Chapter 17

159 11 0
                                    

⚠️ Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan sedikit dewasa. Mohon maaf bila ada kata yang kurang tepat atau sulit dipahami. Mohon kebijakan dalam membaca. Happy reading ^_^⚠️.

Hari itu hujan turun dengan derasnya mengguyur seluruh bagian kota. Semakin malam udara sekitar terasa semakin dingin. Jalanan mulai tertutup oleh genangan air hujan, mengakibatkan para pengendara lebih berhati-hati, takutnya nyungsep ke selokan nanti.

Hampir dua jam dia menunggu di cafe itu, hujan belum juga mereda. Dia menggosok kedua telapak tangannya agar terasa lebih hangat. Membayangkan nikmatnya mie rebus bersama dengan coklat hangat, betapa nikmatnya duniawi.

Namun hasrat itu dia tepis kasar, sebab kini yang harus dia lakukan adalah bagaimana caranya untuk pulang. Bahkan ponselnya kini mati kehabisan baterai. Sungguh hari sial tidak ada di kalender memang benar adanya.

"permisi mas, cafe nya mau tutup."

"oh iya,"

Mau tak mau ia beranjak dari sana, keluar dari cafe, tak peduli hujan masih melanda. Yang penting sekarang ia harus keluar dari cafe itu, masa iya mau jaga cafe sendirian? yang bener aja.

Dia berlari kecil sembari menutupi kepala dengan tangannya, walaupun itu sangat percuma sebab ia tetap saja kehujanan.

Remang-remang ia melihat sebuah toko buku tak jauh dari cafe tersebut. Dia berinisiatif meneduh disana sembari menunggu hujan mereda.

Ting

Suara lonceng berbunyi bersamaan dengan dia membuka pintu itu. Tak banyak pengunjung disana, hanya ada beberapa orang dan---wait, ia tertuju pada seseorang yang sedang merapihkan buku-buku disana.

Sepertinya dia pernah melihat orang tersebut, tapi ia tak tahu persis dimana.

"permisi, saya mau ikut ke toilet, dimana ya?."

"eh iya mas, masnya lurus aja nanti ada dua pintu, sebelah kiri ya" tuturnya.

Ia mengangguk, "makasih."

Ternyata dia salah mengira, ini bukanlah toko buku, melainkan perpustakaan umum.

*****

"lo udah telpon si Nando belum?," ujarnya dengan nada khawatir.

"ga aktif," jawabnya singkat.

"apa dia udah pulang tapi ga bilang kita?,"

"coba lo telpon nomor rumah" sambungnya.

Dia menggigit bibir bawahnya, merasa cemas akan Nando yang tiba-tiba menghilang. Odden tau Nando bisa menjaga dirinya sendiri, tapi membiarkannya pergi sendiri adalah kesalahan terbesar Odden.

Sebab menurutnya Nando adalah tanggung jawab Odden disini. Walau Nando bawahan Odden, namun ia tidak pernah menganggap begitu. Yang dia takuti ialah, para musuhnya yang ingin mengambil kesempatan untuk menculiknya.

"ga ada yang angkat,"

"keknya harus gue sendiri yang cari Nando."

"gue ikut!" samber Chiko.

"biar gue aja, gue minta tolong lo berdua hack cctv sekitar sini. Dan share ke gue nanti."

Mereka mengangguk serempak. Odden dengan cegat mengambil kunci mobil milik Chiko untuk ia pakai, sebab di luar hujan, tidak memungkinkan dia menaiki motor untuk mencari Nando.

"saatnya beraksi," sumringah Peter yang diangguki Chiko.

*****

Mau tak mau dia berjalan menerobos derasnya air hujan yang turun kala itu. Hari sudah gelap, tak mungkin dia terus menetap di perpustakaan itu sedangkan perpustakaan hampir mau tutup.

Malam itu seperti tidak ada tanda kehidupan, benar-benar sunyi. Tidak ada kendaraan yang bisa dia tumpangi untuk pulang. Jalanan begitu sepi tak ada orang lain selain dirinya.

Ia mulai menggigil kedinginan, berharap sebuah keajaiban muncul membantunya.

"sial, beneran sialan" umpatnya.

Dari arah berlawanan, terlihat sebuah lampu berjalan semakin mendekatinya. Rupanya sebuah motor tak dikenal melaju melewatinya dengan kecepatan tinggi.

Pupus sudah harapan dia untuk meminta pertolongan. Lagian orang gila mana yang pakai motor dengan kecepatan penuh disaat hujan deras seperti ini.

Bramm bramm

Suara geberan starter terdengar dari arah belakang, membuat ia reflek membalikkan badannya.

Kilatan cahaya lampu motornya membuat dia kesusahan melihat siapa pengendara tersebut.

Tak lama seseorang itu turun mematikan mesin motornya mendatangi Nando yang tengah mematung.

"hei?! ngapain lo sendiri disini?."

Ia beneran tidak mengenali seseorang itu sebab terhalang oleh helm full face yang dia pakai.

Dalam hitungan detik seseorang itu membuka helmnya, seakan tahu isi pikiran Nando.

"tadi lo?," maksud Nando pada pengendara yang ngebut tadi.

"iya,, gue liat lo, makanya gue puter balik. Lo ngapain ujan ujanan?."

"gue anterin balik deh," ujarnya menarik Nando untuk mengikutinya.

Untuk kali ini dia menurut, mengikuti langkahnya menaiki motor tersebut. Kesempatan tidak datang dua kali cuy.

Dan akhirnya Nando pun terselamatkan.

*****

"gimana lo udah nemu?."

"bentar, tinggal satu tempat yang belum gue cek."

"buru nyet, lo mau Odden ngamuk?."

"ya sabar anjing, proses."

Mereka berdua sibuk mengotak atik komputer untuk melacak keberadaan Nando melalui cctv dengan cara membajaknya.

Soal hacker, mereka berdua bisa diandalkan. Kayaknya.

"nah, nemu nih gue."

"serius? mana mana" histeris Chiko.

Peter menunjukkan sebuah cctv yang berada di cafe saat Nando dan Abel bertemu.

Mereka saling bertatap saat melihat itu. Sepertinya mereka satu pemikiran.

"lapor?."

"ntar dulu, kita liat sampe selesai."

Mereka berdua kembali melihat cctv di sekitar cafe tersebut, hingga pada yang terakhir. Nando keluar dari cafe tersebut dan menuju ke arah perpustakaan yang saat itu Nando singgahi.

Setelah itu, tidak ada lagi cctv disana.

"damn."

Penonton kecewa. wkwkw

"gue harus kasih tau Odden."

Mereka mengangguk serempak. Chiko meraih ponselnya untuk menelpon Odden yang sedang mencari Nando.

Memberitahukan segala ingfo yang mereka dapatkan tadi.

Next kelanjutan ceritanya teman teman>>>>

pegel jari gue jir


My Friend Or Enemy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang