Chapter 11

209 9 0
                                    

⚠️ Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan sedikit dewasa. Mohon maaf bila ada kata yang kurang tepat atau sulit dipahami. Mohon kebijakan dalam membaca. Happy reading ^_^⚠️.


"Tuan besar membiarkan mu melakukannya, jadi terserah bagaimana mau mu."

"Jangan lupa sisakan bagian tubuhnya untuk di kirim ke asalnya, akan ku tunggu di luar. Melihat mu seperti monster membuat ku muak."

Pria berbadan besar itupun keluar meninggalkannya bersama dengan seseorang tak di kenalinya.

Kini matanya terbinar senang, seketika monster dalam tubuhnya bangkit. Sejak ikut dengan keluarga Phantera ia belum melakukan hal ini. Dimana dia merindukan jeritan kesakitan dari korbannya.

Nando, dia mendadak di beritahu oleh salah satu bodyguard kakek yaitu om alex, pria yang tadi menyuruhnya untuk membunuh orang tak dia kenali itu.

Ini adalah kesempatannya untuk memenuhi hasratnya untuk membunuh.

"Hmm...harus gue mulai dari mana dulu?."

Terlihat seseorang itu memberontak setiap kali Nando mendekatinya. Tak banyak yang dia lakukan karena kaki dan tangan nya yang terikat, juga mulutnya yang tersumpal kain. Tiap kali Nando melangkah, semakin dekat ajalnya.

Nando memandang remeh pria itu. Mengeluarkan pisau andalannya, membuat sebuah goresan di pipi pria itu membuat darah segar keluar dari sana.

Ia membuka kain tersebut, berguna supaya Nando bisa mendengar jeritan kesukaan nya.

"Bedebah! Sakit, sialan!" Teriak pria itu menahan rasa perih di pipinya.

Mendengar teriakkan itu Nando jadi lebih semangat untuk melakukan kegiatannya.

"Tahanlah sedikit, sebentar lagi aku akan mengirimmu ke neraka!" Ujar Nando tertawa.

"Dasar gila! Bunuh saja aku sekarang!."

"Tunggu sampai aku puas bermain."

"Cih, pantas saja orangtuamu membuangmu. Kau memang pantas dimanfaatkan!."

Bak kerasukan setan, Nando dengan emosinya menusukkan pisaunya ke paha pria itu. Membuat pria itu berteriak kesakitan.

Lagi-lagi darah segar keluar dari sana, mengalir membanjiri kakinya. Benar-benar tak punya hati.

Selanjutnya. Nando mengukir sebuah tulisan di perut sampai dada pria itu dengan pisaunya, menulis kata death disana.

"Arghh....sa-akkit hent-ikan!."

Sudut bibirnya tersenyum menyeringai, merasa puas dengan hasil karyanya. Terlihat pria itu juga sudah lemas akibat kehabisan darah, dia hanya bisa menangis menahan rasa sakit yang dia rasakan.

Lebih baik dibunuh secara langsung, dari pada harus merasakan menderita sebelum mati.

"Oh? Lebih bagus kalau aku tambahkan sedikit perhiasan."

Tiba-tiba ide bruntalnya terlintas begitu saja di otaknya. Ia mengambil beberapa paku payung yang terlihat berkarat, lalu dengan gilanya menusukkan paku itu ke daun telinga pria itu. Sebagai pengganti anting.

Teriakkan itu, dimana para korbannya merasa kesakitan, justru dia merasa seperti mendengar alunan musik paling indah. Begitu menyayat hati hingga dia tidak bisa mengekspresikan suara tersebut.

"T-tolon-ng bunuh aku!."

"Jangan buru-buru. Tuhan belum tentu akan menerima mu, anggap saja ini simulasi mu di neraka! Hahaha."

My Friend Or Enemy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang