Perjalanan Kalya hingga mencapai titik yang sekarang tidaklah mudah. Waktu keseluruhan untuk mencapainya gadis itu membutuhkan waktu tujuh bulan lamanya. Banyak sudah peluh dan air mata yang gadis itu keluarkan, hanya untuk mendapatkan badan idealnya dan tubuh sehatnya. Bukan hanya olahraga, mengurangi porsi makanan, tetapi ia juga sudah melewati metode diet intermittent fasting, yang mana dengan metode tersebutlah, ia perlahan-lahan berhasil mencapai hingga titik yang sekarang.
Dalam rentang masa akhir semester satu lalu, hingga penghujung liburan itulah, Kalya berhasil mencapai badan idealnya. Berat badan yang beberapa bulan lalu berada di angka 73.00 kg dan kemudian sempat kembali naik pada angka 77.05 kg. Hingga kini bisa menurun drastis sampai di angka 60.05. Dalam jangka waktu tiga bulan lebih Kalya berhasil menurunkan 13 kilogram berat badannya. Namun, ini bukan akhir dari perjuangan Kalya, karena gadis itu masih tetap harus menjaga makanan, agar badannya tidak kembali seperti semula.
Semenjak libur semester ganjil satu bulan lalu, Agam semakin dekat dengan Kalya. Mereka selalu berjumpa di tempat olahraga setiap empat sampai lima kali dalam seminggu. Namun, anehnya laki-laki itu masih tidak ingin mengakui perasaannya, jika saja kadangkala hatinya berdebar ketika bersama Kalya, maka laki-laki itu akan segera menepis sejauh mungkin pikiran-pikiran yang akan menjerumuskannya kembali ke dalam lubang cinta.
Begitulah jika seseorang yang sudah pernah dikecewakan oleh cinta, maka orang tersebut akan sedikit susah untuk mau menyadari perasaan itu, meskipun pada dasarnya perasaan itu memang ada.
Sekarang ini Agam sedang sibuk dengan ponselnya. Bukan, bukan karena kesibukannya sebagai seorang dosen, melainkan ia sedang mengirimkan pesan kepada mahasiswinya, yaitu Kalya.
Agam
Kalya, besok jangan langsung ke kelas, tapi ke ruangan saya dulu.
Kalya
Kenapa gitu, Pak? Saya, kan, bukan lagi asdos Bapak.
Kalya merasa bingung dengan isi pesan sang dosennya.
Agam
Em… datang saja besok.
***
“Pagi, Pak,” sapa Kalya setelah mengucapkan salam.
“Masuk,” titah Agam sambil bangkit dari kursinya.
Kini Kalya baru saja tiba di ruangan Agam. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa laki-laki itu memanggilnya, padahal dirinya bukan lagi sebagai asisten dosen laki-laki tersebut.
“Kenapa Bapak memanggil saya?” tanya Kalya pada Agam.
“Duduk dulu sana,” titah Agam sambil menunjuk sofa menggunakan dagunya.
Kalya hanya manut saja. Gadis itu berjalan menuju sofa yang ada di ruangan tersebut. Kalya bisa melihat pergerakan dosennya itu, yang datang menghampirinya dengan membawa sebuah paper bag.
Agam juga ikut mendudukkan badannya di sofa yang sama dengan Kalya.
“Ini makan.” Agam menyodorkan sebuah wadah berisikan nasi goreng. “Kamu belum makan, kan?”
Kalya langsung menggeleng ketika melihat isi dari wadah tersebut. Gadis itu tidak lagi ingin menyentuh makanan-makanan seperti itu. Ia lebih baik kelaparan, dari pada badannya kembali seperti sedia kala.
“Iya, saya belum makan, tapi kalau itu sarapannya saya gak mau, nanti badan saya balik lagi kaya dulu,” jelas Kalya dengan suara lemah.
Mendengar Kalya berkata demikian, Agam langsung menghadapkan dirinya untuk menatap sang mahasiswi. Ia rasa Kalya sekarang hidup dengan penuh ketakutan terhadap banyak makanan. Setiap kali ia menawarkan makanan, tapi selalu ditolak oleh gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatty Love (END)
RomanceKatanya, beauty privilege itu nyata. Itulah yang menimpa Kalya, cewek obesitas yang nekat menyatakan perasaannya berkali-kali kepada cowok ter-famous bernama Ansel, tetapi selalu ditolak mentah-mentah. Puncaknya pada malam prom night. Jawaban Ansel...