38. Mulai

54 7 4
                                    

Hari semakin sore dan mereka yang tadinya berdatangan untuk membesuk Sari telah pulang satu persatu. Kini hanya Kalya yang tersisa di sana yang setia menemani sang mama. Gadis itu baru saja selesai makan makanan yang dibawa oleh Agam. 

“Mama mau tidur lagi?” tanya Kalya pada Sari yang akan memejamkan mata.

“Em, iya, nanti kamu bangunin, ya.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, mata Sari sudah penuh terpejam.

Setelah membantu sang mama berbaring dan menyelimuti tubuhnya, Kalya beranjak dari sana menuju sofa yang ada di ruangan. Gadis itu merebahkan tubuhnya yang begitu lelah ke arah sofa.

“Pegel banget, deh,” keluhnya sambil memijit pelan jemari kakinya yang terasa kaku.

Selama tiga hari terakhir mamanya di rumah sakit, sangatlah menguras tenaganya. Waktu untuk tidur saja ia bahkan tidak terasa cukup, karena ia harus sedia terjaga tengah malam jika saja mamanya membutuhkan bantuan.

Di saat sedang berselonjoran di sofa, tiba-tiba terdengar notifikasi pesan masuk dari ponselnya. Kalya meraih benda pipih tersebut untuk melihat siapa gerangan yang mengirimnya pesan sore-sore begini.

“Pak Agam?” beo Kalya saat melihat nama Agam di sana.

Kalya langsung membuka pin ponselnya untuk memeriksa pesan apa yang dikirimkan oleh laki-laki tersebut.

Agam

Kaly, kamu udah makan?

Kalya

Udah, Pak. Baru aja siap.

Agam

Kok, masih panggil ‘pak’? Masak pacar sendiri dipanggil Bapak.

Kalya

Terus saya harus panggil apa, dong?

Agam

Kamu pikir sendiri dong, Sayang.

Pesan terakhir terkirim dari Agam. Namun, tak sempat dibaca oleh Kalya, karena gadis itu lebih dulu mematikan ponselnya. Dikarenakan dalam waktu yang bersamaan dokter dan beberapa perawat lainnya datang memasuki ruang inap Sari.

“Apa tadi ibu kamu minum semua obat?” tanya dokter Zady melirik Kalya yang berdiri di sisi ranjang yang berbeda, setelah memeriksa kondisi Sari.

“Iya, Dok, tadi mama minum semua obatnya,” sahut Kalya sopan.

Kini ia baru sadar, jika nama belakang yang tertera pada name tag di jas kebanggaan dokter Zady adalah nama belakang yang sama dengan nama dosennya. Kalya baru menyadari kemarin jika Agam dan Jarvis adalah anak dari dokter yang menangani mamanya.

“Makan malam akan diantarkan sebentar lagi, nanti tolong pastikan mama kamu makan dengan baik, ya,” pesan Zady lagi. “Untuk penggantian perbannya, akan dilakukan besok pagi sama perawat, ya. Karena ini sudah selesai, saya pamit dulu.”

Zady segera keluar dari ruang inap tersebut, serta diikuti oleh para perawat yang datang bersamanya tadi.

“Udah papanya baik, anaknya baik, istri baik. Hadeh … pada baik-baik semuanya, deh,” celetuk Kalya bermonolog kagum dengan keluarga Pranadipa.

Kalya kembali ke sofa yang ada di sana. Ia mengambil ponsel yang sempat ia tinggalkan sebentar, karena kedatangan dokter untuk memeriksa mamanya. Ia kembali membuka room chatnya dengan Agam, di sana ia melihat pesan terakhir yang laki-laki itu kirim ternyata sudah terhapus.

Kalya

Kenapa dihapus, Pak?

Di lain rumah seorang laki-laki yang sedari tadi menunggu balasan dari orang gadisnya, terperanjat ketika notifikasi ponsel kembali terdengar.

“Aduh, Kalya, kok, masih nanya, sih?” Agam geregetan dengan Kalya.

Pasalnya sudah sedari tadi ia mengirimkan pesan terakhir itu. Namun, Kalya tidak kunjung membalas ataupun membaca pesannya. Agam merasa jika gadis itu risih dengan apa yang dikirimkan olehnya. Maka oleh karena itu, ia memilih untuk menghapus pesan terakhirnya agar Kalya tetap merasa nyaman ketika ia mengirimkan pesan.

***

Kediaman Pranadipa terdengar sedikit riuh dengan suara sang nyonya besar. Tiara sangat sibuk mempersiapkan beberapa barang untuk ia bawakan. Belum lagi memanggil kedua putranya yang sedari tadi tak kunjung turun dari kamar masing-masing.

“Ma, semangat banget ke rumah sakitnya,” ujar Agam ketika Tiara menarik kedua anaknya menuju mobil.

“Ya, iyalah, kan, Mama mau jumpa mantu sama besan, ya, gak, Ma?” tanya Jarvis menaik turunkan alisnya.

“Iya, dong, buruan, Bang,” protes Tiara pada Agam yang belum kunjung menghidupkan mobil.

“Mama jangan ngomong aneh-aneh nanti, ya, di sana. Gak enak sama Tante Sari.”

Tiara tidak menggubris dengan ucapan putranya. Agam yakin nanti mamanya akan sangat berlebihan pada Kalya. Apa lagi setelah tahu jika ia dana gadis itu memiliki hubungan.

Perihal Agam yang berpelukan dengan Kalya di rumah sakit dua minggu lalu, tentu saja sudah sampai ke telinga Tiara dan bahkan suaminya. Siapa lagi yang mengatakan hal itu selain Jarvis. Laki-laki itu sangat-sangat senang atas cinta abangnya yang terbalaskan.

“Bang, kok, kamu gak bilang-bilang, sih, kalau udah pacaran sama Kalya? Kamu mau nutup-nutupin dari Mama, ya?” tanya Tiara, ia merasa kesal dengan sang putra yang tidak mengatakan langsung hubungannya dengan gadis manis itu. Untung saja ada Jarvis yang mengatakan semuanya, jika tidak ia rasa sampai kapan pun Agam tidak akan mengumumkan hubungannya.

“Males bilang sama Mama. Soalnya Mama kalau udah tau, ya, gini heboh banget,” celetuk Agam sambil geleng-geleng kepala dengan sikap heboh mamanya.

“Mama sendiri kamu gituin,” kesal Tiara mencubit pelan lengan Agam.

“Gimana, Mama setuju gak, kalau Abang sampai nikah sama Kalya?” Jarvis memberi pertanyaan tersebut.

Sontak Agam menatap sang adik dari pantulan kaca yang ada di depan mobil. Ia menoleh ke arah sang mama yang menyimak pertanyaan Jarvis dan kemudian wanita cantik itu mengangguk mantap.

“Setuju, dong. Anak baik kayak Kalya jadi mantu, kok, gak setuju. Setuju banget Mama.”

***

Keesokan harinya sepulang dari mengajar Agam kembali datang untuk mengunjungi kekasihnya. Senyum tak pernah luntur dari bibir laki-laki tersebut, bahkan kini ia sudah di ruang inap pun Agam masih tersenyum senang. Apa lagi setelah melihat senyuman manis khas seorang Kalya, yang membuat dirinya mabuk kepayang.

“Kamu jangan senyum terus dong,” protes Agam menatap Kalya yang sedari tadi menatap ponselnya.

“Gimana gak senyum coba. Ini si El lagi ngelawak,” balas Kalya yang kemudian kembali tertawa pelan menatap lawakan yang diciptakan oleh temannya melalui ponsel.

Agam tak membalas lagi. Ia hanya tersenyum memandangi wajah gadis itu. Sekarang yang aktif di ruangan tersebut hanyalah dirinya dan Kalya saja, sedangkan Sari baru saja terlelap karena efek obat.

“Sayang, kalau butuh apa-apa, bilang sama aku, ya. Jangan lakuin sendiri, sekarang kamu punya aku.” Agam berceletuk tiba-tiba.

Kalya yang tadinya sibuk membalas pesan Eliva, sontak menatap dosen muda yang kini sudah menjadi kekasihnya. Kalya belum cinta seratus persen, tetapi gadis itu yakin jika dirinya akan sangat cepat bisa mencintai Agam, karena Kalya memang tipikal orang yang mudah saya pada orang lain.

“Iya, kamu tenang aja. Lagian semua ini masih bisa aku handle, kok,” balas Kalya sambil tersenyum.

Agam mengangguk saja, meskipun ia bisa melihat guratan lelah di wajah gadis di hadapannya. Ia memberi isyarat pada Kalya, agar gadis itu masuk ke dalam pelukannya. Setidaknya Kalya bisa memejamkan mata, meskipun hanya sesaat sembari menunggu Sari kembali terjaga.

“Makasih banyak.”

Fatty Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang