20. Mencidukkan Papa

55 16 0
                                    


“Akhirnya kelar juga kuliah
hari ini, ya, El,” ucap Kalya pada Eliva dan langsung mendapat anggukan dari gadis tersebut.

“Oh, ya, lo mau pulang terus atau gimana?” tanya Eliva pada Kalya.

Kini, kedua gadis tersebut baru saja keluar dari ruangan Agam untuk mengantarkan buku milik laki-laki itu.

“Gak bisa pulang dulu dong. Kan, kita masih ada mk-nya pak Husein setelah ini,” balas Kalya mengingat bahwa mereka ada mata kuliah selanjutnya.

“Terus, kapan lo mau nganter Mama ke rumah sakit?” Eliva kembali menanyakan tentang mama Kalya.

“Em, berarti nanti, setelah pulang kuliah, deh,” balas Kalya memberi jawaban.

Eliva mengangguk paham dengan jawaban yang diberikan oleh Kalya. Kedua gadis itu melanjutkan langkahnya menuju kelas di mana perkuliahan selanjutnya akan dilaksanakan.

Namun, di pertengahan perjalanan keduanya. Suara dering dari ponsel Kalya menghentikan langkah kedua gadis tersebut. Kalya mengambil ponsel dari dalam tasnya dan ternyata di sana tertera nama ‘mama’. Dengan cepat Kalya menggeser panel hijau agar panggilan keduanya tersambung.

Mama Sari: Lia, Mama langsung ke rumah sakit, ya.

Kalya: Gak mau sekalian sama aku aja, Ma?

Mama Sari: Gapapa, Mama pergi sekarang saja. Kamu lanjutin belajarnya, ya. Yaudah Mama tutup telponnya, ya.

Kalya: pergi sama siapa, Ma?

Pertanyaan akhir Kalya tidak mendapatkan balasan apapun dari wanita seberang sana, karena sambungan telepon keduanya sudah terputus secara sepihak.

“Aduh, si Mama ke rumah sakit sama siapa, ya?” Kalya resah perihal mamanya pergi dengan siapa.

Kalya menghela napas panjang. Pertanyaannya barusan tidak sempat dijawab oleh mamanya. Kalya kepikiran dengan siapa mamanya akan pergi ke rumah sakit. Apa bisa wanita itu pergi sendiri dengan kondisi kaki yang seperti itu? Entahlah, semoga hal baik-baik dan orang-orang baik selalu menyertai mamanya.

***

Begitu selesai dengan perkuliahan pagi dan setelah bukunya diantar oleh kedua mahasiswinya tadi. Agam langsung membanting setir menuju rumah sakit tempat sang papa bekerja atas permintaan sang mama.

Tiara yang belum puas dengan jawaban dari sang suami pada malam itu terkait pesan teks suaminya dengan salah satu pasiennya. Wanita cantik itu memilih untuk meminta bantuan sang putra untuk memeriksa bagaimana suaminya di tempat kerja. Apakah benar sang suami bermain gila di belakangnya atau tidak.

Oleh karena itulah, mengapa sekarang Agam sudah berada di parkiran rumah sakit untuk memeriksa sang papa dengan dalih membawa bekal makan siang yang sudah disiapkan oleh Tiara—mamanya.

Laki-laki tampan itu keluar dari mobil. Dengan kemeja yang melekat di tubuh atletisnya semakin menambah kesan formal pada diri Agam. Laki-laki itu menyusuri jalan parkiran menuju lobi rumah sakit. Namun, begitu akan memasuki bangunan tersebut, langkah Agam terpaksa ia hentikan tatkala melihat seorang wanita yang berjalan kesusahan dengan bantuan sebuah tongkat di tangannya.

“Mari saya bantu, Bu.” Agam menahan tubuh wanita tersebut yang hampir jatuh karena hilang keseimbangan.

“Terima kasih, ya, Nak,” balas wanita bertongkat tersebut.

Kini Agam menuntun jalan wanita tersebut hingga menuju tujuannya, yaitu ruang dokter spesialis bedah. Setiba di sana pasien yang datang bersama Agam langsung dipersilakan masuk tanpa harus mengantri.

Kedatangan pasien langsung disambut oleh sang dokter yang memang sedang bertugas hari itu.

“Selamat datang kembali,” sapa perawat perempuan tersebut pada pasien.

Fatty Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang