TC 29 💑

1.9K 169 20
                                    

Pagi hari, Senja membuka pintu kamarnya. Gadis itu sudah mandi dengan berdandan cantik.

Larissa tentu merasa tidak suka melihat Senja menghampiri mereka di meja makan.

"Boleh aku bergabung?"

"Silahkan," jawab Langit sedikit lega karena Senja mau ikut sarapan bersama. Berbeda dengan Larissa yang mengulas senyum terpaksa.

Pagi itu, mereka sarapan bersama. Obrolan di dominasi oleh kedua pasangan di depannya. Sementara Senja menikmati makanan di atas meja. Hingga mereka semua selesai, barulah Senja bersuara.

"Ada yang ingin aku sampaikan pada kalian berdua..." ucap Senja memulai obrolan.

Larissa nampak menatap Senja dengan kening berkerut. Begitupun dengan Langit.

"Katakan saja, Senja... apa ada sesuatu yang kamu butuhkan?" jawab Langit.

"Begini, Mas.. kemarin aku melihat saldo di rekening yang Mas Langit titipkan padaku. Gimana kalau aku menyewa apartement untuk aku tinggali?"

Larissa menatap Langit dengan sorot bertanya.

"Kamu memberikan dia atm? Kenapa Mas nggak bilang padaku?"

Senja menyeringai senang mendengar reaksi Larissa.

"Nanti akan aku jelaskan, Sa.." ucap Langit. Kemudian tatapannya beralih pada Senja. "Apa nggak sebaiknya kamu tinggal disini sampai bayimu lahir, Ja?"

"Itu terlalu lama, Mas. Aku takut Kak Larissa tidak nyaman jika aku terus berada disini... bukankah begitu kak?"

"Larissa..." Langit menatap istrinya meminta penjelasan hingga membuat wanita itu gugup.

"Kenapa kamu bicara begitu, Ja? Kamu membuatku merasa tidak nyaman dan buruk di depan suamiku sendiri..."

"Bukan begitu, Kak. Keputusan papi terlalu mendadak. Aku takut jika Kak Larissa terpaksa menerima keberadaanku. Apalagi, Kakak tahu sendiri jejak masa lalu antara aku dan Mas Langit... di tambah aku sedang hamil."

"Sa?" Panggil Langit meminta jawaban dari istrinya atas pernyataan Senja.

"Ya, mau bagaimana lagi... aku harus mulai terbiasa menerima keberadaan Senja. Lagipula, kita baru saja berduka. Aku juga tidak mau di salahkan atas kematian Mami Evelyn padahal aku sama sekali tidak terlibat...."

Senja menatap Larissa dengan geram. Benar, Larissa memang tidak berada disana, tapi bukankah semua kejadian dalam hidup Senja juga campur tangan Larissa?

"Jadi kamu setuju?"

"Dia sudah tinggal di rumah ini, Mas. Darimana aku tidak setuju?"

"Aku hanya ingin kalian akur, itu saja."

Permintaan kecil yang sulit di lakukan oleh keduanya. Kecuali, jika mereka berpura-pura.

"Semua bisa di atur, Mas..." jawab Larissa. "Iya kan Senja? Lagipula perselisihan kita sudah berakhir lama... aku sudah memaafkan Senja."

Langit menatap keduanya secara bergantian, Senja sama sekali tidak bereaksi apapun selain mengulas senyum dengan tatapan yang lurus pada Larissa.

"Baiklah... aku pegang kata-katamu, Larissa."

"Nanti sore aku ada jadwal check up, Mas. Oiya, mama dan papaku setuju kalau kita mengadakan acara empat bulanan." Beritahu perempuan itu.

"Kamu atur saja. Jam berapa kita ke Dokter?"

"Jam 4 sore..."

"Senja, kamu nggak mau sekalian pergi bersama kami?"

"Nanti aku nyusul, Mas..." jawab Senja asal.

Terikat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang