Kini Agam sedang berjalan menuju ruangannya. Begitu tiba di sana, laki-laki itu langsung meneguk habis air mineral yang tadi ia beli ketika berhenti di supermarket.
Agam memegang dada kirinya, terasa sedikit berdebar. Entah mengapa ketika tadi melihat Kalya datang dan sampai gadis itu selesai berolahraga, hatinya terasa sedikit berbeda dari pada biasanya.
Padahal di awal-awal sekali pertemuan keduanya, ia tidak pernah merasa hal seperti ini. Namun, selama dua hari terakhir ini, ia merasakan ada gelagat aneh ketika berada di dekat gadis tersebut.Agam langsung menggelengkan kepalanya guna menghalau pikiran yang tidak-tidak. Laki-laki itu menghirup udara dan menghembuskannya secara bergantian untuk menetralkan keadaan hatinya.
“Gak mungkin suka. Ya, kali gue suka sama mahasiswa sendiri. Kan, gak lucu jadinya,” elak Agam bermonolog berusaha menepis jauh-jauh pikiran dan rasa tersebut.
Kejadian lima tahun lalu baru saja usai kemarin. Apakah ia akan memupuk rasa cinta kembali dan siap berakhir kecewa lagi? Entahlah, Agam rasa itu sudah tidak perlu lagi. Ia tidak akan termakan dan terjatuh kembali ke dalam lubang cinta yang penuh rasa kecewa.
“Gak ,kok, gue gak cinta. Hanya saja tadi gak kuat ngeliat si Kalya olahraga,” elaknya lagi tidak ingin terhanyut dalam perasaan yang ia sangka hanya akan bertahan sesaat.
Agam larut dalam pikirannya dan bahkan laki-laki itu tidak sadar jika adik laki-lakinya masuk ke dalam ruangan tersebut.
“Woi, Bang, lo kenapa, sih? Dari tadi ngomongnya ‘gak cinta, gak cinta’.” Jarvis bertanya dan menirukan perkataan yang diulang-ulang oleh Agam. “Lo lagi suka sama orang, ya?”
Mendengar tebakan sang adik langsung mengundang gelengan kepala dari Agam. Ia tidak mungkin suka dengan mahasiswanya sendiri, gak akan mungkin.
“Udah, gak usah banyak tanya. Mau apa ke sini?” telak Agam tidak mau ada pertanyaan lagi yang dilontarkan sang adik.
“Santai, dong, Bro. Gue mau minta air mineral lagi, soalnya yang di bawah pada abis,” balas Jarvis mengutarakan tujuannya, mengapa ia pergi ke ruangan sang abang.
“Tu, ambil semua bawa ke bawah, masuin ke lemari es,” titah Agam sambil menunjuk kotak air mineral.
Memang di pusat kebugaran yang Agam operasikan ini menyediakan air untuk mereka-mereka yang tidak membawa benda tersebut. Jarvis mengambil satu kotak air mineral dan siap berjalan ke luar.
“Makasih, Bang. Oh, iya, kalo suka akui aja, Bang, jangan nanti nyesel,” beber Jarvis sebelum pemuda itu benar-benar pergi dari ruangan abangnya.
Jarvis seperti mengetahui gelagat abangnya. Di setiap kali ia membantu menjaga kasir di tempat ini, ia terlalu sering melihat bagaimana interaksi dekat antara abangnya dan Kalya–teman SMA-nya. Jarvis merasa abangnya mempunyai perasaan kepada gadis itu.
Mengapa Jarvis berpikiran seperti itu, karena setelah kisah percintaan pertama abangnya yang usai lima tahun lalu, ia pernah lagi melihat abangnya sedekat ini dengan perempuan.
Namun, beda halnya dengan Kalya. Sedari awal mereka dipertemukan, abangnya tidak pernah sekalipun merasa risih dengan kehadiran Kalya, yang walaupun ketika saat itu Kalya masih dengan badan yang bisa dikatakan masih besar dan belum sekurus sekarang.
“Kalo lo gak mau sadar sama perasaan lo, Bang. Lo bakalan banyak saingannya nanti, liat aja.” Monolog Jarvis sambil terkekeh mengingat abangnya yang akan memperjuangkan Kalya.
***
Perkuliahan tetap berjalan seperti hari biasanya. Hanya saja sesekali hati Agam yang tidak seperti biasa. Untungnya Agam berhasil menepis agar tidak terlalu larut dalam pikirannya yang memikirkan tentang cinta dan Kalya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatty Love (END)
RomansaKatanya, beauty privilege itu nyata. Itulah yang menimpa Kalya, cewek obesitas yang nekat menyatakan perasaannya berkali-kali kepada cowok ter-famous bernama Ansel, tetapi selalu ditolak mentah-mentah. Puncaknya pada malam prom night. Jawaban Ansel...