17. Deep Talk

56 18 6
                                    


Di rumah, tepatnya di rumah seorang Kalya. Suasana masih tetap terasa sunyi, padahal Sari sudah kembali setelah pergi tujuh hari tanpa kabar apapun yang diberikannya kepada Kalya. Semenjak pulang siang tadi wanita itu tidak pernah keluar dari kamar dan bahkan berbicara dengan Kalya.

Kalya merasa heran dengan perubahan sikap mamanya. Apalagi setelah satu minggu ia tidak berjumpa dengan wanita bertelapak kaki surganya. Setelah selesai makan beberapa lembar roti tawar, Kalya berinisiatif untuk mendatangi kamar mamanya untuk menanyakan semua kebenaran yang sudah terjadi.

Kalya mengetuk pintu kamar Sari. Namun, wanita itu tidak membuka, karena biasanya jika Kalya mengetuk maka Sari sendiri lah yang akan membukakan pintu, tetapi sekarang tidak. Setelah tidak mendapatkan respon apapun dari dalam, Kalya meletakkan tangannya di gagang pintu dan menekannya pelan hingga pintu kayu tersebut perlahan terbuka.

Begitu pintu terbuka, Kalya langsung menutup mulutnya tak percaya dengan pemandangan apa yang baru saja ia lihat. Ia berjalan perlahan menuju Sari yang duduk di atas di atas kasur dengan kedua kaki lurus terlentang dengan ukuran yang tidak lagi sama panjang. Ternyata sebelah kaki mamanya sudah teramputasi hingga pergelangan kaki.

Gadis itu mendekat ke arah sang mama dengan air mata yang sudah tidak bisa ia membendung. Kalya terduduk di samping Sari yang berseberangan pada headboard ranjang.

Kalya memeluk mamanya dan mencium tangan wanita berkepala empat tersebut. Bagaimana bisa ia tidak memperhatikan kaki mamanya ketika pulang tadi. Ia juga tidak menyadari sama sekali dengan tongkat yang dipegang oleh mamanya.

“Kenapa bisa gini, Ma? Mama kenapa kaki Mama hilang satu?” tanya Kalya disusul dengan suara tangis yang terdengar pilu.

Sari mengulum bibirnya ke dalam dan memalingkan wajahnya agar tidak meneteskan air mata di depan anaknya. Sari yakin sekali jika hal yang sedang ia sembunyikan sekarang ini pasti tidak akan bertahan lama. Buktinya baru beberapa jam ia di rumah dan putrinya sudah mengetahui jika dirinya yang sudah cacat seperti ini.

“Kenapa Mama gak bilang sama aku kalau Mama lagi sakit,” protes Kalya karena sang mama tidak mengatakan apapun padanya jika wanita itu selama ini sedang sakit. “Mama gak nganggap aku sebagai anak Mama lagi, ya?”

“Maaf, Nak. Bukannya Mama gak menganggap kamu, tapi Mama gak mau kuliah kamu berantakan hanya karena harus merawat Mama di sana,” balas Sari yang sudah juga ikut menangis karena terbawa suasana yang diciptakan oleh anaknya.

Kalya tidak habis pikir dengan mamanya yang sedang sakit dan pergi ke rumah sakit seorang diri tanpa memberitahukan dirinya. Wanita itu juga masih sempat-sempatnya memikirkan kuliah Kalya dibandingkan dengan kondisinya di rumah sakit yang membutuhkan pendamping selama berada di sana.

Bagaimanapun perkataan Sari yang membuat Kalya sedih dan sakit hati. Namun, tetap saja jika wanita yang telah melahirkannya ini sakit, maka dirinya juga akan merasakan hal yang sama. Di dunia ini sekarang ia hanya punya satu keluarga yaitu, mama.

“Maaf, Ma, tadi siang aku buruk sangka ke Mama, aku kira mama mau nikah lagi dengan bapak-bapak itu tadi,” ucap Kalya mengungkapkan prasangkanya terhadap sang mama.

“Iya, Lia, kamu gak perlu minta maaf, kok,” balas Sari menepis rasa bersalah anaknya. “Mama juga udah gak pernah ada niatan untuk menikah lagi.”

Jika Sari mengatakan tidak pernah, berarti wanita itu pernah ada keinginan untuk menikah lagi. Oleh karena itu, yang membuat Kalya khawatir dan takut jika seandainya hal itu benar terjadi. Sekarang Kalya tidak perlu ambil pusing lagi, karena mamanya tidak lagi menginginkan pernikahan.

“Makasih banyak, Ma,” ucap Kalya tulus. “Jadi, Mama pergi satu minggu ini tanpa ngasih kabar ke aku, karena Mama baru selesai dioperasi di rumah sakit?”

Sari mengangguk pelan sebagai jawaban. Padahal luka pada kaki bekas operasi Sari belum terlalu sembuh, tetapi wanita itu memaksa agar bisa segera pulang agar putrinya tidak sendirian dan tidak mencari-carinya. Lagi pula mengingat biaya rumah sakit yang terlampau mahal, juga menjadi salah satu pertimbangan mengapa Sari ingin cepat keluar dari sana dan hanya akan melakukan rawat jalan nantinya.

Sari pun mulai menceritakan pada Kalya terkait penyakit diabetes yang dialaminya selama ini dan semakin hari kian parah. Sehingga luka yang ada di jemari kakinya semakin menyebar dan atas usulan pihak ahli medis, Sari harus segera dilakukan operasi, agar luka di jemari kaki tidak semakin menjalar ke bagian tubuh yang lain.

Sudah hampir tidak pernah lagi Kalya berbicara seperti ini dengan mamanya, karena jika bicara sehari-hari pasti tidak jauh dari percekcokan ringan antara keduanya dengan bermasalahkan tentang badan Kalya.

Tangis Kalya semakin mereda setelah mendengar perjalanan sakitnya sang mama dan keduanya masih sama-sama duduk di atas ranjang milik Sari. Di saat sedang diam-diamnya, tiba-tiba Sari kembali mengangkat suara.

“Maaf, selama ini perkataan jahat Mama udah nyakitin hati kamu. Mama marah saat kamu makan banyak. Mama marah kalau kamu sering malas-malasan, dan Mama selalu marahin kamu supaya kamu kurus, karena Mama gak mau kamu obesitas,” ungkap Sari panjang lebar pada anaknya. “Mama gak mau kamu bernasib sama dengan almarhum Papa dulu.”

Kalya tertegun dengan pengungkapan mamanya. Ternyata marah yang selama ini wanita itu perlihatkan adalah sebuah bentuk kepedulian, hanya saja mamanya salah dalam mengekspresikan.

Sekarang menjadi paham mengapa Sari bersifat demikian, karena wanita itu tidak ingin Kalya semakin gendut dan obesitas hingga mengancam nyawa seperti yang sudah terjadi pada suaminya. Suami Sari ataupun papa Kalya meninggal lima tahun silam salah satu faktornya terlepas dari pada datangnya ajal adalah karena laki-laki itu obesitas.

Kalya mengangguk kepalanya. Mulai sekarang tujuannya ingin menjadi kurus bertambah satu lagi, yaitu selain ingin membuktikan pada Ansel dan mahasiswa di fakultasnya, gadis itu juga ingin membuat ibunya senang karena dirinya berhasil tidak menjadi obesitas, seperti yang sedang dikhawatirkan oleh sang mama.

“Kamu harus kurus dan sehat, ya, Lia. Mama cuma punya kamu sekarang,” pinta Sari tulus pada anak gadis semata wayangnya. Harapan Sari semoga hal yang sama tidak terjadi dua kali.

“Iya, Ma, aku bakalan kurus, aku janji. Mama harus lihat ketika aku kurus nanti,” balasnya lagi.

Keduanya pun tersenyum senang, karena ini adalah momen yang sudah lama hilang.

***

Sari sakit seperti membawa berkah untuk keduanya, lihatlah saja dari yang semulanya hubungan mereka merenggang dan kini perlahan semakin membaik. Terkadang dibalik semua ujian pasti ada hikmah di dalamnya. Jadi, jangan sesali apapun yang terjadi, terima semua dengan lapang dada, karena akan ada sesuatu kebaikan yang tak terduga.

Beberapa hari berlalu dan sekarang adalah hari minggu. Selama Sari ketahuan sakit, Kalya lah yang ikut membantu-bantu wanita itu. Setelah Kalya mencuci piring dan membantu Sari minum obat sesuai yang ditakar dokter. Kalya berpamitan pada sang mama untuk pergi ke tempat tujuannya, apalagi kalau bukan pusat kebugaran milik anak sulung keluarga Pranadipa.

Saat hendak memasuki bangunan besar tersebut, sebuah suara terdengar di telinganya dan sepasang tangan menghentikan pergerakannya.

“Lo di sini juga?”

TBC

Fatty Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang