Happy Reading guys 💚
°
°
°Setelah kepergian Kalya. Laki-laki itu hanya tersisa sendiri di dalam ruangan tersebut. Di sana Agam duduk sambil memikirkan tentang seseorang yang tadi ia jumpai di kelas. Agam merasa wajah mahasiswi nya satu itu benar-benar tidak asing di matanya. Namun, itu versi lebih muda.
"Apa mungkin, itu adiknya?" terka Agam setelah larut dalam pikirannya.
Tak lama kemudian, ia menggeleng kepalanya guna menghalau pikirannya agar tidak terus memikirkan tentang gadis tadi. Kemudian laki-laki itu kembali memfokuskan dirinya pada layar laptop yang sudah terbuka.
Bahkan, ketika Agam sudah berusaha untuk berhenti memikirkan, tetapi tetap saja tidak bisa.
"Kenapa gue kepikiran dia lagi, sih!"
***
Sebagian dari banyaknya mahasiswa yang memiliki jadwal kuliah hari ini sudah waktunya untuk pulang ke rumah atau kost-an masing-masing. Begitu pula dengan Kalya yang sedang dalam perjalanan menuju menuju parkiran. Namun, begitu tiba di parkiran, Kalya sedikit susah mengeluarkan motornya, karena deretan motor yang terparkir terlalu berdekatan, sehingga badan Kalya tidak bisa memasuki ruang yang terlalu sempit.
Kalya mengalihkan pandangannya pada dua laki-laki yang hendak melewatinya. Kalya memberanikan dirinya untuk meminta bantuan kedua laki-laki tersebut, yang ia yakin itu adalah kakak tingkatnya.
"Maaf, Kak," permisi Kalya berniat sopan. "Boleh minta tolong keluarin motor aku gak?"
Bukannya memberi pertolongan, tetapi kedua laki-laki itu malah menertawakan Kalya.
"Makanya, kalau punya badan, jangan besar gitu," cercanya diikuti dengan tawa mengejek.
"Mana tinggi begitu lagi, ngeri banget kalo gue, mah," sahut satunya lagi juga ikut menghina, sambil memperhatikan sekujur tubuh tinggi Kalya.
Setelah puas tertawa dan menghina Kalya, kedua kakak tingkat tersebut pergi begitu saja, tanpa ada niatan untuk membantu Kalya mengeluarkan motor maticnya.
Kepergian kedua laki-laki itu, hanya mengundang senyum kecewa dari bibir Kalya.
"Ternyata, setidak berharga ini seseorang yang tidak menarik dari segi fisik di mata mereka?" Kalya membatin miris.
Apakah harus cantik dan kurus dulu, agar bisa dihargai dan diperlakukan baik oleh orang lain? Namun, itulah yang dialami langsung oleh Kalya. Mereka tidak menolong Kalya, karena Kalya tidak unggul dari segi fisik.
Kalya tidak lagi meminta pertolongan dari beberapa orang yang melewati tempat parkiran. Ia akan berusaha sendiri, meskipun susah. Hingga tiba di mana sebuah tangan menepuk pundaknya.
"Kal, sini gue bantu," tawar Eliva yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Kalya.
Kalya bergerak mundur ketika Eliva mengambil alih untuk mengeluarkan motornya yang berada di antara motor-motor yang lain. Kalya tersenyum haru, di saat orang-orang menolak untuk membantunya, tetapi Eliva datang sendiri untuk membantunya.
"Makasih, Eliva. Kalo gak ada lo, gue bingung harus gimana tadi," ungkap Kalya setelah Eliva berhasil mengeluarkan motor miliknya.
"Iya, santai aja. Lain kali, kalau perlu bantuan, telpon aja gue," sahut Eliva kembali memberi tawaran untuk Kalya.
"Gue minta nomer hp lo, dong," pinta Kalya sambil menyodorkan ponselnya ke arah Eliva.
Eliva dengan senang hati menerima dan mengetikkan beberapa angka di sana. Setelah selesai gadis itu kembali menyerahkan ponsel itu pada pemiliknya.
"Thanks, El," ucap Kalya dengan menyematkan nama panggilan untuk teman pertamanya, yaitu Eliva.
Eliva sendiri tersenyum ketika mendengar nama panggilan yang diberikan untuknya. Ia juga merasa senang karena bisa membantu Kalya.
"Kalo gitu, gue duluan, ya," pamit Kalya setelah gadis itu berada di atas motornya.
"Iya, hati-hati." Eliva memberi ruang agar Kalya bisa berlalu dari sana.
Motor yang Kalya kendarai pergi meninggalkan area kampus. Begitu pula dengan Eliva yang juga menuju mobilnya. Gadis itu akan pulang, seperti kebanyakan mahasiswa lain yang sudah selesai dengan jadwal kuliahnya.
Dengan kaki yang jenjang dan tubuh yang sangat ideal untuk seukuran perempuan, Eliva memasuki mobilnya dan pergi meninggalkan area kampus.
Sebenarnya, sejak pagi tadi Eliva melihat semua perlakuan mereka kepada Kalya. Di mana saat itu Kalya yang akan masuk ke dalam lift dan dilarang oleh beberapa orang yang ada di sana, dengan alasan liftnya sudah kepenuhan. Hal itu membuat Eliva ingin membersamai langkah Kalya. Oleh karena itu, Eliva langsung menghampiri Kalya dan mengajak gadis itu untuk berjalan bersama menuju kelas.
Sama halnya dengan kejadian di parkiran barusan. Eliva melihat di mana Kalya yang meminta bantuan sama kakak tingkat, tetapi temannya itu malah ditertawakan dan dihina. Eliva yang hendak pulang dan menuju mobilnya, terpaksa berhenti ketika melihat dua laki-laki yang berada di dekat Kalya dan sambil tertawa.
"Kita akan berteman, Kalya." Eliva semakin yakin ingin berteman dengan Kalya.
***
Sehari yang sangat melelahkan. Seorang gadis dengan rambut sebahunya memasuki rumah dengan bahu yang lemas.
"Kenapa gitu, Lia?" tanya Sari pada putrinya yang baru masuk.
"Capek, Mah," sahutnya dengan nada lelah.
"Makanya, diet, Kal. Kamu udah gadis, jaga badan, jangan gitu terus," cibir Sari tak kenal keadaan.
Kalya yang kembali melanjutkan langkahnya, dipaksa berhenti ketika sang mama mengeluarkan kata-kata seperti itu lagi. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, dirinya sudah sangat mencoba bersabar dengan mamanya.
"Ma, udah, ya, aku capek. Mama, pikir diet biar kurus itu mudah? Nggak, Ma!" geram Kalya menatap mamanya. "Aku juga lagi berusaha. Mama, cuma bisanya nyuruh dan patahkan semangat aku, tapi Mama gak ada inisiatif mendukung aku atau bahkan modalkan aku, agar aku bisa diet dengan mudah!"
Kalya benar-benar sudah tidak tahu harus berbicara dengan cara bagaimana lagi, agar bisa membuat mamanya paham. Gadis itu sudah tidak bisa menahan rasa kekesalannya terhadap sang mama, yang hanya bisa menyuruh dan tidak memodali. Kalya berani mengatakan hal itu, ya, karena biaya dirinya mendaftarkan gym dan membeli buah, itu adalah hasil dari tabungannya yang ia sisihkan dari uang saku hariannya selama SMA.
"Benar, kan, apa yang aku bilang?" tanya Kalya lagi. "Mama, gak pernah kasih aku uang biar bisa ke tempat olahraga!"
Sari mematung tanpa menyahuti sepatah kata pun. Bukannya ia tidak berniat untuk memodalkan usaha putrinya, hanya saja uang yang ia tabung perlahan habis digunakan untuk membeli obat-obatannya.
“Maaf, N-Nak,” ucap Sari pelan sambil menahan nyeri yang amat sangat, mulai dari jemari hingga pergelangan kakinya.
Kalya sedari tadi sudah berlalu dari ruang tengah menuju kamarnya.
Setiba di kamar, gadis itu langsung merebahkan badannya yang terlampau lelah. Sekarang bukan hanya badannya yang lelah, tetapi hatinya juga. Tanpa diminta bukit bening dari mata sipit Kalya. Gadis itu terisak pelan, ia merasa hidupnya tidak pernah beruntung. Mulai dari kepergian sosok ayah, cintanya yang tak pernah diterima dan mamanya yang juga ikut mencibir badannya. Apalagi sekarang ia sudah memasuki dunia perkuliahan, yang ternyata sama saja, tidak ada perubahan. Dirinya masih tetap tidak dihargai ketika berada di antara mereka.Setelah puas menangis dan mengeluarkan semua isi kepalanya. Gadis itu bangkit dari kasur dan menuju kamar mandi.
***
Sepasang kaki yang tidak jenjang itu, pergi melangkah melangkah menuju dapur. Dengan mata sembabnya Kalya mengambil nasi dan lauk yang sudah disiapkan oleh mamanya. Bisa terlihat jika piring gadis itu penuh dengan lauk dan juga kerupuk. Itulah Kalya, jika hatinya sedang tidak dalam keadaan baik, maka ia akan melampiaskan kepada makanan.
"Ya ampun, Lia ...!" pekik Sari yang baru saja datang. "Kamu ini, bener-bener, ya!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatty Love (END)
RomanceKatanya, beauty privilege itu nyata. Itulah yang menimpa Kalya, cewek obesitas yang nekat menyatakan perasaannya berkali-kali kepada cowok ter-famous bernama Ansel, tetapi selalu ditolak mentah-mentah. Puncaknya pada malam prom night. Jawaban Ansel...