30. "EH, APA TUH?" : TAU 2

1.5K 33 10
                                    

Happy reading 🌈🍭

"Jadi bener di sini."

"Lo."

"Berdua."

Matanya menatap kedua manusia yang turut terkejut itu secara bergantian. Ah, mungkin hanya salah satunya.

"It's not like what you think, Shen."

Empu yang dipanggil Shena, menggeleng tak menerima segala sanggahan. "Lo anggep kita apa?"

"Gue bisa jelas-- ."

"Kenapa ngga dari kemarin, Fay? Lo bahkan bukan orang pertama yang kasih tau tentang diri lo," Shena memegang kedua pundak Fay dan menggoyang-goyangkan, sebagai lampiasan emosi.

"Shen, stop it. Kita dengerin Fay dulu," Winola menggapai lengannya.

Tangan Winola disentak, kemudian menunjuk-nunjuk Fay. "Lo kenapa malah bela dia sih?"

Helaan nafas kasar terdengar, "Siapa yang ngebela sih?"

"Ya, lo! Dia udah anggep kita bukan siapa-siapa. Ngerti ngga sih lo!?"

"Lo kok jadi marah ke gue?!"

"Stop?! Stop, guys," ujar Fay. Dia sekarang berdiri di antara mereka berdua.

"Ini salah gue," imbunya, sembari bergantian menatap Shena dan Winola.

"Masuk," suara berat Aghavan menginterupsi agar ketiganya masuk ke dalam apartemennya itu.

Shena menatap nyalang Aghavan. Dia tidak peduli bahwa dihadapannya itu, seorang gangster. "Ngga usah ikut campur deh, lo."

"Masuk atau mati."

Fay mencekal lengan Aghavan, kemudian mengelusnya pelan. Berharap ancaman kepada teman-temannya tidak serius.

"Kak, ngga perlu pake ancaman."

•••••

"Jadi, lo berdua baru tau?"

"Iya," katanya sambil mengangguk. "Kalian ke sini, pada ngapain, Kak?"

"Panjang. Panjang, Shen, kalo mau diceritain," saut Elard yang sedang memakan cemilan.

Pernyataan tersebut, menimbulkan tanda tanya besar dalam benak Shena dan Winola. "Emang ada apaan sih?"

"Lu kepo mulu. Udah ngga marah sama, Fay?" kata Jiro.

Shena mendelik sebal. "Apasih lo, Thomas gagal produksi!"

"Iya! Lo iri?"

"Idih! Amit-amit dah."

"Masa! To the point lah, lo," desak Jiro.

"Sekarang kenapa diem?"

"Udah, Kak. Jangan diperpanjang," kata Fay, yang saat itu berjalan dari arah dapur.

Dia membawa nampan berisi minuman dingin untuk teman-teman di sana. "Nih, diminum ya, semuanya."

Jiro langsung mengambil minumannya. Dia melirik ke arah Shena dan Winola yang masih duduk diam."Eh, ya ampun, makasih ya, Neng cantik. Udah ribut-ribut di sini, masih sempet ngasih minum. Kurang baek, apalagi sih?"

Fay ikut bergabung dan mengambil posisi duduk di dekat Aghavan. Cowok itu, juga hanya diam--memperhatikan Jiro yang sibuk menyindir.

"Bang?" panggil Elard.

"Apa?" balas keempat cowok di sana.

Elard berdecak mendapati balasan dari seluruh kakak tingkat di sekolahnya. "Ck, maksud gue, Bang Agha."

"Ini, Owen kemana ya?" tanya Elard, melihat sekeliling dan mengecek hp lagi.

Jiro menepuk jidatnya. "Lupa gue."

"Lo datengnya kelamaan, Lard. Owen pulang, tadi di telpon," balas Natha.

"Di telpon siapa?" tanya Aghavan.

"Mana kita tau, ya, Nath?" ujar Jiro.

Natha mengangguk. "Iya, Owen langsung pamit."

"Besok kita sidang," usul Jiro.

"Oh," Elard mengangguk paham. "Terus kenapa lo sama Fay, ngga berangkat?"

"Dan, ya, kalian ngilang," timpal cepat Shena.

Uhuk

Uhuk

Seperti, ada hal yang genting untuk dirahasiakan, Fay langsung tersedak ludahnya sendiri. Dia disodorkan gelas, dari Aghavan.

Mereka di sana langsung menengok. Mulai dari Fay tersedak, sampai selesai minum, dan meletakkannya lagi.

"Kenapa? Silahkan, lanjutin," suruhnya. Fay menggerakkan tangannya, tanda untuk tidak perlu memperhatikan.

Mata Jiro memicing curiga. "Ada kejadian apa, setelah malem itu?"

Aghavan terlihat santai-santai saja duduknya. Sementara itu, Fay malah sibuk membenarkan rambutnya agar menutupi leher dan pundak depan.

"Gerah banget, sih," kata Shena meminta kipas di dekat Natha, untuk dinyalakan. "Lo ngga gerah? Rambutnya di gerai?"

Shena mengobrak-abrik isi tasnya. "Nih, jedai," ujarnya, mengulurkan penjepit rambut kepada Fay.

"Ngga lah, udah biasa," kata Fay.

"Buruan, nyalain kipasnya," perintah Natha.

Sementara itu, Fay kelabakan sendiri. Dia melirik Aghavan yang sedari tadi diam-diam memperhatikannya.

Dia menarik-narik bawah kaos cowok itu. "Eh," tangannya terulur kedepan, mengisyaratkan, agar diperhatikan. "Jangan dinyalain, gue lagi agak sakit."

"Ya ampun, lo sakit apa, Fay?" tanya Shena. Dia mendekat, guna mengecek suhu tubuhnya. "Awasin dulu, rambut lo. Gue mau cek."

"Eh, apa tuh?"

"Apasih? Ribut mulu," ujar Jiro.

"Ini apa jentol merah-merah. Lo sakit apa?" tanya Shena, begitu tak sengaja melihat bekas kemerah-merahan di antara leher dan pundak milik Fay.

Winola yang penasaran turut mendekat ke arah teman-temannya itu. "Ma--"

"Na," Buru-buru Winola menarik tangan Shena.

"Apasih lo, Win?" kesal Shena.

Winola tetap menarik tangan Shena dan mendudukkannya lagi di kursi.

"Shen, liat gue!" kata Winola juga grasak-grusuk.

"Ngapa tatap-tatapan sih. Gue mau liat, itu tadi apa?" Shena menarik tangannya itu yang masih dicekal.

"Hah?!" Shena membekap mulutnya sendiri dengan raut tidak percaya.

Kegiatan secepat dan seribut itu, tentunya tak luput dari empat cowok dan satu cewek di sana. Khususnya, tiga cowok yang sedang bertatapan bingung.

Jiro sudah penasaran sejak tadi, akhirnya mencoba mengeluarkan unek-uneknya. "Lo pada kena--"

"WHAT! PUNYA KEPONAKAN!"

"HAH!" saut dua cowok, Jiro dan Elard juga.

Natha hanya tersenyum, turut paham tentang kejadian apa yang terjadi setelah malam pengepungan tak terduga itu.

Jangan tanyakan apapun kepada Fay. Cewek itu, sekarang sedang afsgsbsvhddb, tapi tidak tahu harus berbuat apa.

"Gha, lo ngga sekolah, dan baru bisa dihubungin jam dua-an, dan lagi lo di hotel itu ... ," kata Jiro dengan lumayan tidak kalah hebohnya dengan Shena.

"Gimana rasanya, Bang, mantap?"

TBC.

Tolong lindungi Elard😭

15 Juni 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AGHAVAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang