Chapter 29

101 6 0
                                    

⚠️ Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan sedikit dewasa. Mohon maaf bila ada kata yang kurang tepat atau sulit dipahami. Mohon kebijakan dalam membaca. Happy reading ^_^⚠️.

Setelah liburan yang menyenangkan, kini mereka akan kembali ke kota mereka lagi. Sudah cukup mereka bersenang-senang di kota orang. Sekarang mereka akan kembali fokus menjalankan hari-harinya.

Ke empat oknum itu sibuk memasukkan barang-barang mereka ke dalam bagasi mobil Odden. Cuaca hari ini lumayan mendung, jadi mereka buru-buru merapihkan barang mereka, takutnya keburu hujan nantinya.

"eh, kita ga mau mampir toko oleh-oleh kah?" celetuk Chiko pada mereka.

"lah? kemarin kan kita udah beli di Malioboro, kurang?."

"iya nih, nyokap gue nitip sandal jepit Jogja," tutur Chiko.

"si anying ketimbang sandal jepit doang segala beli di sini!."

"nyokap gue maunya yang ada tulisan Jogja nya kampret."

Peter mendengus kesal, "ortu lo kan kaya chi, nanti beli aja di mall. Kalo perlu langsung beli ke pabriknya."

"iya chi, lagian mobil kita udah penuh," sahut Nando membela Peter.

"gpp deh ya, gue cuma beli sandal doang kok. Ama cemilan sih dikit."

"hadehh... yaudah nanti kita mampir," ujar Odden ikut bersuara.

Chiko yang dengar pun loncat-loncat bahagia tak karuan. Membuat wajah aneh berguna meledek Peter.

Beberapa km mereka menempuh perjalanan, mobil Odden berhenti di sebuah toko oleh-oleh tak jauh dari Malioboro. Disana mata Chiko berniar melihat jejeran makanan khas Jogja berjejer rapih di rak toko tersebut.

"gaes gue belanja dulu ya," ujarnya sumringah.

"kelamaan gue tinggal ya, awas aja lo menuhin mobil gue dengan barang ga jelas lo itu!" perintah Odden pada Chiko.

"siap ketua!."

Chiko dan Nando pergi memilih beberapa cemilan dan beberapa barang disana, sedang Odden dan Peter lebih memilih menunggu di luar toko sembari memesan kopi.

"rempong bener temen lo den kek emak-emak arisan," tutur Peter.

"tau, keturunan emaknya sih pasti."

Namun di dalam justru Chiko sangat excited sampai-sampai Nando di lupakan begitu saja. Dan alhasil mereka belanja sendiri-sendiri.

Nando lebih tertarik dengan barang disana, banyak aksesoris yang menarik perhatiannya. Salah satunya pada gelang berwarna hitam dengan gambar bunga matahari di tengahnya.

Tadinya Nando ingin membeli gelang itu dua, satunya untuk Odden. Tapi sepertinya mereka kehabisan stok, jadi hanya ada satu gelang saja yang tersisa.

"nannn, gue udah selesai belanja nih. Lo gimana?."

Tiba-tiba saja Chiko berdiri di belakang Nando dengan menenteng tas belanjaannya.

"oh yaudah langsung bayar aja, nanti nyusul. Gue mau beli bakpia dulu."

"oww oke. Ntar bayarnya sekalian pake kartu gue aja ya, lo pilih deh semau lo."

Nando tersenyum sembari menggeleng kepalanya pelan, "iya iya si paling sultan."

Saat Chiko hendak pergi, tiba-tiba Nando mencekal lengan Chiko buat sang empu reflek membalikan badannya lagi.

"kayaknya gue bakal bilang sama Odden deh."

Chiko terdiam sesaat, menatap Nando lebih dalam, "kalo lo udah yakin apapun keputusannya, gue tetep dukung lo nan."

Hati Nando tersentuh dengan ucapan Chiko, ia benar-benar memiliki teman yang begitu tulus. Pantas saja Odden betah berteman dengan kedua temannya itu.

"thanks bro."

*****

Dia merapatkan tangannya membentuk hormat kepada pria di depannya itu. Sebenarnya bukan hanya dia seorang, ada beberapa prajurit juga yang melakukan hormat sepertinya kepada ketua di depan.

Mereka semua melakukan itu untuk melaporkan tugas yang diberikan oleh sang ketua. Tak lain ialah Venson, ayah Nando.

Dapat kalian tebak siapa diantara prajurit yang berdiri di depan Tuan Venson. Ya, tak lain yaitu Artha.

Disaat Nando bilang ingin pergi ke Jogja untuk menemui Anthony, Artha berkesempatan untuk pulang ke Amerika menemui tuanya sekaligus melaporkan tentang anaknya.

Dan tentunya masing-masing dari mereka mempunyai tugas yang berbeda beda. Namun tak sangka di saat yang bersamaan mereka melaporkan hasil tugas mereka kepada tuannya.

"Artha, ikutlah denganku. Yang lain nanti temui saya di ruangan."

Semuanya mengangguk patuh, sebelum membubarkan diri, dan seperti perintah Venson, Artha pun mengikuti langkah beliau pergi.

"jadi, apa yang ingin kamu sampaikan padaku?."

Sembari berjalan menelusuri lingkungan istananya, Artha bercerita bagaimana dia menjaga Nando disana dan apa saja yang ia tahu tentang Nando.

"Tuan Orlando tiba-tiba menyuruh saya untuk mencari keberadaan Anthony, tuan."

"Anthony?? pejabat yang berkerja sama dengan Nexus itu, bagaimana mungkin?."

"saya juga tidak tahu, tapi setelah tuan orlan pulang berkunjung dari rumah Phantera, dia memaksa kepada saya untuk membantunya mencari sosok Anthony."

"lalu, apa yang kamu dapatkan?."

Artha menyerahkan sebuah map coklat itu kepada Venson. Dengan penasaran, Venson pun segera membuka map itu lalu membacanya.

"aku menduga Phantera sudah mencuci otak anakku, Orland."

"demikian yang saya rasakan tuan."

"aku harus bergerak lebih cepat, agar Phantera tidak bisa menghasut anakku, penghianat itu harus segera di habisi."

"suruh Alex menghadapku, lalu siapkan pasukan untuk menyerang Phantera."

"baik Tuan, laksanakan."

Artha menggerutu dalam hati, dia mengumpat dirinya sendiri sebab telah membocorkan rencana Nando demikian. Tak ada lagi yang harus Artha lakukan selain patuh kepada Tuan.

Namun Artha lebih patuh terhadap Venson karena beliau jendral/kapten nya. Beliau juga orang yang baik, jika bukan karena Tuan Venson, mungkin dirinya sudah mati menjadi gelandangan.

To be continued~~~

im sory kalo ceritanya sesingkat itu, mimin belum sempat revisi. Tapi nanti mimin usahakan alur terbaik untuk reader. lup lup

My Friend Or Enemy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang