ruang pesan antara mereka berdua, tak ada tanda-tanda wanita itu akan membalas.

Erwin kini menyantap sarapannya, sambil berpikir sedang apakah wanita itu disana, apakah dia makan dengan baik? Apakah semua yang dia butuhkan dapat tercukupi, mengingat [Name] selalu marah padanya jika mengirimkan uang. Tak pernah Erwin merasa terbebani karena telah menolongnya, meskipun [Name] selalu menyebutnya sebagai sebuah hutang.

Erwin tersenyum mengingat kejadian konyol ia bersama dengan [Name] dulu, untuk seorang Erwin yang selalu terbawa sifatnya yang serius akan runtuh jika ada wanita itu disampingnya, mulai dari celoteh, sifat cerobohnya, dan setiap keluhan jika berat badan yang naik dengan alibi bahwa ia akan mulai diet tapi sebelum itu pastikan untuk menyantap makanan manis terlebih dahulu.

"Kau sangat sibuk ya, hingga tidak membalas pesanku sama sekali hm?" ia bertanya kepada foto profil yang terpajang. Erwin memangku dagu menatap foto profil wanita yang tersenyum bersama kucing kesayangannya, sudah berapa lama mereka berteman? Setiap hari Erwin selalu bertanya, apa mungkin ia menyukai [Name]? Lalu apa jadinya nanti jika suatu saat ia mengungkapkan perasaan yang telah lama disimpan, apa mungkin pertemanan mereka akan tetap sama?

Erwin menghela nafas dengan terakhirnya potongan roti yang ia santap, untuk membayangkan ia dan [Name] tak lagi berteman saja sudah membuatnya takut, maka dengan itu ia buang jauh-jauh pikiran tersebut, mungkin status akan pertemanan adalah hal yang aman untuk saat ini. Erwin berdiri dan membersihkan sisa makannya, lalu segera bersiap untuk berangkat kerumah sakit.

Tangan cepat mengambil handphone yang terletak tak jauh darinya, senyuman memudar karena ia berpikir bahwa notifikasi tersebut dari [Name], kesal akan hal itu Erwin meletakkannya secara sembarang, lalu segera menyiapkan barang-barang sebelum berangkat. Setelah selesai, ia melihat dirinya pada pantulan kaca.

"Aku akan melakukan yang terbaik." Erwin melangkahkan kakinya dengan mantap menuju mobil, tapi sebelum itu Erwin menyempatkan diri untuk mengirim kembali satu pesan singkat. Lalu segera berangkat kerumah sakit.

°°°°

"Boom!"

Erwin mengerjapkan matanya dengan cepat karena suara itu sedikit mengagetkannya, suara wanita tertawa mengudara ia melihat dibalik pintu ternyata itu ulah Marie, Erwin tersenyum saja menunggu wanita itu berhenti tertawa.

Marie memegang perutnya karena sudah banyak tertawa, lalu dia menepuk bahu Erwin beberapa kali "Kau harus liat wajah kaget mu" ujarnya di sambung dengan tawa lagi.

Erwin hanya tertawa pelan sambil berjalan ke meja kerjanya. "Aku hampir terkena serangan jantung karena mu"

Marie diam seketika, dan memasang wajah seriusnya. "Maaf Erwin, aku tidak akan mengulanginya"

Melihat ekspresi wajah itu, Erwin tertawa pelan. "Sepertinya aku berhasil membuatmu takut. Hm?"

Sadar dirinya ditipu oleh Erwin, Marie memukul pria itu berkali-kali tapi yang dirasakannya tidak sakit sama sekali. "Haha.. Ampun Marie"

"Kau bisa menjadi orang yang sangat menyebalkan juga" ujarnya kesal.

Erwin hanya tertawa kecil lalu melepaskan jas putih dan segera duduk, Marie mendorong beberapa tumpukan berkas ke depannya, yang dimana Erwin sudah tahu berkas apa itu.

NO REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang