| happy reading |
| don't forget to give your best support |###
Pagi yang lain, dengan suasana yang lain.
Ketika aku membuka mata, langit-langit kamar yang baru menyambutku. Ruangan luas ini didominasi warna coklat, suasana yang lebih pria dari interior kamarku yang bernuansa hijau muda. Aneh rasanya, tapi jujur aku merasa tenang, sebab aku tahu ini kamar Park Ji-young.
Bagaimana bisa aku berakhir di sini?
Setelah seluruh keluargaku tahu siapa ayah cupcakes, besoknya aku memutuskan untuk terbang ke Seoul. Keputusan itu cukup mendadak, aku pun tidak sempat berdiskusi dengan Park Ji-young lebih dulu. Namun untungnya Park Ji-young mampu cepat memahami situasi dan ketika aku menjadi tamu dadakannya semalam, tanpa pikir panjang dia membawaku masuk.
Dia juga tak bertanya lebih lanjut, justru mengantarku ke kamar dan tidur bersama.
"Selamat pagi." Sapaan itu yang mengantarkanku kembali ke kenyataan setelah sekian lama memperhatikan sekeliling kamar. Aku menoleh, menatap wajah Park Ji-young sejenak sebelum cepat-cepat membuang muka.
Dia punya muka bantal yang tidak buruk, tidak sepertiku. Ini tidak adil, bagaimana bisa dia tetap terlihat tampan, sementara aku nyaris seperti singa betina begini?
"Aku harus pergi bekerja hari ini, tidak apa-apa kau sendirian dulu?" tanyanya dengan suara serak, merinding sekaligus seksi.
Aku menggeleng saja, agak menjauh ketika dia hampir menenggelamkan wajahnya ke leherku.
"Atau jika kau ingin pergi keluar, boleh saja." Sepertinya penolakanku diartikan jawaban atas pertanyaannya barusan. Padahal itu untuk hal lain.
"Aku tidak akan keluar." Pada akhirnya aku harus mengeluarkan suara agar dia paham.
"Kau tidak akan bosan?"
"Aku bisa menahannya."
"Kenapa kau harus terus kesulitan sendirian, Tari?"
"Kau pikir, aku bisa keluar dengan bebas? Kau seorang artis dan pacarku berada di gedung yang sama. Pikirlah besaran kemungkinan kami akan bertemu."
Sesaat setelah mengatakan itu, batinku berteriak meminta maaf berkali-kali. Aku sedikit kelepasan, dan menyesal setelah melihat perubahan raut wajahnya.
"Maafkan aku."
Juga permintaan maafnya.
***
"Iya, aku udah sama dia sekarang."
Siang hari di Seoul, Mama tiba-tiba menghubungiku. Aku sudah bisa menebak beliau pasti akan bertanya tentang semalam, jadi kuangkat saja tanpa pikir panjang.
"Gimana reaksinya? Dia nggak menolak kamu, kan?" Mama bertanya lagi, dan pertanyaan dengan nada ragunya kali ini membuatku mendengus geli.
"Nggak. Kemarin dia emang kayak lumayan kaget, tapi langsung nyuruh aku masuk. Dia juga belum bahas yang semalem."
Sempat ada suara rusuh di sana, aku diam saja sembari memperhatikan kota Seoul di atas balkon. Jika dilihat dari ketinggian begini, bunga-bunga yang bermekaran di sepanjang jalan itu terlihat indah, pemandangannya sudah seperti lukisan karena terlihat ethereal.
"Tari, ini Papa. Kamu lagi sama dia? Papa pingin bicara sesuatu."
Suara Papa mengambil alih, dan aku terkesiap ketika dia tiba-tiba menanyakan keberadaan Park Ji-young. "Em, nggak ada. Dia lagi kerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcakes | Jisung ✓
RomancePark Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagumi selama 9 tahun, ternyata menjadi mimpi indah sekaligus terburuk untukku. Berkali-kali aku mengingatkan diri bahwa seseorang yang biasa se...