12 | Unplanned

95 13 8
                                    

Hari ini tepat dua minggu yang lalu, Alexa menjalani kemoterapi pertamanya. Dari hasil yang sedang dibaca oleh Erwin belum ada perubahan dari kemoterapi terakhir. Seharusnya Alexa sudah harus memperlihatkan sesuatu dari hasil kemarin, sedangkan gadis itu hanya berbaring disana yang dimana semakin terlihat melemah, harapan yang sempat digantung olehnya kini mulai ia ragukan, muncul pikiran bercabang, banyak opini juga sebab akibat yang mungkin saja terjadi setelah menjalani kemoterapi tersebut. Jadi yang hanya dilakukan Erwin hanya bisa menatap gadis itu yang sedang tertidur. Baik ia dan Marie hanya bisa mencatat hasil yang telah mereka dapatkan setelah memeriksa. 

"Bagaimana dokter, apa semuanya baik-baik saja?"

"Aku akan mencoba untuk terus memantau Alexa, sebelum kita bisa melakukan kemoterapi selanjutnya"

Kedua orang tua itu hanya bisa mengangguk, tentu saja mereka sangat percaya kepada Erwin apapun yang akan terjadi mereka yakin bahwa ada yang namanya keajaiban mungkin memang mereka tidak menggantungkan tinggi harapan layaknya Erwin, intinya mereka yakin dan jika memang apa yang dijalani Alexa nanti tidak akan berjalan dengan baik mereka akan menerima bagaimanapun akhirnya. Pria bersurai pirang itu hanya bisa menepuk bahu ayah Alexa beberapa kali sebelum mereka keluar, kini Erwin hanya bisa menatap lantai sambil otaknya berpikir membuat jantung berdegub sedikit cepat. Marie yang berjalanan tepat disampingnya melihat dari sudut mata terlihat pria itu sedang tidak baik-baik saja. Hingga akhirnya mereka sampai diruangan Erwin, kali ini tak ada niatan Marie untuk membiarkan Erwin sendiri. 

Cuaca kali ini juga ikut tidak baik seperti biasanya, gemuruh terdengar dan juga suara hujan untuk pertama kalinya membuat yang mendengarnya akan merasa tidak tenang semakin melengkapi perasaan yang sedang gundah. Tapi kaki tetap berjalan membawanya untuk berdiri didekat jendela melihat air yang turun dengan cepat membuat basah apapun yang disentuh, dari atas ini ia melihat banyak orang yang berlari kecil menggunakan payung juga jaket sebagai pelindung untuk menghangat tubuh. Marie berjalan mendekat dengan secangkir teh yang ternyata tanpa Erwin sadari sudah dibuatkan untuknya. "Diminum dulu"

Erwin menatap nanar cangkir yang sudah ia ambil alih dari Marie, "Seharusnya, Alexa ada sedikit kemajuan"

"Erwin. Tenanglah.."

"Kau tahu Marie, seharusnya dalam waktu dua minggu. Harus ada yang namanya kemajuan."

"Iya aku tahu, tapi kita juga harus sabar. Mungkin proses Alexa sedikit berbeda kita tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa ini gagal atau semacamnya."

Ada benarnya, Erwin sedikit setuju dari pendapat Marie. Namun hatinya saja yang terlalu cemas memikirkan gadis kecil itu. Terasa ada sebuah tangan yang mengelus punggung yang sedikit membungkuk. Sorot mata biru melihat ke wanita yang sedang tersenyum penuh kepercayaan.

"Tenanglah.."

Erwin mencoba tersenyum guna menenangkan hatinya. "Terima kasih banyak Marie, selamat ini kau sudah banyak membantu"

Marie membalas dengan mengangguk pelan, bukankah ini sudah menjadi tugasnya yang selalu ada disamping Erwin? Setelah Erwin mengungkapkan perasaannya kepada [Name], Marie berusaha keras untuk melupakannya karena ia tahu mau sekuat apapun ia berusaha, Erwin tidak akan pernah bisa menyukainya. Jadi setidaknya biarkan dia membantu Erwin agar dia bisa selalu didekatnya.

Barulah Erwin meminum teh yang sedari tadi dipegangnya, rasa hangat dan juga manis sedikit menyegarkan jiwanya. Erwin benar-benar menikmati rasanya. Lalu matanya kembali melihat ke jendela yang dihiasi dengan curahan hujan yang masih deras mengguyur. Tiba-tiba saja Erwin mengingat [Name] sedang apa ya kiranya wanita itu sekarang?

Padahal mereka tidak pernah melewatkan menit hanya sekedar untuk mengirim pesan singkat. Terhitung sudah dua minggu dia berkerja disana, dan semua yang ia dengar dari [Name] bahwa dia benar-benar nyaman, ya meskipun wanita itu masih bingung dengan sikap istri Levi, [Name] berpikir setiap saat jika melihat wanita itu datang kekantor dan hanya tersenyum simpul saja berbeda sekali disaat mereka pertama kali bertemu. Ah jangan lupa cerita tentang Kenny. [Name] juga berbicara tentang Kenny yang notabene pamannya Levi.

NO REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang