24. MY WIFE

1.5K 28 3
                                    

Happy reading 🌈🍭

"Mama!" seru Fay, begitu melihat sang Ibunda yang sedang berbincang ria bersama keluarga lainnya.

"Fay," sapa sang Mama, memeluk putri semata wayangnya yang kini sudah tidak tinggal serumah.

"Pa, Ma," Begitu juga dengan Aghavan, yang menyalami kedua mertuanya itu.

"Hai, Gha. Makin ganteng aja ya?" kata Mama Fay, sembari memuji menantu satu-satunya itu.

"Oh ini toh, udah pada gede ya? Kalian serasi banget," ujar salah satu perempuan, yang sepertinya adalah teman Papa dan Mama Fay.

"E-emang iya? hehe," Fay memalingkan wajahnya, setelah menimpali ucapan perempuan tadi dengan canggung.

Cukup lama, hampir dua puluh menit semenjak kedatangan Aghavan dan Fay di sana. Entah, pembicaraan apa saja yang dibahas. Intinya, mereka berdua terutama Fay hanya menimpali dengan senyum simpul.

Seorang laki-laki berpakaian jas formal serba hitam, seperti saat di depan, mendatangi Aghavan. Dia sedikit menjauh dari perkumpulan Fay dan mertuanya. Terlihat orang itu, membisikkan sesuatu.

Fay yang baru menyadari jika Aghavan tak di sampingnya, lantas menolehkan kepalanya.

Baru saja dirinya hendak menelaah kemana Aghavan pergi, terdengar sebuah interupsi dari seseorang di sampingnya.

Belum sempat dirinya mengeluarkan kata-kata, tangan kanannya ditarik begitu saja. Ya, Aghavan. Cowo itu membawanya menuju salah satu meja, di mana di sana terdapat sang Ayah mertua.

Fay kira Aghavan hanya mengajaknya menuju Ayah nya. Namun, dugaan tersebut salah. Terlebih, saat melihat wanita lansia, yang sekilas mirip dengan sang mertuanya itu.

Dia yakin bahwa seseorang yang masih cantik meskipun rambutnya memudar, adalah sang Na-ni yang Aghavan katakan tempo lalu.

Wanita tersebut berdiri, begitu melihat kedatangan Aghavan. Sedikit bergegas untuk menggapainya.

"Nah, this is what I've been waiting," Senyum merekah terpampang dalam raut wajah yang sudah berkeriput itu.

Aghavan segera memeluk hangat. Membalas uluran tangan seseorang tersebut.

"Na-ni been waiting for a long time. Your bad habits are still there, Ghav." Benarkan tebakan Fay, beliau adalah Na-ni.

Na-ni tersenyum hangat melihat sang cucu yang sudah lama tak di lihatnya. Kebiasaan dari Aghavan membuatnya rindu sekaligus sedih di waktu bersamaan. Beliau menyadari, cucu nya sudahlah besar.

"Don't use that nickname."

"Why?"

Aghavan memegang tangan sang Nenek yang sedari tadi menggoyangkan lengan kirinya, gemas.

Na-ni tertawa kecil. Di raihnya pundak Aghavan, kemudian di tepuk-tepuk kecil, seakan membersihkan kotoran seorang anak kecil yang baru saja jatuh.

"You're growing well."

Apa yang dilakukan Fay sejak tadi? Tentu saja hanya menyimak, bersembunyi di balik punggung tegap Aghavan. Dia tidak tahu harus melakukan apa pada saat itu juga.

"Didn't you bring anything, hm?"

"Oh look! who's the girl is?" seloroh Na-ni, kemudian mendekat ke arah Fay yang hanya mampu tersenyum canggung.

Sebagimana nenek-nenek di luaran sana, yang terkenal antusias menjorok ke arah kesan rempong, Na-ni langsung tersenyum lebar.

"Your name?"

"A-ah, Fay," Fay sedikit membungkukkan badan dan tersenyum pada Na-ni. "Aghavan's--"

"My wife."

Aghavan memotong pembicaraan Fay dengan kata-kata yang membuat sang empu merona.

"Ini yang katanya kepengin ketemu, ngelebihin dari cucunya sendiri," cibir Aghavan kepada Neneknya.

"So pretty," puji Na-ni.

Fay tersenyum manis dan sedikit membungkuk sebagai ucapan hormat dan terimakasih atas pujian tersebut. "Thank you, but Na-ni have eternal natural beauty too."

"Aduh, happy deh punya cucu kaya Fay ini. Pengertian banget," Na-ni tersenyum senang. Dia sedikit melirik Aghavan.

Aghavan hanya memutarkan bola matanya malas, sembari berdecak. Neneknya satu ini menyindir dirinya rupanya.

"Sebenernya, Na-ni udah tau ini kok, Fay. Tadi cuma mau lihat reaksi kamu. Maafin ya?"

Fay tidak tahu harus menjawab apa. Dia saja kaget kalau Aghavan ada Nenek di luar negeri. Akhirnya, Fay hanya bisa tersenyum kikuk.

"Oh iya, kamu kaget ya? Aghavan punya grandma?" tanya Na-ni, peka terhadap tingkah Fay yang sedari tadi kaku.

"Emang anak bandel, Aghavan. Suka pusing kalo mikirin dia, tapi sekarang lega karna ada kamu, Fay. Aduh pokoknya susah banget dibilangin."

"Sekarang anak bandel ini gimana? Makin bandel ya?" Na-ni makin mengulik dalam.

Fay melirik Aghavan sebelum menjawab, tapi Aghavan malah sedang mengobrol dengan Ayahnya.

"Ngga kok Na-ni, cuma masih," katanya sedikit dipelankan, kemudian tertawa kecil.

Na-ni ikut tertawa mendengar pengakuan dari Fay, kemudian tangannya terulur ke arah Aghavan dan--

"A-aa-aa! Aws! Aduh!" gaduh Aghavan kaget sambil memegang telinganya yang memerah. Aghavan mengusap-usap telinganya, tapi matanya mengarah kepada sang Nenek dan Fay dengan tatapan curiga.

"Besok-besok jewer aja telinganya, biar panjang sekalian, Fay."

"Kalo dia masih nakal juga, kasih tau Na-ni, oke?"

Fay tersenyum mendengarnya, dia melirik Aghavan di sampingnya yang terlihat memelototinya.

Grep

Aghavan mendekat kepada Fay, kemudian diraihnya pinggang ramping itu dengan tangan kirinya seraya tersenyum.

"Emang pernah jahat sama Kamu, hm?" Aghavan menatap tajam Fay penuh arti.

"Apaan?" kata Fay makin tertekan.

Aghavan tersenyum, "Ngga kan, Ay?" Kepalanya dimiringkan dengan alis terangkat.

"Ehehe, ng-ngga," jawab Fay, sambil berusaha melepaskan lengan Aghavan yang masih berada di pinggangnya.

"Ah, romantis banget sih kalian," kata Na-ni menggoda keduanya. Namun, tak bisa dipungkiri rasa bahagianya begitu melihat kemajuan kedekatan cucu-cucunya itu. Seolah tenang bahwa Aghavan memiliki seseorang yang perhatian seperti sang Almarhumah.

Tak lama kemudian, salah satu yang sepertinya orang kepercayaan dari keluarga Patra hendak mendekat menuju Na-ni.

Na-ni hanya merespon dengan anggukan singkat. Entah, apa yang sedang dibicarakan.

Fay menyadari, bahwa kepribadian tegas dan dingin dari Aghavan adalah keturunan dari sang nenek.

"Aghavan, Fay," panggil Na-ni.

TBC.

21 Desember 2023

AGHAVAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang