| happy reading |
| don't forget to give your best support |###
Waktu berada tepat di angka delapan malam saat aku melirik jam yang melingkar di tangan kiriku. Uh... pantas saja udara sangat dingin. Walau belum terlalu malam, tapi karena Seoul telah memasuki musim salju sejak dua minggu yang lalu, udaranya jadi berkali-kali lipat lebih dingin. Wajahku saja nyaris beku karena terlalu lama berjalan di bawah langit malam. Han Seungri sialan, kenapa juga dia tiba-tiba menyuruhku untuk menemuinya? Sudah tahu aku mudah terkena flu.
Aku baru bisa bernapas lega saat kakiku melangkah melewati pintu kafe dan kehangatan langsung memelukku. Sekian detik aku berdiri di sana, menikmati suhu sekaligus mencari keberadaan sahabat karibku yang menyebalkan itu.
Ah, itu dia.
Dengan mantel hitam tebal yang nyaris menenggelamkan lehernya, tampak melambai tinggi-tinggi padaku. Aku berjalan dengan langkah dan raut muka yang kesal.
"Apa? Kau mau apa?"
"Duduk dulu."
Aku menurut saja, karena kakiku juga sudah lumayan pegal berjalan dari asrama perempuan menuju kafe ini. "Jadi? Cepatlah, asrama ditutup jam sembilan."
Namun bukannya menjawab, si kunyuk itu malah menyodorkan ponselnya ke hadapanku. Aku menatap wajah dan ponselnya bergantian dengan ekspresi bingung, sebelum kemudian memeriksa isi ponselnya setelah mendapat isyarat.
Ponsel lipat laki-laki itu menunjukkan bukti pembelian- astaga! Yang benar saja?! Aku menutup mulut saking tak percayanya.
"Kau membeli tiket press screening film Ji-young?!"
"Ya."
"Untuk siapa?"
"Untukmu- tidak, untuk kita karena aku membeli dua kemarin."
Mulutku masih menganga tak percaya, aku memang menginginkan tiket ini, tapi aku tidak mampu membelinya. Kartuku sedang dalam kondisi kritis, tidak bisa aku gunakan untuk foya-foya seperti membeli tiket semahal ini.
Apalah dayaku yang anak rantau, hanya menggantungkan hidup pada uang saku bulanan anak beasiswa yang tidak seberapa. Papa rutin mengirim uang tambahan, karena serius, biaya hidup di Seoul sangat lumayan. Apalagi menjadi fangirl Park Ji-young adalah kebutuhanku yang lain, yang harus aku hidupi sendiri. Makanya di dua tahun pertama kuliahku, aku menawarkan joki tugas pada beberapa temanku.
Suatu kebetulan yang menyebalkan saat keuanganku sedang krisis tapi Park Ji-young malah merilis press screening untuk film aksi terbarunya.
"Hani, ini... serius?"
"Berhenti memanggilku Hani. Itu terdengar seperti nama perempuan, kau tahu? Orang-orang bisa salah paham."
"Baik, baik. Han Seungri... ini serius? Kau membelikan tiket untukku?"
"Tidak, aku menjualnya lagi padamu. Dengan harga tiga kali lipat lebih tinggi."
Kontan saja aku memukul kepalanya dengan tas kecil yang aku bawa. "Dasar jahat! Kau tahu keuanganku sedang krisis bulan ini. Bisa-bisanya—!!"
"Tidak usah sampai memukul kepalaku juga, ya! Ini sakit." Dia mendesis. Sejujurnya aku juga refleks dan tak mengira pukulannya bisa sekencang itu, tapi ada sedikit kepuasan juga melihatnya yang meringis kesakitan. Jahat sekali diriku, ya Tuhan.
"Aku tahu kau sangat menginginkan tiket itu. Jadi sebagai sahabat yang baik, aku membelikannya untukmu."
Sungguh, jika aku tidak ingat kami masih berada di tempat umum, mungkin aku akan menangis kencang saking bahagianya. Tiket ini salah satu jalanku untuk bertemu dengannya. Mengobati rinduku yang sudah hampir satu tahun ini tak mendengar kabarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcakes | Jisung ✓
RomansaPark Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagumi selama 9 tahun, ternyata menjadi mimpi indah sekaligus terburuk untukku. Berkali-kali aku mengingatkan diri bahwa seseorang yang biasa se...