Hampir berjalan satu bulan Kalya menjadi bagian dari pusat kebugaran milik Agam. Selama itu pula seorang Ansel Pratama tidak pernah absen mengapeli gadis itu, baik itu di kampus atau pun di tempat olahraga. Pemuda itu benar-benar sangat berambisi ingin mendapatkan Kalya—gadis yang dulunya ia hina, tetapi sekarang gadis itu pula yang membuatnya terpana.
Perjuangan Ansel bukan hanya sekedar datang dengan rayuan. Jika saja Ansel sedang menghampiri Kalya di kampus, maka laki-laki itu akan membawakan rangkaian bunga, yang tentu saja akan menggemparkan manusia-manusia yang berada di koridor fakultas. Namun, Kalya tidak pernah menggubris perjuangan Ansel.
Terdengar kejam, tetapi itu tidak seberapa dengan apa pun yang dilakukan Ansel dulunya pada cewek setulus Kalya. Lagi pula Kalya sudah menegaskan, bahwa dirinya tidak lagi memiliki perasaan pada laki-laki tersebut, bahkan sedari beberapa bulan setelah kelulusan. Namun, Ansel sendiri yang tidak mau buka mata dan telinga dengan segala apa pun yang dilontarkan oleh Kalya.
Hari ini adalah hari Jumat, di mana ia akan pergi bekerja mulai dari pagi hingga sore hari. Kalya akan bekerja seharian penuh, karena hari ini gadis itu tidak memiliki jadwal perkuliahan. Setelah semua keperluan dan kepentingan mamanya di rumah terpenuhi, barulah gadis itu beranjak dari rumah.
Sepuluh menit yang lalu Kalya baru saja menapaki kakinya di area pusat kebugaran milik Agam. Ia bisa melihat di samping sana terdapat mobil sang dosen yang sudah terparkir rapi. Dengan cepat gadis itu melangkahkan kakinya ke dalam bangunan tersebut.
“Pagi, Pak,” sapa Kalya pada Agam yang sedang menata beberapa alat berbahan besi.
“Iya, baru sampe kamu?” balas Agam bertanya.
“Iya, Pak, baru nyampe. Oh, iya, saya udah ngerekap data pengunjung harian dan member bulan ini, Pak,” beritahu Kalya, jika tugasnya terlaksana.
Agam mengangguk pelan dan mengikuti langkah Kalya yang membawanya ke meja kasir. Di sana Agam bisa melihat begitu cekatannya gadis itu dari membuka layar laptop dan menjelaskan data-data dan pemasukan selama satu bulan ini.
“Bagus, kamu kerja dengan baik,” puji Agam merasa puas dengan hasil kerja mahasiswanya.
Kalya tersenyum senang karena pujian Agam. “Makasih, Pak.”
“Nanti sebelum pulang, kamu ke ruangan saya dulu, ya.” Agam menyuruh Kalya, agar gadis itu tidak langsung pulang sebelum mengambil gajinya setelah satu bulan bekerja.
“Oke, siap, Pak.” Kalya mengangguk patuh dengan perintah laki-laki yang kini menjadi atasannya juga.
Agam mengangguk kepalanya sebagai respon. “Oh, iya, saya mau nanya.”
“Tanya apa, Pak?” Kalya mengerutkan keningnya.
“Em, kamu sama Ansel pacaran?” Agam mengutarakan rasa penasarannya.
Agam bertanya demikian, karena selama satu minggu terakhir ini, ia kerap kali melihat Ansel datang ke sini dengan membawakan bunga dan kadang membawakan air mineral juga handuk kecil ketika gadis itu selesai berolahraga.
“Nggak, kok, Pak. Mana mungkin saya pacaran sama Ansel,” sahut Kalya sambil terkekeh.
Benar, tidak mungkin dirinya bersama dengan seseorang yang sudah menghancurkan tekad cintanya, seseorang yang mempermalukan dan menghina fisiknya dulu. Hanya karena tidak berfisik indah, ia selalu menjadi bahan lawakan ketika mereka berulah.
“Kenapa Bapak nanya?” tanya Kalya heran dengan pertanyaan dosennya yang semakin hari semakin aneh saja ketika berbicara dengannya.
“Nggak, hanya mau tau aja.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Fatty Love (END)
RomanceKatanya, beauty privilege itu nyata. Itulah yang menimpa Kalya, cewek obesitas yang nekat menyatakan perasaannya berkali-kali kepada cowok ter-famous bernama Ansel, tetapi selalu ditolak mentah-mentah. Puncaknya pada malam prom night. Jawaban Ansel...