| happy reading |
| don't forget to give your best support |###
Kalau ada satu hari di mana aku tidak ingin menghadapinya, mungkin itu hari ini.
Hanya berselang dua hari dari pergantian tahun, aku sudah harus pergi. Meninggalkan kota Seoul dan orang-orang di sana untuk pulang ke tanah kelahiran sesuai perjanjian.
Hhh... padahal baru dua hari yang lalu aku menikmati hari bersama pacarku. Hari ini aku harus pergi untuk melanjutkan hidupku yang sempat tertunda selama sebulan lebih ini.
Sejak semalam, aku sudah banyak menangis. Namun aku tak menyangka itu akan berefek besar pada kondisi mukaku di pagi ini. Untuk menutupinya, aku harus memoles wajah lebih tebal dari kebiasaanku.
"Tersenyum, Tari. Cantikmu tidak terlihat jika kau terus muram begitu."
Begitu memasuki bandara, Han Seungri yang sejak awal tak henti-hentinya menghiburku kembali bersuara. Aku tak menoleh, tak minat, hanya terus berjalan di sampingnya yang menarik dua koperku.
"Tari,"
Langkahku terhenti begitu ia mendadak menghentikan langkahnya. "Kenapa?" tanyaku, karena gesturnya seperti baru saja melupakan sesuatu, aku mencoba menebak. "Kau melupakan sesuatu?"
Namun, dia menggeleng sembari menahan senyum. "Tersenyum. Kau lupa caranya tersenyum?"
Aku kesal dia mengejek begitu, tapi entah kenapa aku malah tidak bisa memberontak, atau minimal memukul bahunya. Tidak ada tenaga, karena saat ini aku tengah berusaha menahan agar tak lagi menitikkan air mata di depannya.
Namun itu malah semakin menjadi-jadi saat dia malah menertawakanku. Tangisku pecah, walau berusaha aku tahan mati-matian dengan mengatupkan rahang, menekan bibir agar tidak gemetaran. Lalu dia memelukku, menepuk-nepuk punggungku, beberapa saat... aku kembali tenang.
"Aku tidak ingin pulang." Aku menggeleng dalam pelukannya.
"Nah-ah. Kau harus pulang."
"..."
"Tersenyumlah, kumohon? Kau akan bertemu keluargamu, kalau wajahmu seperti ini, mereka akan menyalahkanku nantinya."
"Kenapa begitu?"
"Karena aku telah membuat putri mereka tidak ingin pulang."
Aku mencebik kesal, jokes-nya sangat tidak elit sekali. Bukannya terhibur, aku justru kembali bersedih.
"Ter-se-nyum, ok? Aku janji aku akan sering menghubungimu nanti. Lima kali sehari, deal?"
"Deal." Terakhir kali, aku memeluknya, kali ini lebih lama sebab aku tak tahu kapan lagi bisa merasakan hangat tubuhnya. "Aku akan sangat merindukanmu."
"Aku juga."
Dia bilang aku juga, bukan aku tahu...
Dan pelukan terpaksa aku lepas begitu mendengar pengumuman pesawat yang akan mengantarkanku ke Jakarta akan berangkat sebentar lagi. Kutatap wajahnya dengan bibir melengkung ke bawah. Namun dia lagi-lagi hanya mengulas senyum tipis yang tak ku tahu apa maknanya.
"Sudah sana, jaga diri baik-baik dan jangan sekalipun melirik pria lain. Aku punya nomor adikmu."
Sontak dua mataku melebar terkejut. "Kapan kalian saling bertukar?"
"Rahasia."
Aku tidak bisa membalasnya, waktu yang sempit membuatku harus bergegas pergi. Berkali-kali aku berbalik untuk melambaikan tangan padanya, yang dibalas Han Seungri dengan gelengan kepala lalu membuat gestur mengusirku dengan tangannya. Hih, dia seperti sedang mengusirku dari negaranya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcakes | Jisung ✓
RomansaPark Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagumi selama 9 tahun, ternyata menjadi mimpi indah sekaligus terburuk untukku. Berkali-kali aku mengingatkan diri bahwa seseorang yang biasa se...