“Mama! Anak sulung hampir bawa pulang mantu, nih, kayanya!” teriak Jarvis begitu memasuki rumah.
Tiara yang sedang membaca majalah seketika meletakkan benda tersebut dan memfokuskan diri dan telinganya pada ucapan putra bungsunya yang baru saja kembali.
Begitu setelah dari dari gym tadi, Jarvis langsung memusatkan haluannya menuju arah pulang. Begitu pula dengan Ansel yang juga memilih langsung pulang karena kondisi hatinya yang sedang sangat syok dengan apa yang dilihat tadi. Namun, sayangnya kedua laki-laki itu tidak mendengar dan melihat hingga keseluruhan adegan di sana.
“Apa maksud kamu? Abang maksud kamu yang bakalan bawa menantu untuk Mama?” tanya Tiara sekali lagi untuk memastikan jika yang ia dengar barusan tidaklah salah.
“Iya, Ma. Abang udah punya calon, tuh. Cepat-cepat, deh, Mama lamar anak gadis orang biar gak bablas nantinya,” celetuk Jarvis sudah meleber ke mana-mana.
“Kamu ini ngomong apaan, sih. Gak usah ngomong yang aneh begituan. Abang kamu anak baik-baik, kok,” kesal Tiara menanggapi ucapan Jarvis yang asal dikeluarkan oleh anak tersebut.
“Iya, Ma, iya. Nanti, pas abang pulang Mama tanyain aja, deh, sendiri,” ujar Jarvis pada mamanya. “Yaudah, aku ke atas dulu, mau mandi gerah dari gym tadi.”
Jarvis melangkah pergi dari sana dengan sambil tersenyum senang. Drama perjuangan sepupunya sepertinya akan kandas, karena Kalya suka pada abangnya. Menurut Jarvis wajar aja Kalya mencintai abangnya, toh, laki-laki itu juga yang membantu Kalya hingga gadis itu berubah sebaik sekarang ini.
****
Malam tiba dan sang bagaskara sudah tergantikan oleh rembulan yang bersinar terang. Seorang gadis yang tak lain adalah Kalya yang kini sedang berada di kamar mamanya.
Dengan telaten gadis itu membuka perban dan setelah itu dengan penuh kehati-hatian ia mencoba mengelap bekas operasi yang semakin hari semakin berair.
“Gimana lukanya, Lia?” tanya Sari yang sedang tidur telentang dengan suara terdengar begitu lemah.
Wanita berkepala empat itu tidak lagi bertenaga dan sangatlah berbeda dari satu tahun sebelumnya. Sari yang dulunya adalah perempuan yang energik, kini harus terbaring lemas karena keadaannya yang sudah sangat jauh dari kata baik-baik saja.
“Baik, kok, Ma,” bohong Kalya, gadis itu tidak mau mamanya kepikiran tentang penyakit dirinya sendiri.
Setelah selesai Kalya memasangkan kembali perban pada kaki Sari. Ia pun membersihkan kekacauan yang barusan terjadi dan membawa perban bekas itu ke dapur. Setelah semuanya bersih dan beres, barulah Kalya kembali ke kamar untuk menemani mamanya tidur.
“Anak Mama cantik banget,” puji Sari mengusap surai yang tergerai milik anaknya. “Makasih, ya, Nak, kamu udah berusaha untuk sehat dan kurus.” Sari kembali bersuara sambil tersenyum.
“Makasih, Mama. Sekarang Mama udah liat, kan, aku kurus. Ini adalah hadiah untuk Mama.” Kalya berucap dan langsung memeluk mamanya. “Mama harus sembuh, ya.”
Kalya tak kuasa menahan air mata yang siap terjun. Ia langsung. mengusap kasar air matanya. Dadanya begitu terasa sesak, ternyata ia menjalani hal sejauh ini seorang diri.
Tuhan, bantu aku. Aku gak sanggup sendirian, batin Kalya hilang akan arah. Mamanya yang semakin hari semakin melemah dan ia bingung harus bagaimana.
***
Suasana pagi Sabtu ini terasa berbeda untuk Eliva, karena sahabatnya—Kalya tidak berhadir mengikuti perkuliahan.
Satu jam pelajaran sudah ia tunggu, tetapi gadis itu tetap tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatty Love (END)
RomansaKatanya, beauty privilege itu nyata. Itulah yang menimpa Kalya, cewek obesitas yang nekat menyatakan perasaannya berkali-kali kepada cowok ter-famous bernama Ansel, tetapi selalu ditolak mentah-mentah. Puncaknya pada malam prom night. Jawaban Ansel...