5. Perkara Treadmill

101 33 4
                                    

Happy Reading guys 💚

Jangan lupa vote dan komen, ya!

Kalya pulang dalam keadaan keningnya yang membengkak akibat insiden pagi tadi. Gadis itu mengusap-usap sedikit keningnya yang terasa berdenyut. Kalya tiba di rumah dan hendak masuk ke kamar, tetapi langsung dicegat oleh Sari.

"Kenapa bengkak begitu?" Sari memperhatikan bagian dahi putrinya.

"Ketabrak pintu tadi," balas Kalya menghadap ke arah mamanya.

"Kamu ini, bisa-bisanya ketabrak sama pintu. Makanya kamu diet, Lya, biar kecil dikit itu badannya." Sari kembali membawa topik permasalahan badan Kalya.

Kalya menghela napas panjang setelah mendengar ucapan mamanya. Lagi-lagi mamanya ini mempermasalahkan badannya, padahal kan Kalya sedang dalam mengusahakan hal tersebut.

"Ma, udah, deh. Aku capek, Mama selalu ngomentarin aku, kemaren ngeraguin usaha aku, sekarang malah nyuruh aku buat diet lagi. Mama, ini gimana, sih?" protes Kalya mulai dongkol dengan perkataan sang mama.

"Ya, siapa tau itu kamu diet dan makan buahnya cuma berjalan dua hari aja, makanya Mama ngeraguin." Sari kembali mencari pembelaan setelah mengeluarkan kata-kata sensitif untuk anaknya.

Kalya hanya mendengar tanpa berniat untuk membalas lagi pembelaan dari mamanya. Setelah Sari selesai, Kalya langsung pergi dari hadapan wanita itu menuju kamarnya.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Kalya berdiri di depan cermin yang ada di kamarnya. Ia memperhatikan dahinya yang semakin membengkak, ternyata tertabrak pintu lebih berdenyut sakit ketimbang ditolak oleh Ansel. Gadis itu tidak lupa pula kembali memperhatikan badannya.

"Kok, gak kurus, ya? Padahal kan gue udah ke gym," protesnya pada badan yang ternyata tidak ada perubahan sama sekali, padahal dirinya sudah empat hari pergi ke gym.

"Kok, orang-orang di sosmed pada cepet-cepet gitu, ya, kurusnya," ucapnya lagi ketika mengingat orang-orang yang ia lihat di media sosial yang bisa menjadi kurus hanya dalam hitungan bulan.

Begitulah kenyataannya, ketika kita melihat orang-orang berproses terasa mudah dan cepat, padahal yang mereka alami sama seperti yang sedang kita rasakan sekarang.

"Lia," panggil Sari dari luar kamar. Sekarang wanita itu tidak bisa langsung masuk ke dalam kamar Kalya, karena Kalya mengunci kamarnya.

Kalya mendengar sebuah suara mamanya dan langsung membuka pintu untuk wanita berkepala empat itu.

"Kompres dahi kamu." Sari memberikan sebuah baskom berukuran sedang yang berisikan air dingin dan sebuah handuk kecil kepada Kalya.

Tentu saja Kalya menerima uluran baskom dan handuk tersebut. Kalya menatap bingung pada mamanya, yang tiba-tiba datang langsung memberikan kompresan untuknya. Biasanya wanita itu tidak akan sepeduli sekarang.

Sari tanpa berkata lagi dan langsung berlalu dari depan kamar Kalya. Hak itu semakin membuat Kalya heran dengan mamanya.

"Tumben banget si Mama," celetuknya setelah kepergian Sari.

Tidak mengulur waktu, ia langsung mengompres dahinya, agar denyut dan bengkaknya sedikit berkurang. Dengan telaten Kalya mengompres dahinya sendiri dengan bantuan pantulan cermin yang memudahkannya untuk mencapai titik dahinya yang membengkak. Kalya terus mengulang tahapan kompresan sampai air tadi menurun kadar dinginnya.

"Ini semua gara-gara si Om-om itu!" geramnya ketika ia kembali merasakan denyutan di jidatnya. "Awas aja lu, ya. Kalau jumpa lagi, gue geplak pake besi gym."

***

Keesokan harinya Kalya kembali datang ke gym. Bahkan, ketika pintu gym baru dibuka pada jam 09.00, Kalya sudah nangkring di sana. Jika dalam istilahnya adalah Kalya si pembuka gerbang. Gadis itu sengaja pergi ke gym lebih awal, karena ia ingin lebih banyak waktu untuk berlatih dan berolahraga supaya badannya cepat kurus, begitulah pikir Kalya. Jika semakin lama badannya seperti ini, maka akan semakin lama lagi Kalya harus menahan sesak napas dan mudah lelah di setiap aktivitasnya, apalagi mengingat ia akan memasuki dunia perkuliahan, Kalya tidak mau jika masa kuliahnya ikut berantakan seperti masa SMA-nya.

Kalya sedang membenahi hati, agar bisa melupakan sosok Ansel yang sudah mencuri hatinya dan membuatnya jatuh dalam waktu yang bersamaan. Ternyata berlemak bukan hanya ada di badan Kalya, tetapi juga ada di cinta gadis itu. Kalya akan mencoba melupakan, meskipun susah, sama seperti lemak yang ada di tubuhnya, ketika dikumpulkan mudah, tetapi ketika ingin dihilangkan susahnya setengah mati.

Terhitung sudah lima hari Kalya melatih kebugaran tubuhnya di pusat kebugaran milik abang dari teman SMA-nya. Baru sejauh ini Kalya berusaha, sudah banyak air mata yang gadis itu keluarkan. Berat sekali rasanya berjuang untuk berubah menjadi lebih baik, berubah agar dihargai oleh orang-orang di luaran sana, terkhusus lagi dihargai oleh ibunya sendiri. Kalya sadar jika badannya besar, tapi menjadi kurus bukanlah hal yang bisa diraih dengan sekejap mata. Orang-orang memang seperti itu, mereka tidak akan mengerti dengan keadaan kita, karena bukan mereka sendiri yang mengalaminya.

Sama halnya dengan sekarang. Gadis itu mungkin sudah hampir tiga puluh menit berlari menggunakan alat bantu berlari, yang disebutkan dengan treadmill. Banyak peluh yang mengalir di pelipisnya, suara rintihan menahan rasa lelah yang keluar dari bibinya. Kecepatan alat yang semakin bertambah karena ia tidak tahu tombol untuk mematikan alat tersebut, hingga menyebabkan langkah kakinya tidak lagi seimbang dengan kecepatan alat tersebut. Kalya sadar dengan rotasi alat yang semakin cepat berjalan, membuatnya panik setengah mati karena alat itu semakin cepat berputar. Ia tidak bisa menghentikan alat tersebut, karena yang biasanya akan membantunya menghidupkan ataupun menghentikan alat-alat yang ia gunakan adalah personal trainer khusus untuknya.

"Aduh, gimana ini?" Kalya panik dan berusaha menekan-nekan asal tombol yang ada di sana. Namun, tak kunjung berhasil, ia tidak bisa meminta tolong karena di ruangan itu hanya ada dia seorang diri.

"Tolong …!" teriak Kalya meminta tolong. Ia mengharapkan ada seseorang yang datang untuk menolongnya dari laju alat yang sedang ia pijak ini. "Bantu aku!"

Agam yang sedang memeriksa keseluruhan keadaan tempat gym-nya dan hendak melintas, tentu saja bisa mendengar suara pekikan seorang perempuan dari ruangan treadmill. Laki-laki itu pun dengan langkah lebarnya menuju ke asal suara. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis yang ia kenali sedang berlari diatas alat yang melaju dengan kecepatan tinggi. Agam segera menuju alat di mana Kalya berada dan langsung menekan tombol untuk mematikan alat tersebut.

Kalya terduduk lemas setelah treadmill itu mati. Energinya benar-benar terkuras habis pada satu alat tersebut, yang tadi niatnya ingin berolahraga lebih lama harus  dilupakan karena hari ini energinya sudah tandas.

"Terima kasih udah bantu saya," ucap Kalya tulus dengan napas yang memburu, tanpa menatap orang itu.

Agam berdehem. "Makanya, lain kali pelajari betul tentang alat-alat yang ingin kamu gunakan."

Mendengar suara itu membuat Kalya langsung mendongak untuk menatap si pemilik suara.

"Loh, lo yang nolongin gue, Om?" Kalya terkejut melihat Agam lah yang membantunya dari alat tersebut.

"Kenapa kalau saya yang bantu?"  Agam melirik Kalya yang ngos-ngosan dengan badan tinggi dan besarnya.

"Bantu-bantu! Ni, liat dahi gue benjol gara-gara lo kemaren!" bentak Kalya kembali, ia masih kesal dengan laki-laki itu. Apalagi dahinya yang masih berdenyut sakit sekali-kali.

"Untuk yang kejadian kemarin, saya minta maaf." Agam berniat kembali meminta maaf perihal kemarin, ia benar-benar tidak sengaja akan hal itu dan menyebabkan dahi gadis di depannya membengkak.

"Gue gak bakalan maafin, sebelum lo juga ngerasain benjol di kepala lo itu," bantah Kalya menolak permintaan maaf Agam.

Kalya bangkit dari duduknya di atas lantai dan mengambil botol minumnya mengangkatnya tinggi dan siap ia layangkan ke arah kepala Agam.

"Argh ... aduh!"

TBC

B. Aceh, 08 November 2023

Fatty Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang