| happy reading |
| don't forget to give your best support |###
Aku tidak tahu ini termasuk karmaku atau bukan, tapi aku harus berterima kasih pada Kak Sandi yang tidak membeberkan kehamilanku. Padahal malam itu aku sudah takut setengah mati jika atasanku itu akan membongkar semuanya, tapi ternyata dia masih berbaik hati padaku. Dia hanya mengatakan asam lambungku naik dengan sedikit diagnosis dokter yang aku sendiri ragu apakah itu terjadi padaku atau hanya karangannya. Berakhir aku kena wejangan panjang Papa yang intinya aku harus memperbaiki pola makanku.
Ya memang aku jadi sering melewatkan makan siang karena pekerjaan yang menumpuk, dan beberapa kali tak ikut makan malam karena terlanjur lelah dan memilih langsung tidur.
Dari sana pula, Papa memintaku izin cuti di sisa minggu ini agar aku fokus beristirahat. Tak tanggung-tanggung, Papa bahkan meminta izin langsung pada Kak Sandi. Aku sempat protes, tapi Kak Sandi berpihak pada Papa. Bukan apa, sisa minggu ini masih 4 hari lagi. 2 hari kerja, 2 hari weekend.
Alhasil, aku kembali menjadi orang tak berguna di rumah karena seharian mengurung diri, persis seperti pengangguran sejati. Itu kulakukan selama 2 hari penuh, di hari Sabtu aku berniat keluar karena harus membeli sesuatu. Dari semalam aku sudah memikirkan ini, dan aku memutuskan walau anak ini sangat di luar keinginanku, aku harus tetap merawatnya dengan baik.
Di sinilah aku, berdiri dengan kaku di depan jajaran berbagai merk susu ibu hamil. Semalam aku juga sudah mencari rekomendasi merk yang bagus, dan sudah mendapat satu yang jadi incaran. Tapi melihat banyak merk yang tak ada di daftar itu, aku kembali dilanda bingung. Yang mana, ya?
Sialnya, aku tidak memiliki teman yang sudah menikah bahkan memiliki anak. Tiga temanku di kampus sampai saat ini masih setia mengejar karirnya. Satu-satunya andalanku adalah mesin pencari berskala internasional alias google.
"Perlu bantuan?"
Seseorang menjajariku di sebelah kiri, aku yang tengah melamun sedikit terlonjak karena kehadirannya yang tiba-tiba.
"Maaf, ngagetin ya?"
Aku hanya diam sembari menelisik tubuhnya dari atas sampai bawah. "Aku tidak berniat jahat, aku murni ingin membantumu. Kamu kelihatan bingung soalnya."
"Kamu tau soal ini?" Aku menunjuk rak susu dengan dagu.
Laki-laki itu mengangguk. "Tentu. Aku sudah menikah dan memiliki seorang anak. Aku yang membelikan seluruh keperluan istriku selama hamil." Lalu dia menunjuk sesuatu, saat aku mengikutinya, dia menunjuk seorang wanita yang tengah mengantri di meja kasir, bersama seorang anak laki-laki di gendongannya.
"Itu istri dan anakku."
Kenapa... hanya dengan melihatnya mendadak aku merasa iri? Betapa beruntungnya wanita itu karena memiliki pria yang bersedia mendampinginya di masa-masa kehamilan. Sungguh, hanya berdiri di dekat laki-laki ini aku bisa merasakan bahwa dia begitu tulus mencintai keluarganya.
Sedangkan aku? Aku harus berjuang sendirian. Aku terpaksa menyembunyikannya. Dan aku juga belum menikah. Dunia sangat tidak adil padaku.
"Kamu ada alergi sesuatu?"
Lagi-lagi aku memusatkan atensi pada laki-laki yang belum ku ketahui namanya. Lantas menggeleng untuk membalas pertanyaannya.
"Ada rasa yang ingin kamu cicipi?"
"Emang... susu ibu hamil punya banyak rasa?"
Dia tersenyum kecil, maklum, mungkin? "Ini pertama kali buatmu, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcakes | Jisung ✓
RomansaPark Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagumi selama 9 tahun, ternyata menjadi mimpi indah sekaligus terburuk untukku. Berkali-kali aku mengingatkan diri bahwa seseorang yang biasa se...