| happy reading |
| don't forget to give your best support |
###
Aku yang tadinya berencana istirahat langsung batal setelah mendapat pesan itu. Sakit di kepala sudah tidak kupikirkan, yang ada di kepalaku sekarang hanya Park Ji-young. Aku mencarinya keluar kamar dan menemukan dia tengah duduk di kursi bar dapur dengan mata fokus pada handphone.
Apakah dia sudah mengetahui beritanya?
"Jie."
Yang dipanggil lekas menoleh sembari tersenyum. "Kau tidak istirahat?"
"Kita ketahuan, Jie."
"Hei, tidak tidak—jangan terlalu banyak pikiran, jangan tertekan." Tangannya menarikku hingga berdiri di sampingnya. Aku sudah ingin menangis, tapi dia yang masih santai-santai saja membuatku mengurungkan niat itu. "Kita tidak ketahuan, wajahmu juga tidak kelihatan jelas."
"Seharusnya kita tidak keluar tadi..."
"Sssttt, jangan menyalahkan diri sendiri. Lagipula ini bukan masalah besar. Sudah, tenangkan dirimu dan istirahatlah, bukankah tadi kau bilang kepalamu pusing?"
Dia benar, kepalaku terasa berat karena menampung banyak pikiran-pikiran masa depan kami. Bagaimana setelah ini, bagaimana tanggapan orang-orang, bagaimana pekerjaannya, itu sungguh sangat menggangguku sekarang.
"Tidak apa-apa. Ini bukan masalah besar, aku akan mengatasinya secepat mungkin. Aku sudah sering mendapat rumor kecil seperti ini, jadi jangan khawatir, hm?"
"Lalu kau akan bagaimana..."
"Jae-hee hyung pasti akan segera kemari—"
Terlambat, orang yang tengah kami bicarakan sudah ada dan berdiri di ambang pintu depan. Bar dapur berdampingan dengan ruang tengah, titik di mana kami berdiri akan langsung terlihat olehnya. Dan melihatnya yang langsung bersedekap dada membuat lututku tiba-tiba lemas.
"Jie..."
"Tidak apa-apa."
***
Sentuhan lembut yang menyapu pipiku sedikit membuat tidurku terganggu. Tanpa membuka mata aku tahu pelakunya pasti Park Ji-young. Namun sejak kapan dia duduk dan menatapku yang tengah terlelap, aku tidak tahu.
"Ssttt... tidurlah lagi, masih tengah malam."
Aku menggeleng dan membuka sepasang mataku perlahan. Sosoknya yang tersenyum lembut langsung memenuhi pandanganku, membuatku ikut mengulas senyum. Sebelum kemudian aku mengingat masalah kemarin siang dan riak wajahku berubah panik.
"Bagaimana? Dan, apa dia yang melukai wajahmu?"
Aku baru menemukan tulang pipinya mendapat robekan kecil dan rahangnya juga membiru, jelas bekas tinjuan. Dan menemukan dia mengangguk, mataku tiba-tiba saja terasa panas.
"Seharusnya dia melindungimu, kan? Kenapa dia justru melukaimu?" Mataku mungkin sudah memerah karena terasa perih sekali. Dengan ragu aku berusaha menyentuh rahangnya yang membiru, walau hanya sepersekian detik sebab dia langsung meringis.
"Ini hukuman. Aku pantas menerimanya."
"Kalau hukuman kenapa aku juga tidak mendapatkannya? Kenapa kau malah mengunciku di kamar?"
Apa yang kukatakan bukan bualan, nyatanya aku memang sengaja dikunci dari luar olehnya. Setelah kedatangan Jae-hee yang tidak diduga itu, aku diantar Ji-young ke kamar. Dia bilang aku istirahat saja dan biarkan dia yang menyelesaikan masalah ini. Aku sempat tidak setuju, tapi akhirnya mengalah karena sadar peranku tidak terlalu berpengaruh jika ikut andil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcakes | Jisung ✓
RomansaPark Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagumi selama 9 tahun, ternyata menjadi mimpi indah sekaligus terburuk untukku. Berkali-kali aku mengingatkan diri bahwa seseorang yang biasa se...